Say It First! | [15]

71.8K 10.5K 1K
                                    

Hai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai. Hello. Anyeong. 🙋







Kalau dikasih. Bilang apa? 🙋

***

Janari Bimantara
Ciuman.

Chiasa kembali membaca pesan terakhir dari Janari, tanpa membalasnya tentu saja. Dia tidak akan meladeni orang gila yang sayangnya sedang sangat dia butuhkan itu. Berkali-kali Chiasa berdecak, tidak habis pikir, bahkan kali ini sampai melempar ponselnya ke meja. "Bisa-bisanya nih orang," gerutunya.

"Chiasa?"

Chiasa menatap lurus. Baru ingat bahwa sejak tadi dia sedang berada di kantor penerbit, berada di dalam sebuah ruang meeting bersama Lexi dan Prisa lebih tepatnya.

"Kamu nggak lagi ... mengalami kesulitan atau ... apa gitu kan, Chia?" tanya Prisa.

Chiasa menggeleng. "Nggak, kok." Lalu menatap bolak-balik dua orang di hadapannya. "Kenapa, Kak?" Chiasa menatap laptop yang terbuka di depan Lexi.

"Dari tadi aku panggil-panggil, kamu diam aja," jawab Lexi.

"Oh, ya?" Chiasa kembali menatap layar ponselnya. Ini semua gara-gara pesan Janari. Sampai Chisa terus memikirkannya dan lupa segalanya. Bisa-bisanya dia membuat Chiasa syok hanya dengan sebuah pesan. Oke, Chiasa tidak ingin berlagak naif tentang kata ciuman. Tapi membaca bagaimana seseorang mengajaknya melakukan itu dengan terang-terangan, membuatnya benar-benar tidak habis pikir.

Ah, padahal saat melihat tumpukan kondom dalam kotak merah itu, Chiasa bahkan sudah mendengar ajakan yang lebih ekstrem.

"Jadi, Chia ...." Lexi berdeham.

"Aku tahu, pasti banyak yang harus aku revisi lagi." Setelah sekian lama tidak menulis, apakah kemampuannya menguap begitu saja? Apakah keputusannya untuk kembali menulis ini keliru sekali?

"No. Nggak sama sekali. Ini keren," puji Prisa. "Ini .... Wah, kelihatan banget lho bahwa kamu mengalami pendewasaan dalam menulis."

Pendewasaan? Apa nih? Chiasa bahkan belum memasukkan adegan dewasa sama sekali dalam tulisannya.

"Dari sisi karakter tokohnya ini kuat banget. Maksudnya kayak ... nyata dan bisa kita temui di dunia nyata." Lexi tersenyum bangga. "Aku suka ketika kamu mendeskripsikan sosok Brian dengan nggak terburu-buru, nggak membludak di awal cerita. Kamu coba deskripsikan karakter Brian ini dengan menyisipkan di beberapa scene, ini ... keren!" Lexi tersenyum lebih lebar. "Gini, dong!"

Chiasa ikut tersenyum. "Wah, makasih."

"Premisnya udah aku baca. Dan ini bakal keren banget kalau kamu bisa mengeksekusinya dengan baik. Tapi kayaknya aku butuh outline-nya biar bisa lebih tahu lebih detail," lanjut Lexi.

Say It First!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang