Part 21 | Luka dan Kenangan

29 3 18
                                    

Haii😎

Are you ready buat part kali ini? 😎😎

Akhirnya bisa update lagi 🙂✨

Cuaca di tempat kalian gimana?? Mendung nggak??

Kalian baca part ini jam berapa??

—Happy reading!—

***

PART 21 | LUKA DAN KENANGAN

Octa melamun. Tangannya menopang dagu di depan meja belajarnya. Tatapannya sendu ke arah tetesan air hujan di luar rumahnya. Gadis itu bergegas mematikan AC-nya melalui remote AC. Terlintas di benaknya, kenangan tentang hujan.

Sebelum dia lumpuh, dia pernah pulang bersama Rizano dengan kondisi basah kuyup oleh air hujan. Saat itu, gadis ini sangat senang. Berjingkrak di atas genangan air layaknya anak kecil. Sebab pada saat itu, dia masih tergolong ‘baru’ pacaran dengan Rizano.

“Awas jatoh,” ingat Rizano.

“Haha, nggak papaa. Kalo jatoh juga nggak bakal nangis. “

Rizano tersenyum tipis. “Mau nepi dulu?”

“Buat apa? Udah basah kuyup juga,” sahut Octa yang mendapat tawa kecil dari pacarnya itu.

Mata Octa memerah. Hatinya bergemuruh. Batinnya merutuk dirinya sendiri. Kenapa dia harus memikirkan memori masa lalu lagi?

“Gue ... gue masih suka sama Jano, walaupun gue il-feel, tapi ... gue nggak bisa terus-terusan sama dia, kalo dia cuman bisa bikin gue sakit hati sekarang,” lirihnya sambil mengeluarkan air mata dari pelupuknya.

Octa, gadis malang itu kesepian. Hidupnya memang terasa kurang tanpa Rizano. Setahun menjalin hubungan pacaran bukanlah hal mudah. Banyak hal dan rintangan yang dilalui keduanya, termasuk rintangan yang mengancam kandasnya hubungan mereka.

Tapi, itu dulu. Sekarang tidak lagi. Octa lelah dengan satu rintangan besar ini. Jika sebelumnya hanya para cewek-cewek yang mendekat Rizano, sekarang? Rizano yang mendekat ke satu cewek, yakni Renjana.

Octa tidak tahu harus membenci gadis itu atau membiarkannya saja, karena telah merebut kebahagiaannya.

***

Hujan turun semakin deras. Renjana mengalihkan pandangannya ke pekarangan rumahnya yang tak terlalu luas. Tiba-tiba saja, sorot matanya melihat seekor anak kucing bersama induknya yang kehujanan di tengah pekarangannya. Lantas, Renjana mulai bangkit berdiri dan bergegas ke sana. Membuat Dimas menatapnya nanar.

“Ren, mau ke mana?”

Renjana mengabaikan ucapan Dimas dan melangkah menuju kedua kucing itu. Sorot matanya teduh—menatap dua kucing itu kasihan. Dimas menghela napasnya, kemudian mendekat ke arah Renjana.

Renjana mulai menggendong kedua kucing itu di tangannya. Gadis itu bisa merasakan kedua kucing ini menggigil.

“Lo hujan-hujanan cuman karena mau gendong kucing? Lo mau apain itu kucing? Lo harusnya mikirin kesehatan lo,” protektif Dimas. Membuat Renjana tersenyum tipis.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang