🐻 s e l a m a t - m e m b a c a 🐻
37. Tulus
.
.
.Selama beberapa hari ini Rafka tidak merawat dirinya sama sekali. Cowok itu mandi, tapi tidak makan seperti biasanya karena rasanya kurang saat Alva tidak ada.
"Afka ayo makan! Aku udah buatin sarapan"
Rafka menatap tangga rumah. Dia tersenyum dan memeluk tubuh rapuh itu "halu? Haha" kekehan Rafka terdengar pilu, dia hanya memeluk angin dan suara yang dia dengar hanyalah imajinasi.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Rafka sangat ingin mengetahui kondisi Alva, tapi Baron dan juga Dewi menutup aksesnya kerumah sakit dan dari informasi yang diberikan Verga, Alva sudah dipindahkan ke rumah sakit yang lebih baik.
Memutar balik langkahnya yang ingin kedapur untuk makan, Rafka yang tadi merasakan lapar memilih mengabaikannya. Cowok itu mengambil kunci motor, memasang jaket kulit kebanggan yang bertuliskan ATAXARIA lalu memasang helm sebelum melangkah ke garasi dan melajukan motor ke basecamp.
Anak-anak Ataxaria menatap kedatangan Rafka tanpa sorakan seperti biasa, tenang, tapi cukup membuat Rafka merasakan kehilangan "ada balapan hari ini Ga?" Sekarang pun Rafka harus rela diperlakukan berbeda oleh Zeka dan Davi yang notabennya adalah fans berat Alva. Mereka bahkan malas menatap wajah Rafka. Sementara Rafka, hanya bisa menghela nafas tanpa melakukan apapun. Tidak seperti biasa, Rafka yang temperamen, kini berubah menjadi Rafka yang lebih dingin dan tidak mau menbuang tenaganya.
"Ada, lo mau ikut?" Rafka mengangguk. Verga mengambil ponsel, setelah beberapa lama mengutak-atik benda pipih tersebut, cowok itu menatap sang pimpinan "alamat sama peserta udah gue kirim, Lo mau ditemenin?" Rafka terdiam kemudian menggeleng.
"Gak jadi" ujarnya meninggalkan tempat "Alva gak suka gue balapan, gue gak mau bikin istri gue kecewa" sambung Rafka memilih pergi dari basecamp, entah kemana. Biasanya pulang dan melihat wajah Alva yang menyebalkan adalah hal yang tidak ia sukai, tapi saat Alva tidak ada dirumah, Rafka malah tidak ingin pulang.
Angin malam yang menerpa tidak membuat Rafka mengurungkan niat untuk menjelajahi malam. Cowok itu memutuskan berhenti di taman bermain "anak gue bakalan main ke sini kan suatu saat nanti? Andai gue gak ngusir Alva waktu itu, beberapa bulan lagi anak gue lahir kan? Bisa gantiin hamba sama kesembuhan Alva dan kelahiran anak hamba gak Tuhan?" Rafka menatap langit, cowok itu duduk di pembatas jalan, menyandarkan diri di kaki bangku taman.
Sekilas Rafka bisa melihat langkah kaki wanita cantik yang tak lain adalah istrinya sedang mendorong seorang bocah di sebuah ayunan besi "Alva, maaf, maaf, maaf, maaf, maaf, gue bakalan ngasih cinta gue ke lo, gue bakalan berubah jadi lebih baik. Gue bakalan ngelakuin apapun yang lu suruh, gue--" Rafka menghentikan celotehannya, cowok itu menundukkan kepala di lipatan paha.
Sudah tahu kalau semuanya percuma dan sudah tidak bisa dikembalikan, Rafka tetap kekeh untuk meminta hal yang tidak mungkin.
Elusan di bahunya menghentikan tangisan Rafka, cowok itu menatap Alva yang tengah tersenyum ke arahnya "kamu udah sadar?" Rafka tersenyum bahagia, ia memeluk tubuh Alva yang terasa sangat dingin "badan kamu kok dingin Al?"
Pelukan mereka terurai, Alva tersenyum manis, senyuman yang beberapa hari ini tidak Rafka lihat "aku gak pa-pa, aku cuma kangen kamu"
"Aku jahat kan sama kamu? Kenapa kamu harus baik sama aku Al? Makin kamu gini, aku makin ngerasa bersalah" Rafka tidak tega dengan Alva. Dia tahu kalau dia tidak bisa berharap lebih karena sekarang Rafka bukan di dunia nyata, ini semua hanya halusinasi.
"Kamu calon ayah dari anak aku. Aku gak bakalan jahat sama kamu, kamu tau kenapa?" Rafka menggeleng " karena anak kita butuh sosok ayah dan bagaimanapun aku berusaha buat benci kamu, aku gak bakalan bisa. Aku sayangggg banget sama kamu, jangan suruh aku buat pergi" dengan cepat Rafka menggeleng, tidak. Tidak lagi, Rafka tidak akan membiarkan wanitanya pergi sebelum Rafka bahagiakan.
"Jangan pergi, aku bahagiain kamu dulu" lirih Rafka kembali memeluk Alva, tapi sepersekian detik setelah dia mengucapkan kalimat itu Alva menghilang "argh... Lama-lama gue gila karena lo Al!!!" Erang Rafka frustasi.
🐻🐻
Tangan Rafka terkepal saat dia dihadang dua orang berbadan besar di depan rumah sakit. Ini masih di pagar, belum di ruang inap Alva tapi Baron sudah memperkerjakan orang untuk menghalangi Rafka bertemu istrinya.
"Biarin gue masuk atau gue bakalan buat perhitungan sama kalian" ancam Rafka sama sekali tidak menggentarkan orang-orang suruhan Baron. Mereka bahkan tidak tau kau Rafka adalah ketua Ataxaria, karena geng motor tersebut cukup tertutup.
"Silahkan. Ini perintah" jawab salah satu dari mereka.
"Pulang! Kamu bakalan kalah kalau lawan mereka" ucap Baron yang baru datang.
"Ayah, Rafka cuma mau jenguk istri Rafka. Salah?" Pinta Rafka memelas, Baron terkekeh.
"Istri? Baru sekarang kamu mengakui gadis malang itu? Baru sekarang kamu sadar hah? KEMANA SAJA KAMU SELAMA INI, BUKAN, LEBIH TEPATNYA, DIMANA OTAK KAMU?" Baron yang terlanjur kesal meninggikan suara, persetan dengan orang-orang yang menatap mereka. Baron tidak ingin terlalu lembut dengan Rafka sekali-sekali dia harus memberi anaknya itu pelajaran.
"Silahkan kalian urus dia, apakan saja saya tidak peduli" Baron memutuskan untuk kembali ke ruangan menantunya sambil membantu Dewi mengurus Alva.
"Alva, nak, ayo bangun. Cucu ayah pasti butuh asupan makan juga, bukan dari selang, tapi makanan langsung" Baron tidak sanggup melihat wajah Alva yang semakin hari, semakin memucat. Dia khawatir pada kondisi Alva jika memburuk dan juga kondisi cucunya, meskipun masih beberapa minggu, tetap saja Baron khawatir, apalagi mendengar apa yang dokter katakan kalau resiko keguguran sangat tinggi untuk Alva.
"Alva, kamu gak kasian sama bunda? Ini sudah satu bulan lebih kamu disini, gak cape tidur terus ?" Dewi mengusap kepala Alva, kulitnya yang dingin membuat Dewi mengurungkan niat untuk memegang Alva lagi. Kulit dingin itu membuat Dewi ketakutan, sangat.
Brak
Pintu yang dibuka secara paksa membuat kedua orang yang masih sadar di sana menatap pelaku dengan tatapan sinis, mereka menatap orang-orang yang tidak sadarkan diri di belakang Rafka dan luka-luka dan lebam di wajah cowok itu.
"Ngapain kamu kesini? Mau lawan ayah juga?" Tantang Baron menghalangi.
Menggeleng, Rafka menatap sang ibu meminta bantuan "kasih Rafka kesempatan buat bikin Alva sadar Bun, Yah. Kalau aku gak bisa bikin dia sadar, kalian boleh usir Rafka"
"Oke" jawab Dewi dan Baron serempak. Cara ini belum dicoba, mungkin saja bisa berhasil mengingat Rafka tidak pernah menampakkan diri didepan Alva selama dia dirawat. Rafka mendekat, cowok itu mencium kening Alva dan mengelus pelan puncak kepalanya.
"Alva.. bangun, kamu mau apa? Bakalan aku coba turutin, kamu nolak aku hm?"
maaf Fi gantung hhe
Up lagi soalnya seneng sama komentar kalian di part sebelumnya, mood bgt <3
Kenapa kita gak mutualan wassap si? Padahal Fi selalu masukin komentar peningkat mood di wa T_T mutualan atuh biar makin dekat
Next? Votement lebih rajin 🐻
KAMU SEDANG MEMBACA
Ataxaria [ completed]
General Fiction"Afka sampai kapan aku harus nunggu?" "Afka sampai kapan aku jatuh cinta sepihak?" "Afka apa aku salah karena udah suka kamu?" "Maaf aku udah cinta sama kamu, suamiku" ---------------------------- Ini cerita tentang Alva Queensya Azalea, cewek be...