50. Kembar 🥀

3.7K 445 208
                                    

Alesya tengah berada diruang operasi setelah beberapa waktu lalu dirinya mengalami kontraksi rahim, air ketubannya sudah merembes sedaritadi, karena takut sesuatu terjadi pada ibu dan bayinya akhirnya Dokter memutuskan untuk mengoperasi Caesar.

Tak ada jalan lain, Alesya sudah sangat lemas dan tak lagi memiliki tenaga mau tak mau dirinya mengambil jalan caesar agar bayinya selamat.

"Gawat tekanan darah ibunya menurun,,," ucap dokter bagian anestesi.

Dokter yang melakukan pembedahan panik, karena jika tekanan darah turun maka akan sangat sulit menyelamatkan keduanya.

"Suaminya? Panggil suaminya" sahut dokter.

Salah satu suster keluar dari ruang operasi untuk memanggil suami pasien.

"Permisi pak, mari ikut saya kedalam"

Semua terkejut dengan perkataan suster, "kami tidak punya waktu untuk menjelaskan, silahkan ikuti saya"

Akhirnya yang dipanggil suster itupun langsung mengikutinya masuk kedalam ruang operasi. Gus Achmed mencekal pergelangan tangan Karan, Karan langsung menatap tajam Gus Achmed.

"Aku yang akan masuk"

"Ada hak apa lo?" Tekan Karan

Sampai akhirnya Ayah Reyhan menepuk pundak Karan, "masuklah, Asya lebih membutuhkan mu sekarang" ucap Ayah Reyhan membuat semua tercengang. Karan tak menunda waktu lagi dirinya langsung masuk.

"Rey, tapi mereka,,," sela Umi Rahma.

"Bagi saya yang lebih pantas bersama Asya adalah Karan. Jika kau, saya tak yakin Asya akan menerimamu Achmed" ujar Ayah Reyhan membuat Gus Achmed bungkam.

"Lagi pula, kau dan Asya bukanlah suami istri lagi secara agama, bukan?! Jadi saya mohon padamu jangan kau goreskan lagi lukanya, saya mohon sebagai Ayahnya" ucap Ayah Reyhan lirih membuat Gus Achmed menitikkan air matanya.

Separah itukah dia menyakiti Alesya hingga wanita itu enggan bertemu lagi dengannya? Gus Achmed terduduk lemas dilantai pikirannya kalut, seharusnya dia yang didalam sana bukan Karan si lelaki brengsek yang telah merebut wanitanya.

Sedangkan diruang operasi, wajah Alesya sudah pucat bahkan bibirnya telah membiru akibat tenaganya sudah tak lagi ada. Karan memegang tangan Alesya yang mulai mendingin itu, air mata Karan terus saja jatuh.

"O-om,,," lirih Alesya.

"Ssstt,, jangan ngomong lagi,, om bakal ada disini"

Alesya menggeleng lemah, "bhhukkahn maahhrrhham" lirih Alesya yang terdengar seperti kumur-kumur ditelinga Karan.

"Hah? Ca, jangan bikin gue makin tegang plis ngomong yang jelas" rengek Karan.

Alesya menarik daun telinga Karan agar dekat dengan bibirnya, "Bukanh Mahram" bisik Alesya.

"Huaaaa,,," tangis Karan pecah membuat semua orang di ruangan itu menoleh bahkan ada yang terjungkal.

"Pak jangan berisik!"

"Berani lo bentak gue hah!" Karan malah adu otot dengan dokter kandungan membuat Alesya semakin lemas.

Sraak

Karan merobek kemeja yang dia gunakan untuk menjadi alas dan pembatas antara tangan Karan dan juga Alesya.

"Puaskan"

Alesya mengangguk lemas, Karan membisikkan sesuatu yang membuat Alesya melototkan matanya tak percaya.

"Jangan macam-macam, omh" lirih Alesya.

TAKDIR MENUNTUNKU [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang