Part 18 | Amarah yang dashyat

29 6 62
                                    

Happy reading, buat kamu yang baca part ini:) semoga part-nya berkesan di hati kalian masing-masing ✨

***

PART 18 | AMARAH YANG DASHYAT

“Logikanya, mana ada dahan pohon yang mau nahan daun yang udah kering? Dahan pohon itu nggak pernah ada usaha sama sekali buat pertahanin daun kering yang akan jatuh dan rapuh. Tapi, terkadang daun kering sendiri yang bertahan agar tidak lepas dari dahan pohon itu,”

—Octavia Nafisa

***

“Kamu ngomong begitu aja, ngebuat aku tambah il-feel sama kamu, tau, nggak? Kamu pikir semuanya di hubungan itu TERSERAH?!  Aku nggak akan putus sama kamu, kalo kamu nggak prioritasin Renjana, Jan!” seru Octa. Gadis itu menundukkan kepalanya. Menatap tanah berumput dengan sendu.

Renjana, gadis itu tanpa sengaja mendengar pembicaraan mereka. Hanya kebetulan lewat. Segenggam rasa bersalah, merasuk ke dalam dirinya. Sekujur tubuhnya bergetar. Gadis itu mulai melangkah mendekat ke arah Rizano dan Octa.

“Octa, jangan putus sama Jano.”

Suara itu membuat suasana hening seketika. Sama-sama menoleh ke arah Renjana dan menatap gadis itu nanar.

“Apaan? Jangan putus lo bilang?!” Octa bergetar hebat. Air matanya semakin mengalir deras. “Gimana gue nggak putus sama Jano, Ren, kalo Jano selalu deket sama lo?” lanjut Octa terisak dalam. Membuat jantung Renjana berdebar keras seketika.

“Tapi, kedeketan kita cuman temen aja, nggak lebih. Octa jangan gitu, kesian Jano. Gue sama dia nggak ada rasa sama dia, serius,” ucap Renjana pelan, penuh makna. Membuat Octa tersenyum miris.

“Oke, gue tau. Tapi, masa iya gue harus selalu sakit hati sama kedeketan kalian? Lo kesian sama Jano, kan? Harusnya lo juga kesian sama gue! KESIAN SAMA HATI GUE!” Octa mendorong Renjana hingga gadis itu tersungkur. Mata Rizano terbelalak dan langsung membantu Renjana berdiri kembali.

“Ta, cukup. Renjana nggak salah, dia—“

“Nggak salah gimana? Dia yang ngebuat hubungan kita kandas. Topik permasalahannya itu dia!” protes Octa memotong ucapan Rizano. Membuat keduanya bungkam.

“Kamu kenapa egois, sih, Jan?” sesaknya. Menatap Rizano dengan mata yang memerah. “Mungkin, kamu udah mulai nyaman sama Renjana, bahkan mungkin aja kamu suka sama dia, kan? Bisa jadi di depan aku kamu bilang nggak suka sama Renjana, tapi secara nggak sadar, kamu suka sama dia. Di sisi lain, kamu nggak mau ngelepasin aku. Kenapa gitu, Jan? Harusnya kalo kamu emang udah suka sama Renjana, lepasin aku. Jangan buat aku nyesek karena luka yang kamu buat,” serak Octa melanjutkan ucapannya.

Aku sadar, selama ini aku nunggu kamu berubah dengan ngasih kode, nggak ada artinya. I’m okay, Jan. Aku udah biasa dibuat cemburu, sakit hati sama kamu, bahkan udah sangat terbiasa dengan sikap kamu yang trik ulur perasaan aku. Tapi sekarang? Aku nggak tahan lagi, Jan,” paraunya.

Perlahan, Rizano mengembuskan napasnya berat. “Ta, gue, kan, ngaku salah. Gue minta maaf. Gue juga janji nggak ulangi lagi, kan?” tanya Rizano.

“I—iya, Ta. Lo nggak coba maafin Jano? Lagian harusnya kalo emang elo cemburu atau risi sama kehadiran gue, bilang. Jangan dipendem,” timpal Renjana. Membuat Octa mendelik tajam ke arahnya.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang