Part 1 | Memori

127 15 32
                                    

Hai-haii! Sebelum kalian baca part ini jangan lupa vote yaaa! Kalo berkenan tolong komen dan share ceritanya ke temen-temen kalian!

Selamat membaca!

***

PART 1 | MEMORI

“Kalo waktu dan keadaan belum menakdirkan cinta ini kembali bersatu, kenapa memori masa lalu harus selalu ada di pikiran ini?”

—Renjana Malania

***

“Sebel banget, tau, nggak?! Masa dia fitnah gue lagi!”

GADIS itu duduk di kursinya dengan kesal. Membuat ketiga temannya menatapnya nanar. Renjana mulai mengontrol deru napasnya. Buliran-buliran keringat bercucuran di wajahnya sedari tadi. Untuk sekarang, hatinya kembali memanas.

“Siapa yang fitnah lo, Ren?” tanya Gina penasaran. Membuat Renjana mengembuskan napasnya panjang.

“Tau, lo, Ren! Siapa, sih, yang fitnah elo? Ceritain pelan-pelan. Jangan ngegas,” timpal Shinta.

Renjana memutar bola matanya malas. “Si Alin, tuh. Alin pacarnya sekaligus sepupunya Dimas. Dia ngeselin banget. Masa dia yang jalannya sambil main ponsel, terus bertabrakan sama gue nyalahin gue. Padahal dia yang salah,” ucap Renjana seraya mencebikkan bibirnya.

“Hah? Dia berulah lagi gitu?” tanya Shinta. Membuat Renjana mengangguk pelan.

“Kamu seriusan difitnah lagi sama Alin? Alin jahat banget,” timpal Thalita.

Renjana mengembuskan napasnya berat. “Kesel gue. Udah Dimas juga kayak ada di pihak dia,” gerutu Renjana.

Gina mengangkat alisnya sejenak. “Lo kesel kalo Dimas ada di pihaknya Alin?” tanya Gina.

Renjana mengangguk.

“Jelas gue kesel, Gin. Apalagi sejauh ini gue selalu liat dia berduaan mulu sama Alin. Padahal gue masih suka sama Dimas. Apa Dimas udah lupa kali, ya, sama gue?” kata Renjana pelan.

Thalita mengembuskan napasnya. “Menurut aku nggak mungkin, sih. Tapi mungkin Dimas cuman berusaha cuek aja ke kamu, supaya Alin nggak gangguin kamu. Iya, kan?”

Renjana menggigiti pipi bagian dalamnya sejenak. “Mungkin, sih, Thal. Tapi...nggak tau juga,” sahut Renjana.

“Lagian lo yakin, mau tetep pertahanin cinta lo sama Dimas? Kalo gue jadi lo, udah gue kandasin, Ren. Sakit hati ujung-ujungnya, Ren,” ucap Shinta. Membuat Renjana meliriknya tajam.

“Ya, jelas gue pertahanin, Shin. Nggak ada yang namanya gue kandasin. Lo tau, nggak, sih? Perjuangan gue pas dapetin hatinya Dimas itu susah. Andai aja nggak ada Alin, pasti gue sama Dimas udah tentram sekarang,” cibir Renjana.

Shinta mendengkus pelan. “Dalam halusinasi lo, Ren.”

Jleb.

Mata Renjana membulat seketika—mendengar respons dari Shinta. Gadis itu mulai mendengkus kembali. “KENAPA LO BILANG GITU?! JAHAT BANGET!” pekik Renjana. Membuat beberapa orang di dalam kelas XI-Bahasa 2 menoleh ke arahnya seketika.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang