Part 29 | Antara Dimas, Marsel, dan Rizano

15 3 3
                                    

Haiii! Aku update part baru nih👀 siap buat baca part ini??

Buat kalian yang besok udah sekolah lagi entah itu PTM / PJJ, semangat yaaa!!

—Happy reading!—
Tolong vote-nya jangan lupa yaa:) kalau berkenan tolong komen & share ceritanya ke temen-temen kalian:)

***

PART 29 | ANTARA MARSEL, DIMAS, DAN RIZANO

“Itu pertanda awal dia toxic people, Ren. Leave him, please.”

—Dimas Bisma Aldebaran

***

BIANG MASALAH tak masuk hari ini. Ketiga gadis trouble maker itu diskors selama tiga hari oleh guru Bimbingan Konseling (BK). Setidaknya, Renjana bisa bernapas walaupun sejenak. Terbebas dari caci maki semua orang, meski tatapan mengintimidasi masih tertuju padanya.

Renjana mengembuskan napasnya. Mengibaskan rambutnya pelan, lalu menguncinya asal. Dia berjalan di koridor dengan sekujur tubuh yang sedikit bergetar. Hingga akhirnya, seseorang merangkul bahunya dari belakang. Renjana tersentak. Refleks dia menoleh ke samping.

Renjana menegukkan salivanya. Getaran itu semakin kuat. Getaran takut sekaligus gugup menghampirinya secara bersamaan lagi. Dimas, pria yang merangkulnya. Cowok itu terlihat tenang dan datar, walaupun tangannya merangkul Renjana. Hari ini, pria itu menggunakan seragam sesuai aturan sekolah, dengan jaket jeans biru yang menyelimutinya. Selama melangkah, Dimas fokus ke arah depan. Sementara Renjana fokus ke arah pria itu.

Dimas menghentikan langkahnya, tepat di depan tangga. Hal serupa dilakukan juga oleh Renjana. Dimas memutar posisi tubuhnya 90°. Menatap gadis itu sejenak, kemudian tersenyum.

“Maaf yang kemarin, ya?” tanyanya pelan, berbisik di telinga kiri Renjana.

Hati Renjana dag-dig-dug. Jantungnya bergetar hebat. Pipinya juga merona. Apapun yang dilakukan Dimas selaku berakibat tak baik untuk kesehatan jantungnya. Ya, kalian tahu sendiri, deh.

“I—iya, lagian bukan lo yang salah.” Renjana memalingkan perhatiannya sejenak, untuk mengurangi rasa panas di hatinya saat ini. Panas karena merasakan aura ‘baper’ di dirinya karena Dimas.

“Apapun itu, semuanya karena gue. Maaf, harusnya gue—“

“Dim, diem. Boleh? Sekali gue bilang bukan salah lo, ya bukan. Bisa, diem, nggak?” gemasnya. Membuat Dimas tertawa pelan.

Dimas mencubit pipi chubby Renjana. “Oke.”

Renjana menegukkan salivanya. “Dim, gue masih malu soal ditampar kemarin, Dim. Lagian, ya, kenapa bokap elo bisa tau, sih, kalo kita ada di mall itu? Nggak mungkin bangett, dia kebetulan ada di situ. Gue yakin ini direncanain, tapi siapa?”

Dimas terdiam. Menatap Renjana intens.

“Ditampar di depan umum; nggak banget, Dim. Kesannya kurang ajar banget, walaupun gue tau dia orang dewasa. Dia nggak punya etika. Iri, dengki, sama amarah dia ngejatuhin mental orang,” lanjut Renjana. Membuat Dimas sedikit tersentak. Suasana jadi tegang seketika.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang