Part 6 | Renjana peduli?

31 5 15
                                    

Hai! Siapa yang nungguin cerita ini update lagii?

Kangen nggak sama Renjana, dkk?
Kangen sama author, nggak? 🙂

Bersyukur bangett bisa update lagi. Selamat membaca! Jangan lupa vote & komennya, yaa!

***

PART 6 | RENJANA PEDULI?

“Kamu kenapa bisa sakit kayak gini? Bukannya kemarin kamu sehat, ya, Jan?”

—Renjana Malania

***

RIZANO tiba di sekolah, tepat dua menit sebelum gerbang d tutup. Hari ini, dia telat bangun karena baru tidur jam empat pagi. Semua itu dikarenakan dia belajar untuk ulangan PKN hari ini. Bahkan, saking bangun kesiangannya, Rizano lupa menjemput Octa dan belum menyalakan ponselnya sampai saat ini.

Rizano berjalan di koridor sekolah. Di antara beberapa orang yang berlalu lalang, hanya dia yang berjalan sembari memegang kepalanya dengan tangan kanannya dan jalan dengan sempoyongan secara perlahan. Kepalanya mulai teras sakit. Perutnya juga terasa panas, karena dia belum sarapan.

Rizano menghentikan langkahnya. Dia menyandarkan kepalanya di tembok sejenak. Rizano mengembuskan napasnya panjang. Kepalanya masih terasa sangat sakit. Rizano menatap sekitarnya yang ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang. Namun tak ada satu pun yang berniat menanyakan kondisinya.

Rizano mulai memegang kepalanya dengan kedua tangannya, ketika dia merasa rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Rizano meringis kesakitan. Membuat beberapa perhatian tertuju ke arahnya. Rizano sekali lagi menatap sekitarnya, dia mengembuskan napasnya kembali. Kakinya mulai melangkah, meski energinya benar-benar sudah tidak ada lagi.

“Jano!”

Suara itu membuat Rizano menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh ke belakang. Melihat Renjana yang berjalan mendekat ke arahnya.

“A—apa?” lirih Rizano. Menatap Renjana nanar sambil masih memegang kepalanya.

Renjana mengangkat alisnya. “Jan? Lo kenapa? Lo jalannya kayak sempoyongan sambil megangin kepala lo? Lo sakit?”

Rizano tersenyum tipis. “Gue...nggak papa.”

Renjana mengangkat sebelah alisnya. Tatapan nanar ditujukan untuk teman di hadapannya. “Tapi, Jan—“

“Gue mau ke kelas dul—lu, ya,” selanya pelan, lalu berbalik dan mulai melangkah pelan dengan sempoyongan.

Baru tiga langkah, Rizano menghentikan langkahnya kembali. Dia merasa pandangannya mulai kabur. Kepalanya terasa semakin sakit. Semakin lama, pandangannya semakin kabur dan akhirnya berubah menjadi gelap. Tubuhnya melemas dan langsung ambruk ke lantai koridor. Hal itu membuat beberapa orang yang ada di sekitarnya terkejut, termasuk Renjana.

“JANO!!”

***

“Octa, lo udah tau kalo Jano, pacar elo pingsan??”

Seorang gadis bernama Sintia tampak tergopoh-gopoh menghampiri Octa yang duduk di tempatnya— mengeluarkan buku pelajaran dari tasnya. Octa menoleh, menatap Sintia nanar. Hal itu membuat Octa membulatkan matanya sempurna.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang