Part 38 | Ketenangan

24 4 0
                                    

Hayo, ngaku! Siapa yang kaget pas dapet notif cerita ini update lagi?? 🤣

Yap! Surprise buat kalian. Author update di luar jadwal 🎉😎

Seneng??

Jam berapa kalian baca part ini??

—Happy reading!—

***

PART 38 | KETENANGAN

“Gue nggak tau sampe kapan ketenangan ini ada. Yang jelas, gue nggak bisa berharap sepenuhnya kalo ketenangan ini ada selamanya di hidup gue.”

—Renjana Malania

***

TIGA BULAN KEMUDIAN, Renjana terbiasa hidup tanpa ada seorang ‘Rizano’ lagi, setelah kejadian tempo hari. Renjana juga lega ketika dia mendengar bahwa hubungan Rizano dengan hubungan keluarga sudah membaik.

Renjana juga bisa merasakan ketenangan selama tiga bulan belakangan ini. Seisi sekolah mulai jarang membicarakannya, Alin tak lagi mengganggunya. Entahlah dia tidak tahu ketenangan ini akan bertahan sampai kapan.

“Ren, gue bawain bubur buat lo sarapan. Diterima mau, kan? Nanti dimakan pas di jam pergantian pelajaran.” Dimas menatap Renjana intens. Saat ini keduanya berada di depan kelas Renjana.

Renjana terdiam. Dia terus menerus menelan ludahnya. Bola matanya menatap Dimas dalam hening. Buliran keringat mulai bercucuran. Maaf saja, Renjana tidak siap dengan tatapan intens Dimas. Dia tidak kuat!

“Ren?”  Dimas menyipitkan sebelah matanya. Membuat bola mata Renjana membulat sembari menyatukan alisnya.

“Eh, iya? Ke—kenapa?” tanya Renjana sembari tersenyum canggung.

Dimas tersenyum, kemudian mengusap pelan puncak kepala Renjana. “Kenapa diem aja dari tadi, hm?”

Mampus!

Renjana semakin dag-dig-dug. Rasanya jantungnya ingin meledak sekarang juga, layaknya balon yang dihadapkan dengan panasnya api.

“Eh? Gue—“

“Nih, buruan masuk kelas. Nanti gue mau elo makan bareng sama gue di kantin pas istirahat, oke?” tanya Dimas sambil menyodorkan sekotak bubur untuk gadis itu.

Renjana tersenyum kikuk seraya mengambil kotak tersebut. “I—iya, Dim. Thanks, ya,” gugup Renjana.

***

“Ciee yang udah tenang. Kemaren-kemaren grasak-grusuk takut Renjana diambil orang,” cibir Yusuf yang disusul gelak tawanya.

Dimas menatap ke arah Yusuf sejenak. “Berisik, lo. Urusin Sila aja,” protes Dimas.

“Dimas,” panggil Renjana sembari menaruh telapak tangannya di atas punggung tangan kanan Dimas yang diletakkan di atas meja.

Dimas menoleh dan menautkan alisnya. “Hm?”

Renjana terdiam. Tangannya mulai basah seiring keringat bercucuran di wajahnya. Renjana merasa oksigen di dalam paru-parunya habis karena ditatap Dimas seperti ini lagi. Tatapan yang dia rindukan dan selalu ingin ditatap seperti ini.

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang