Say It First! | [30]

80.7K 11.3K 2.7K
                                    

Haiiiii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









Haiiiii.
Temu lagiii ❤️❤️❤️





Follow ig citra.novy untuk info update cerita ini.





Vote yaaa. Komen yaaa.








Kasih api doloooooo 🔥🔥🔥
***

Janari tidak menyadari belasan bilah pisau yang seolah akan keluar dari tatapan Jena ketika mendengarnya menyapa dengan kata 'Sayang'. Belum lagi posisi duduk dengan posisi memotong bangku, seperti duduk di jok motor, menghadap ke arah Chiasa.

"Gue pikir lo udah selesai kuliah, ternyata masih di sini," ujar Janari seraya menghadapkan telapak tangannya pada Chiasa. Chiasa yang mengira itu adalah ajakan high five, ikut mengangkat tangan.

Namun, yang terjadi, Janari malah menangkap tangannya dan menyisipkan semua jemari di sela jemarinya, lalu menggenggamnya.

"Masih ada kuliah?" tanya Janari.

Bukannya menjawab, Chiasa malah penasaran dengan ekspresi Jena sekarang, jadi dia menoleh, memastikan sudah berada di level mana tingkat wajah murkanya pada Janari ketika memperlakukan Chiasa sedemikian dekat.

"Udah selesai, kok. Cuma mau ketemuan sama editor gue di ...." Chiasa melirik Jena lagi. "Di sekitaran kampus."

Janari mengangguk. Dengan tidak melepas tangan Chiasa, dia meraih kembali cup dan menyesap kopinya dengan tangan lain yang bebas. "Gue ada satu mata kuliah lagi, tapi ternyata nggak jadi masuk," ujarnya.

Chiasa mengernyit. "Terus kalau nggak jadi masuk, lo ngapain ke sini?"

"Ketemu lo lah."

Chiasa kembali melirik Jena.

"Tadi gue tanya Kae, katanya lagi sama lo di Kantek. Jadi gue ke sini." Dan setelah mengatakan itu, Janari menjadikan punggung tangan Chiasa sebagai alas tidurnya untuk merebahkan pipinya di meja kantin.

Jena berdecak. Botol air mineral milik Kaezar yang isinya masih tersisa setengah diraihnya, digunakan untuk mendorong kepala Janari agar menyingkir dari tangan Chiasa. "Sumpah ya, Ri. Jangan bikin gue banting pala lo," umpatnya.

Wajah Janari terangkat, kekehnya terdengar. "Apa sih, Jeee?" gumamnya, dia tidak lagi tidur di atas punggung tangan Chiasa, tapi tangannya masih menggenggam.

"Lo tuh!" Jena melotot.

"Ya ilah, baru lihat segini doang. Lo bayangin dong dulu gue harus sering lihat lo berdua pegang-pegangan tangan di bawah meja, kait-kait kelingking di kantin."

Kaezar tertawa, dan Jena memelototinya. "Mending urusin dulu deh tuh cewek yang lo tidurin semalem," tukas Jena penuh peringatan.

Kaezar menatap Jena dan Janari bolak-balik. Lalu, seolah-olah tidak ingin terlibat dalam perdebatan itu, Kaezar membuka ritsleting tas dan mengeluarkan sebuah buku.

Say It First!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang