Hal yang paling menyakitkan adalah kehilangan jati dirimu saat engkau terlalu mencintai seseorang, serta lupa bahwa sebenarnya engkau juga spesial.
(Ernest Hemingway)
🕊
Situasi mulai tidak enak. Fikri tidak tahu harus apa sebab Afra tak kunjung bangkit dari posisi berlututnya. Gadis itu masih menunduk, mungkin ia pun telah merendahkan harga dirinya serendah-rendahnya. Di samping itu, Faza serta Dani masih mematung di sana, begitupula Chesa.
Akhirnya Dani memutuskan untuk bangkit, meminta izin pergi. Alasannya, calon istrinya sudah menunggu lama di bridal, padahal ia sendiri tidak mendapat pesan demikian. Lelaki itu cukup sadar bahwa mereka berdua mungkin tidak harus melihat dan ada di posisi ini. Elea canggung, mengantar mereka sampai pagar dan meminta maaf atas situasi dadakan yang terkesan tidak enak tercipta ketika mereka berada di satu ruang yang sama.
Setelah mobil yang dikendarai Dani melaju, situasi lenggang. Elea dan Chesa masuk, meninggalkan Fikri dan Afra berdua di ruang tamu. Sejujurnya, perempuan berusia 30 tahun itu penasaran, tetapi ia cukup menghargai privasi adiknya. Jika Fikri ingin cerita, tanpa diminta pun ia akan melakukannya sendiri. Ah, atau sebentar lagi palingan ia akan mendengar diam-diam.
"Ngomongnya di luar aja. Minumnya air putih, ya? Dawetnya habis." Tanpa menunggu jawaban Afra, Fikri melangkah menuju dapur.
Gadis itu sendiri mengangguk meski samar. Selanjutnya, perlahan Afra bangkit, duduk di atas kursi rotan di teras. Ia tak mengerti mengapa tanpa ragu bisa memutuskan untuk menghampiri Fikri. Entah apa pun alasan yang dibuat untuk membenarkan tindakannya sendiri, tetapi hanya satu hal yang dapat mendorongnya melakukan hal gila ini. Karena ia sudah jatuh terlalu dalam pada sesuatu yang mereka sebut cinta.
Ia bak mayat hidup. Berbicara ketika ditanyai, senyum sebab terpaksa, dan tidur jika matanya mulai perih sebab lelah mengeluarkan air mata. Ia tidak bahagia, jujur saja. Bagaimana bisa seorang perempuan yang telah bersuami malah memikirkan laki-laki lain? Datang ke sini untuk meminta Fikri memvalidasi perasaannya, meninggalkan Zidan yang memercayainya, Afra tahu bahwa ia adalah sosok antagonis sejati.
Fikri berdiam diri di kamar mandi beberapa saat. Dibasuhnya wajah berulang kali, meyakinkan diri bahwa yang datang padanya barusan benar-benar Afra. Lelaki itu menumpukan tangan di atas bak mandi, tatapannya kosong memperhatikan air yang beriak sebab beberapa kali ia meraupnya.
Jujur saja, ia tak siap dengan kehadiran Afra saat ini. Jika ada yang menganggapnya sudah move on, mereka sepenuhnya salah. Ia hanya berusaha untuk bersikap wajar, setiap malam menampar diri sendiri bahwa Afra adalah perempuan yang sudah bersuami dan ia tak pantas mengingat gadis itu. Dibandingkannya lagi dirinya dan Zidan, maka bertambahlah keyakinannya untuk merelakan Afra.
Kemudian mengingat perlakuan ayahnya Afra, lelaki itu melengos. Mungkin mengikhlaskan Afra dan menyakiti hati sendiri adalah tindakan naif, tetapi tak sepenuhnya salah. Fikri mengusap wajah, melirik ke arah cermin sesaat, menormalkan ekspresi, lantas keluar menuju dapur. Tak repot-repot, ia cukup menuangkan air dingin di gelas untuk Afra.
"Minum dulu," ujarnya setelah meletakkan gelas di atas meja yang membatasi dua kursi rotan tersebut.
Afra menggeleng. Ia sudah cukup kenyang menelan air mata sendiri di malam-malam sunyi. Gadis itu menyeka wajah, menatap Fikri.
"Afra masih perawan."
Fikri tidak terlalu kaget. Banyak juga wanita di luar sana yang menunda kehamilan dengan tidak melakukan hubungan sama sekali.
"Afra nggak bahagia."
Nampak jelas dari matamu, jawab Fikri dalam hati. Namun, ia bergeming. Tatapannya lurus memandang halaman yang dipenuhi rumput jepang. Sinar mentari tegak lurus menyorot bumi, sebentar lagi, posisinya tepat di atas kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teori Cinta dari Semesta
Tiểu Thuyết Chung(On Going) Update = Sabtu Fikri tahu ia tidak pantas mengemis dalam doa. Hatinya butuh cinta, tetapi kepada siapa dia harus meminta? Jika pada lembaran suci saja ia tak percaya, di rumah mana ia bisa bertemu Sang Kuasa? Seperti menjadi gila yang bu...