Semalaman penuh Alin tidak tidur karena memikirkan keadaan Yoshi, ia lihat dengan mata kepalanya sendiri betapa kerasnya pukulan papanya itu kepada Yoshi. Alin tidak bisa menghilangkan rasa kekhawatirannya karena lampu kamar Yoshi yang sedari tadi malam tidak pernah padam, Alin terus memandangi jendela kamar cowok itu menunggui kapan lampu kamar itu padam tetapi itu tidak pernah terjadi.
Alin berpikir apa yang dilakukan Yoshi sebenarnya? Apa cowok itu tidur dengan lampu menyala? Tapi itu tidak mungkin karena setiap tengah malam Alin terbangun ia pasti akan melihat sebentar ke arah kamar cowok itu dan lampunya pasti mati.
"Yoshi kamu kenapa sih sebenarnya?" Ucap Alin dengan cemas, ia sudah beberapa kali mencoba menelfon Yoshi tetapi tidak di angkat oleh cowok itu.
"Alin! Ayo cepetan keluar! Kamu gak mau telat kan?!" Teriak Radit di depan kamar Alin.
"Iya pah!" Alin berjalan menuju pintu kamarnya kemudian membukanya dan menemukan papanya sedang berdiri di sana.
"Kamu kenapa?" Tanya Radit saat melihat Alin yang muncul di balik pintu dengan kepala yang menunduk.
Alin mendongak dan menatap papanya dengan tatapan sendu.
"Pah, Alin boleh ya liat Yoshi sebentar aja" ucap Alin dengan tatapan memohon.
"Gak! Oh jadi anak itu yang membuat kamu seperti ini?" Tanya Radit sambil menatap Alin sinis.
"Kamu denger ya Alin, papa gak akan pernah membiarkan kamu dekat-dekat lagi dengan anak pembawa sial itu!"
"Papa! Papa kok jadi kayak gini sih?" Ucap Alin menatap papanya tak percaya. "Orang dewasa kayak papa harusnya lebih tau kalau gak anak yang pembawa sial di dunia ini, papa udah berubah" ucap Alin setelah itu pergi meninggalkan papanya sendiri.
Radit sendiri hanya bisa terdiam mendengar ucapan putrinya, ia tau apa yang di ucapkan Alin tidak salah, tetapi ia tetap saja tidak suka Alin dekat dengan anak laki-laki yang kata orang-orang itu tidak jelas siapa ayahnya, Radit merasa jika anak itu akan membawa dampak yang buruk kepada Alin.
******
"Ehh Nat, Lo gak kangen apa ngebully si Aram?" Tanya Dika, saat ini Nathan dan teman-temannya sedang berada di kantin sekolah, mereka ke kantin karena memang jam masuk belum berbunyi.
"Kangen lah masa enggak" bukan Nathan yang menjawab melainkan Bagas.
"Kita kangen nih Nat, kapan kita bisa bully dia lagi?"
"Kapan aja boleh, asal jangan sampai Alin tau" ucap Nathan sambil memakan cemilan yang di beli Bagas tadi.
"Gue ke kelas duluan" ucap Sora yang tiba-tiba berdiri dari duduknya.
"Buru-buru banget Ra, bareng kita-kita aja lah"
"Ada urusan" setelah mengatakan itu Sora meninggalkan meja Nathan dan teman-temannya.
"Kok gue ngerasa sikap Sora itu aneh ya?" Ucap Bagas masih menatap kepergian Sora.
"Maksud Lo?" Tanya Nathan karena ia merasa sikap Sora itu biasa-biasa saja.
"Gue ngerasa setiap kita ngomongin si Aram pasti raut muka dia langsung berubah, kayak gak suka gitu. Terus-terus Lo inget gak Dik, waktu di mobil gue waktu itu, waktu kita ngomongin Aram yang di hajar Nathan, Sora langsung teriak kan dia kayak kaget gitu"
"Iya iya gue inget! Gue liat banget muka dia kayak lagi nahan marah" ucap Dika menambahi.
"Itu mungkin cuman perasaan kalian aja, Sora gak mungkin ada di pihak si Aram, gue percaya sama dia" ucap Nathan menyangkal ucapan Bagas dan Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion [End]
Teen Fiction"Aku mau kenal kamu lebih jauh, biarin aku masuk ke dunia kamu." -Alina Venus Anandita "Jangan, dunia aku terlalu gelap untuk kamu yang terbiasa dengan keterangan." -Yoshi Vattel Sebastian