Part 31 | Dia nggak salah

19 5 0
                                    

Haloo! Aku update part barunya lagi, nih! Sebelumnya maaf banget kalo kemaleman yaa, soalnya author harus ngerjain beberapa tugas sekolah yang deadline-nya mepet😭🙏🏼

—Happy reading!—
Jangan lupa untuk vote, komen, dan share ceritanya ke temen-temen kalian, ya!

***

PART 31 | DIA NGGAK SALAH

“Gue lama-lama makin ilang respect sama lo tau, gak?! Lo yang ngelakuin, gue yang kena imbas! Makin jijik gue sama lo!”

—Octavia Nafisa.

***

DINGINNYA embusan angin malam, membuat Octa mengusap tengkuknya sendiri sejenak. Pikirannya masih terombang-ambing. Dia masih terpikir akan kejadian tadi. Dia...trauma dengan kejadian seperti itu. Di mana dia paksa oleh Magma dan teman-temannya—untuk mengikuti semua yang mereka mau.

Pertanyaannya, kenapa harus ada cowok kayak mereka, sih? Dan semua ini juga salah Rizano.

“Lo! Lo tunggu di situ!”

Octa memelototkan matanya. Menegukkan salivanya dengan susah payah. Tubuhnya membeku seketika. Dia menoleh dan melihat Magma, orang yang trouble maker itu berada di sana bersama teman-temannya.

“Bawa dia ke tempat yang tadi gue bilang.”

Deg.

Jantung Octa berdegup kencang. Sepertinya kepanikan mulai menyerang dirinya. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba mereka ingin membawa Octa ke suatu tempat? Untuk apa?

Saat mereka hendak mendorong kursi roda Octa dari belakang, Octa berkata, “Eh, wait. Kalian mau bawa gue ke mana? Terus kenapa kalian bawa gue ke suatu tempat? Tempat apaan? Mau nga—“

“Bacot! Ikut aja udah. Kita gak akan ngapa-ngapain lo!”

Octa menoleh ke belakang sejenak. “Gue nggak mau! Gue nggak mau ikut kalian! Kalian trouble maker, kan? Pasti kalo kalian bawa gue ke suatu tempat ada tujuannya atau...lo semua... MAU MACEM-MACEM SAMA GUE?!”

Magma mengernyit sejenak. Indra pendengarannya sempat merasakan suara Octa yang begitu memekik.

“Lo diem aja, ya. Nggak usah ada perlawanan. Lo juga cacat. Lumpuh. Mana bisa jalan? Lari aja nggak bisa. Jangankan lari, deh. Berdiri aja nggak bisa sempurna tanpa tongkat lo?” Magma tersenyum licik.

Octa mengembuskan napasnya bergetar. Dia melihat sekeliling. Sepi. Tak ada satu orang pun yang ada di dalam sekolah, selain dirinya. Maksudnya, tidak ada yang berlalu lalang di sekitarnya. Bagaimana dia bisa meminta bantuan??

Air mata itu menetes. Lagi dan lagi. Entah sampai kapan ini terjadi. Octa lelah. Octa ingin berhenti menangis. Ingin menikmati kebahagiaan di hidupnya. Tapi yang ada malah luka yang dinikmatinya. Kenapa dia harus menjadi imbas dari semua kelakuan Rizano? Kenapa?

“Makanya, mantan atau pacar elo itu si Rizano, jangan sok-sokan mau pindah circle, deh. Lo gak usah heran gue tau dari mana elo sama Rizano pacaran atau udah jadi mantan, yaa karena sejak kejadian pesta itu nama kalian berdua juga ikut kesebar walaupun cuman sementara.”

Never Be Us [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang