6. Mencari 🌺

1.5K 233 8
                                    

Hari minggu, hari dimana para santri disibukkan dengan gotong royong bersama membersihkan kawasan pesantren.

Nampak dari kejauhan dua sosok pria berbadan tinggi sedang melihat tanah kosong yang nantinya akan dibangun sebuah perpustakaan besar.

Yusril dan Achmed nampak sangat serius membahas pembangunan perpustakaan. Saking seriusnya mereka tak menyadari kehadiran seseorang dibelakang mereka.

"Pak Ustadz" teriak gadis berjilbab pink yang sedari tadi berdiri dibelakang mereka.

"Astaghfirullah" sentak mereka berdua bersamaan.

"SISKA!"

"hehehe, iya pak ustadz" jawab siska menampilkan sederetan giginya yang tak rapi itu.

"Kamu ini niat banget bikin saya jantungan, kalo copot gimana mau tanggung jawab" ucap Yasril sembari memegangi dadanya.

"Hehehehehehe" balas siska cengengesan

"Ada perlu apa?" Tanya gus Achmed dengan tatapan datar.
"Eh pak kyai"

"Panggil gus saja"

"Iya Gus ganteng" lirih siska

"Hah?" Beo Achmed.

"To the point ajalah sis" ucap Yusril tak sabaran.

"Ohh iya sampe lupa" siska menepuk jidatnya sendiri gus Achmed dan Yusril ternganga mendengar tepukkan yang terdengar keras itu. Linu sekali epribadeh.

"Anu pak, beginii.. tadi Ustadzah ayu bilang kalau pak Ustadz sama Gus ganteng eh maksud saya pak kyai eehh salah lagi pak guslah intinya,, menuju Ndalem" Yusril dan Achmed saling pandang.

"Soalnya tadi siska liat ada mobil item, beh cakep bener pak" bisik siska kemudian memberikan dua jempolnya kearah Yusril dan Achmed.

"Terima kasih yah sis" ucap Yusril

"Sans ae pak ustadz, kitakan pren. Iyee kagak,, hehehe" Yusril menggelengkan kepalanya salah apa dirinya dimasa lampau hingga dirinya harus menghadapi santriwati kek Siska.

Gus Achmed menelangkupkan tangannya, yang dibalas oleh siska dengan gerakan yang sama.

***

Sebuah mobil sedan terparkir rapi dihalaman Ndalem, suasana didalam Ndalem sangat penuh suka cita. Gus Achmed dan Yusril melangkah lebih cepat.

"Assalamualaikum"

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh"

Terlihat pria paruh baya dan seorang gadis yang nampak sangat tidak asing dimata mereka.

"ABANG" teriak seorang gadis bergamis mocca itu berlari kearah kakaknya.

"Iya Aida" jawab gus Achmed lembut, membalas pelukan adik bungsunya.

"Aida kangen banget bang" ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

"Gak usah lebay da, baru juga ditinggal seminggu dah kek seabad gak ketemu" ledek Yusril yang kini sudah duduk disamping pria paruh baya yang sedang menyesap kopi.

"Ihh, abang. Liat tuh bang krikil" rengek Aida menggoyangkan lengan kekar Achmed. Achmed menatap Yusril dengan tatapan tajam namun yang ditatap bukannya takut malah terkekeh.

"Gak lucu"

"Lah yang bilang lucu siapa med"

"Udah udah, kalian itu perusak suasana saja" ujar Umi Rahma menengahi perdebatan mereka. Selalu saja dirinya semoga Allah memberikan umur panjang agar dirinya selalu menjadi penengah mereka.

Achmed dan Yusril serempak buang muka, istilahnya lagi kemusuhan mereka.

"Abi" Achmed mendekati Abi Adam yang sedari tadi sangat nikmat menikmati kopi dan cemilan biskuit.

"Hmm, gimana betah?"

"Alhamdulillah betah".

Setalah percakapan singkat nan padat itu, hening tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya suara seruputan kopi dan gigitan biskuit saja yang terdengar.

"Achmed itu bener bener duplikat Adam banget" ujar Ustadzah Ayu.

"Ihhh banget teh, sampe pusing aku kalo disamping mereka. Kayak gak ada aura kehidupan"

"Like father, like son" sambung Zulaikha

"Kamu tuh kha, kok mau aja sama si kutub utara itu" celoteh Umi Rahma.

Ustadzah Ayu mendekati Aida yang nampak sangat fokus dengan ponsel di genggamannya. Kebiasaannya memang tak pernah berubah, sedari dulu Aida sangat tidak suka berbaur atau berkumpul lalu bercerita tentang masalah pribadi atau ghibahin orang sangat tidak berfaedah menurutnya. Dirinya lebih suka menyibukkan diri dengan hal hal berfaedah seperti membaca, belajar atau bermain ponsel sambil rebahan definisi anak rumahan bangetkan.

"Ehem, bude bolehkan duduk disini bareng dek Aida"

"Duduk aja bude, ngapain pake bilang segala sih" Ustadzah Ayu terkekeh mendengar jawaban Aida, terkesan ketus namun menurut Ustadzah Ayu itu sebuah perhatian. Aida hanya kurang pandai mengekspresikan diri, sama persis seperti Uminya

"Bude" panggil Zulaikha

"Iya ning"

"Panggil Zulaikha saja bude". Aida melirik Zulaikha sinis "caper" cibir Aida.

Zulaikha menatap sendu kearah Aida, adik iparnya sudah dua belas tahun menikah dengan gus Achmed tapi dirinya tak pernah sekalipun akrab dengan adik iparnya itu. Entahlah, Zulaikha pun tak tau apakah dirinya pernah menyakiti hati Aida? Seperti tidak dikarenakan mereka jarang berbicara. Setiap Zulaikha berkata hanya ucapan ketus, sinis dan cibiran yang didapatnya.

"Aida pamit ke Alpamaret dulu bude. Wassalamu'alaikum" ucap Aida kemudian beranjak pergi. Memang sangat tidak sopan tapi Aida sangat tidak suka berlama lama dengan *medusa* julukan kesayangan untuk Zulaikha.

"Yang sabar yah, suatu saat pasti Aida akan menerima kamu sebagai kakak iparnya" Zulaikha mengangguk lemah, sepertinya itu tidak mungkin jika mungkinpun pasti Zulaikha akan bersujud syukur.

"Bude ada yang ingin saya tanyakan"

"Tentang Alseya?"

"Darimana bude tau?" Zulaikha bingung pasalnya dirinya belum bicara kepada Ustadzah Ayu.

"Dari suami tampanmu" telunjuk Ustadzah Ayu mengarah pada pria yang sedang berbincang serius dengan Abinya.

Beribu rasa syukur Zulaikha panjatkan dalam hati, suaminya itu memang sangatlah pengertian.

***



TAKDIR MENUNTUNKU [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang