END

55 4 3
                                    

.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Setelah kejadian hari itu, Jiyu seperti kehilangan dirinya yang lama. Dia baik-baik saja sebelum Taehyun datang. Harusnya dia juga baik-baik saja setelah lelaki itu pergi. Bukannya merasa sakit seperti ini.

Seminggu berlalu, mimpi buruk setiap malam tak lelah menghantui. Wajah pucat tak luput terpajang setiap pagi. Tak peduli pada apa pun selain hatinya yang di limbur rindu. Dia jadi jarang berbicara. Mendadak menjadi introvert yang selalu menyendiri di pojokan kantin saat jam istirahat. Bahkan selalu menolak setiap ajakan nongkrong Lukas dan Arga.

"Kenapa nggak di susul aja ke sana?" saran Nayla yang mendudukkan diri di sofa tepat samping Jiyu.

Hening. Tak ada jawaban. Membuat Nayla mendengus kesal. "Daripada gini terus, padahal kamu bisa nyusul Taehyun ke New York."

Jiyu mendecih. "Lo gila?" Hanya itu yang keluar dari bibirnya.

"Aku serius."

"Gue yakin lo lebih kenal gimana sikap ayah lo," jelas Jiyu.

Selanjutnya Nayla langsung merogoh sakunya mengambil ponsel, lalu menunjukkan layarnya yang menampilkan brosur universitas di hadapan Jiyu. Membuat gadis itu mengernyit.

"Ini universitas New York. Mereka buka pendaftaran beasiswa bisnis untuk foreign student. Kalo kamu bisa dapetin beasiswa, terutama jurusannya bisnis, ayah nggak mungkin ngelarang."

Kembali hening hingga tercipta jarak waktu beberapa detik sebelum Jiyu akhirnya membenarkan ucapan Nayla.

Malamnya Jiyu duduk di depan komputer, mencari tahu informasi beasiswa NYU sebanyak yang ia bisa. Mulai dari persyaratan sampai deadline pendaftaran. Tidak peduli meski jam sudah menunjuk angka tiga dini hari.

Persetan dengan jurusan bisnis yang membosankan. Mengambil jurusan seni juga bukan karir yang bagus. Tingkat penghasilannya tidak terlalu menjanjikan. Rasanya seperti menjilat ludah sendiri. Setelah memaki Abraham karena tak ingin berkutat di bisnis.

Kepala Jiyu mendadak merasa gatal begitu melihat syarat nilai yang harus dia dapatkan. Otaknya serasa mendidih. Mungkin besok dia harus mulai berteman dengan kutu buku.

***

Matahari sudah terbit setengah jam yang lalu. Jiyu memakai kalung yang berisi cincin kebesaran pinjaman Taehyun. Sebelum memakai sepatu dan langsung berangkat sekolah dengan wajah cerah, secerah terik matahari.

Hal pertama yang ia lakukan begitu masuk sekolah adalah meminjam setumpuk buku dari perpustakaan untuk dipelajari. Membuat sang penjaga perpustakaan serangan jantung karena kaget. Cewek yang biasanya dihukum membersihkan perpustakaan kini meminjam buku perpustakaan.

Semenjak saat itu tak ada satu hari pun yang terlewat untuk tidak belajar. Dia Fokus pada satu mata pelajaran yaitu ekonomi. Didampingi menyempurnakan bahas inggrisnya. Pun membeli banyak buku dari Gramedia hingga menumpuk di kamarnya. Hal yang cukup membuat Sisi dan Abraham shock pada awalnya.

Hingga sebulan berlalu. Hari-hari monoton namun penuh semangat dan inspirasi Jiyu jalanani. Beberapa kali taehyun menelepon namun jarang, tampaknya cowok itu jauh lebih sibuk semenjak pindah ke New York.

Angin panas yang berhembus melewati jendela menimbulkan rasa kantuk seluruh murid di kelas IPS 3 terkecuali Jiyu yang menatap guru yang tengah menjelaskan dengan lesu tanpa semangat.

Hari-hari seterusnya berjalan dengan cepat. Setiap terbangun tengah malam atau merasa rindu dengan Taehyun, Jiyu akan belajar. Membuatnya semakin berdebar setiap kali memikirkan lelaki itu.

Ujian akhir dilakukan hari ini. Dan Jiyu baru saja menyelesaikannya beberapa menit yang lalu. Teman-temannya sampai melongo melihatnya keluar ruangan duluan.

"Masih belum ada kabar?" tanya Lukas yang duduk di kantin memakan kentang goreng,

Jiyu menggeleng. Matanya sibuk memperhatikan ruang obrolan dengan Taehyun. Sudah seminggu tidak ada kabar. Lelaki itu mendadak menghilang tanpa kabar seperti terakhir kali.

Hari terakhir ujian pun hari itu adalah terakhir kali dia bisa mengingat bagaimana rasa kehadiran Taehyun sebelum minggu berikutnya dia mulai melupakan bagaimana rasa berdebar itu. Memang benar, bahwa seseorang tidak pernah berubah. Taehyun meninggalkannya lagi untuk kesekian kalinya.

Selanjutnya satu kelas serangan jantung begitu hasil ujian di umumkan, terlebih Jiyu mendapat nilai rata-rata paling tinggi. Bahkan menggemparkan satu sekolah, Pak Jeje sampai terkena serangan jantung sungguhan. Dan sekarang masih di rawat di rumah sakit.

Dalam berjalannya waktu, Jiyu akhirnya bisa merasakan prom dan mencoret baju putih sekolah menggunakan Bubu.

Pagi ini suara burung menemani Jiyu yang duduk di teras rumah selama setengah jam terakhir, terus menerus me-refresh  gmailnya dengan tatapan serius. Dan begitu mendapat pesan dari NYU bahwa dia di terima sebagai mahasiswi dengan beasiswa full. Kontan menjerit membuat Bi Cici yang tengah membuang sampah menghampiri dengan wajah panik.

Jiyu sontak memeluk Bi Cici dengan wajah berbinar-binar.

"Bi aku di terima, aku di terima," teriaknya sambil tertawa.

Satu-satunya kesempatan untuk bertemu Taehyun sekarang sudah di tangannya. Meski tidak akan mudah. Sehari sebelum keberangkatannya ke New York Jiyu pergi ke markas BJ untuk menanyakan alamat Taehyun, hanya saja mereka sudah pindah. Karena mansionya kini kosong tak berpenghuni dengan papan tanda rumah dijual yang di letakkan di perkarangan.

Jiyu hampir gila memikirkan bagaimana dia akan mencari Taehyun di kota besar itu. Namun menolak menyerah, ia tidak akan melepaskan Taehyun lagi kali ini, apapun keadaannya. Setidaknya itu yang Jiyu pikirkan sebelum benar-benar sampai di New York, semuanya terasa lebih berat. Nama Black Jacket memang terkenal di New York. Namun tidak seorangpun tahu keberadaan mereka. Tidak satu pun dari wajah mereka pernah tertempel menjadi buronan.

Keamanan informasi tentang mereka terjaga sangat ketat. Hanya orang-orang tertentu yang terlibat di dalam dunia gelap yang bisa bertemu dengan mereka.

Jiyu hampir menyerah, namun tidak pernah mencapai puncak menyerah itu sendiri dalam tahun-tahun terakhir. 4 tahun dia habiskan. Bertemu banyak teman, mendapat banyak pengalaman, membuat kenangan remaja, tertekan karena pelajaran, pusing memikirkan. skripsi. Semua sudah ia lewati. Namun belum bisa menemukan kekasih yang telah lama hilang.

Bertahun-tahun putus kontak tanpa hubungan yang jelas. Dikatakan putus, tapi tidak pernah terjadi, dikatakan pacaran, namun seperti orang asing yang tidak tahu di mana tinggalnya seolah menjadi salah satu orang di bumi yang tak pernah di temui.

Hari ini Jiyu akan melakukan sidang tugas akhir. Waktunya siang nanti, dia masih memiliki beberapa jam untuk di habiskan guna menghilangkan gugup. Berjalan-jalan di trotoar melewati etalase toko yang tiada habis.

Langkah Jiyu berhenti di depan etalase toko stereo yang tengah memasang lagu Can't take my eyes off of you. Matanya berbinar mengingat kembali kenangan yang pernah terlintas. Berdiri diam tenggelam dalam lamunan beberapa saat sebelum selanjutnya suara ribut dari motor sport yang baru berhenti tepat di aspal pinggir trotoar sedikit mengganggu Jiyu, menyadarkannya dari lamunan.

Seorang lelaki turun dari motor dan membuka helm full face yang ia pakai. Dari kaca display yang menampilkan pantulan samar, Jiyu mendapati wajah tak asing dari pria yang baru turun dari motor tersebut. Lantas ia berbalik.

Wajah tersentak Jiyu tercetak jelas. Bertahun-tahun setelah pertemuan terakhir. Jiyu rasanya tidak percaya dapat melihat wajah itu lagi. Rahang tegas, bibir merah, dan mata yang berkilau setiap menatapnya.

"Kakak makin cantik ya."

END

GANGSTA : Dangerous Boyfriend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang