Sebuah mobil kampas berhenti di depan sebuah rumah yang bisa dibilang cukup mewah. Pengendara mobil itu keluar dan bertemu dengan seseorang yang berdiri di depan rumah mewah itu.
"Pak Radit, ini barang-barangnya diturunin sekarang?"
"Iya pak, di bawa masuk aja, nanti di taruh di ruang tengah, biar saya yang atur sisanya". Ucap seorang pria yang dipanggil pak Radit tadi.
Supir kampas itu hanya mengangguk dan mulai menginstruksi dua orang temannya untuk membantunya mengangkat barang-barang milik pak Radit ke dalam rumah.
"Pak Seto, sisa uangnya sudah saya kirimkan ke rekening bapak ya". Ucap pak Radit pada seseorang yang berdiri di sampingnya. Dia pak Seto pemilik rumah yang di beli oleh pak Radit dan keluarganya.
"Iya pak, ini sudah masuk kok. Terimakasih banyak pak".
"Harusnya saya yang berterimakasih Pak Seto".
Kedua orang itu asyik mengobrol berdua mengabaikan seorang gadis muda yang sedang berdiri menatap mereka dengan raut bosan.
Dia Alina Venus Anandita panggilan saja Alin, gadis cantik berdarah China Indonesia itu sudah bosan sedari tadi berdiri menunggu papanya selesai mengobrol dengan pemilik rumah yang belum lama ini mereka beli. Alin dan papanya pindah dari Bandung ke Jakarta karena papanya dipindah tugaskan oleh atasannya ke kantor pusat yang ada di Jakarta.
Ayahnya Alin bernama Radit Setiawan ia bekerja di salah satu perusahaan cabang yang ada di Bandung dan sekarang ia di pindahkan ke perusahaan pusat yang ada di Jakarta. Papa Alin bekerja sebagai manajer keuangan di perusahaan besar bernama PT. Adikusuma.
Alin dan papanya hanya tinggal berdua karena mama Alin meninggal sewaktu Alin masih berusia 10 tahun, dan sekarang usia Alin sudah 17 tahun berarti itu sudah 10 yang lalu sejak mereka tinggal berdua. Papa Alin sangat protektif terhadapnya semua yang ingin Alin lakukan harus mendapatkan persetujuan dari papanya dulu.
Perhatian Alin teralihkan saat melihat seorang anak laki-laki sedang bermain skateboard di halaman rumah yang ada di samping rumahnya. Entah kenapa Alin tertarik untuk melihat anak laki-laki itu dari dekat. Alin berjalan menuju pagar dengan tujuan agar bisa melihat anak laki-laki yang sedang bermain skateboard itu dari dekat.
"Alin!"
Alin menoleh saat mendengar papanya memanggil namanya. Pak Radit dan pak Seto berjalan ke arah Alin yang sedang berdiri di dekat pagar.
"Kamu ngeliatin apa?" Tanya pak Radit kepada putrinya.
Alin tidak menjawab ia hanya kembali menatap anak laki-laki yang masih sibuk dengan skateboardnya itu.
"Jangan dekat-dekat dia dek" ucap pak Seto saat melihat kemana arah pandangan Alin tertuju.
"Kenapa pak?" Tanya Alin akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Dia itu anak pembawa sial, kamu jangan dekat-dekat ya sama dia! Satu kampung di sini itu ngejauhin dia karena dia di kenal sebagai anak haram yang gak punya ayah". Jelas pak Seto dengan wajah serius.
Alin yang mendengar ucapan pak Seto hanya mengerutkan keningnya bingung.
"Alin masuk sekarang juga!" Perintah pak Radit dengan suara tegas. Alin hanya mengangguk dan menuruti permintaan papanya.
"Kalau begitu saya permisi pak Radit, semoga bapak sama dek Alin betah tinggal disini". Ucap pak Seto berpamitan kepada pak Radit.
"Iya pak, sekali lagi terimakasih atas transaksinya". Balas pak Radit sambil menyalami pak Seto.
******
"Papah, Alin kapan mulai sekolahnya?"
"Besok, papa udah daftarin kamu jadi kamu udah bisa masuk besok, keperluan kamu juga udah papa siapin semua". Ucap Radit sambil menatap sayang putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion [End]
Teen Fiction"Aku mau kenal kamu lebih jauh, biarin aku masuk ke dunia kamu." -Alina Venus Anandita "Jangan, dunia aku terlalu gelap untuk kamu yang terbiasa dengan keterangan." -Yoshi Vattel Sebastian