Part 37 | Kesadaran

18 4 1
                                    

Halo! Siapa yang nungguin cerita ini update lagi??

Siapa yang udah siap baca part ini?
Satu emoji sebelum baca part ini??
Jam berapa kalian baca part ini??

Happy reading!

***

PART 37 | KESADARAN

“Andai aja Papa sama Mama itu sadar sama perilaku kalian yang salah, pasti Rizano nggak bakal ngerasa nggak berguna bagi kalian dan Rizano nggak harus terluka karena kalian, orang tua aku sendiri.”

—Rizano Prawijaya

***

“Masih sakit lagi.”

RIZANO meringis begitu menyentuh lukanya karena pukulan papanya semalam. Dia menghela napasnya. Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB, artinya dia harus segera berangkat ke sekolah bersama orang tuanya. Entahlah mereka akan pergi atau tidak, yang jelas mereka mau pergi ke sekolah atas permintaannya kemarin.

Sepuluh menit kemudian, cowok itu menuju meja makannya yang sudah dipenuhi anggota keluarganya. Dia berdecak malas sambil duduk di kursinya.

“Pa, Ma, kalian nggak siap-siap? Hari ini kalian dipanggil guru BK,” ucap Rizano yang membuat orang tuanya saling pandang.

“Lho? Kamu nggak bilang ke aku, sih, Mas?” Michele tampak sedikit terkejut.

Jaya berdecak. “Males, ah. Itu anak juga palingan buat masalah lagi. Kerjaannya buat onar terus. Papa jadi gak nafsu makan.”

Selepas itu, Jaya pergi dari tempatnya entah ke mana. Michele memandang Rizano nanar. “Buat onar lagi sampe dipanggil guru BK? Iya?” bentak Michele yang membuat Rizano tersedak.

“Aku nggak buat onar,” sahut Rizano terbata-bata. Gila aja. Bentakan mamanya membuat jantungnya berdegup tak karuan.

Michele membanting garpu dan sendoknya ke piring. “Halah! Mama nggak percaya sama kamu! Kamu aja kemarin buat onar dan gara-gara itu kita sebagai orang tua kamu dipangg—“

“Mama kenapa nggak tanya Papa aja alesannya kalian dipanggil ke sekolah?” potong Rizano.

Michele menutup bibirnya. Dia mendengkus.

“Kalo aja Papa nggak robek surat panggilannya, pasti kalian berdua bakal tau alesannya kalian dipanggil ke sekolah,” lanjut Rizano dengan nada pelan dan bibirnya yang bergetar.

Michele telak. Wanita paruh baya itu terdiam memandang anak sulungnya yang bangkit berdiri dan pergi dari tempatnya.

Andra menghela napasnya. “Ma, udah ya? Kita ke sekolah Jano aja. Jangan sal—“

“Kamu jangan ikut-ikutan! Jangan berani belain dia!” desis Michele yang membuat Andra menegukkan salivanya susah payah.

***

Rizano melangkahkan kakinya di belakang orang tua dan kedua adiknya. Sesekali dia memejamkan matanya dan mengembuskan napasnya panjang. Ya Tuhan, dadanya terasa sesak. Sangat sesak. Entah ini karena situasi sekarang atau karena efek samping pukulan papanya semalam.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang