pembantu

66.3K 4K 169
                                    

01. pembantu

s e l a m a t - m e m b a c a

Suasana kantin mencekam tiap kali empat cowok anggota Ataxaria ini datang, tidak ada yang berani berbicara atau tertawa, siswa-siswi SMA Wijaya cukup takut jika singa Ataxaria berwujud Rafka Algibran Putrajaya itu marah dan membuat keributan terlebih memukuli salah dari mereka.

"Bos, tiap hari dimasakin sama Alva jadi iri deh" Daviero Abraham, anggota inti dari Ataxaria itu mencebik kesal. Wajah dan perawakan mungil menggemaskan serta kemahiran Alva dalam memasak yang tidak perlu diragukan lagi membuat Davi kagum.

"Biasa aja" jawab Rafka dingin. Cowok itu memakan masakan Alva yang diletakkan di dalam bekal berKarakter beruang, karakter kesukaan Alva. Tidak ada yang pernah menyinggung hal itu karena takut Rafka mengamuk, cowok itu tidak terduga.

"Alva cantik ya, pengen deh Zeka jadi pangerannya" Zekalion Smith Rothest. Cowok paling imut dan berwajah baby face di antara anggota Ataxaria yang lain.

Perkataan Zeka di angguki oleh yang lain tidak terkecuali Vergara Reygan Derion. Makhluk tak kasat mata yang sepertinya kembaran Rafka. Sama-sama dingin dan sulit untuk mengeluarkan kata dari mulutnya.

"Gak bakalan bisa" balas Rafka membuat Zeka menekuk wajah.

"Kenapa bos? Zeka kurang apa?"

"Lo sama dia gak seagama dan ya.. Alva juga ga pantes buat lo, dia terlalu di bawah untuk lo ataupun siapapun yang sekolah di sini" Rafka merendahkan Alva dihadapan semua orang yang ada di kantin. Bukan tanpa alasan Rafka begitu, seisi Wijaya juga tau kalau Alva adalah siswa pindahan yang kabarnya hanya pembantu dari Rafka dan dibiayai oleh keluarga Rafka sampai bisa bersekolah disini. Walaupun pintar, Alva tetap saja jadi pelayan di sini.

"Raf, lo keterlaluan" tegur Verga. Diantara mereka semua memang Vergara lah yang paling berani dan dekat dengan Rafka.

"Dia cuma pembantu Ver, gak usah belain dia"

"Iya, maaf" daripada membuat amarah Rafka tersulut, Verga memilih meminta maaf dan memakan makanannya.

"Malem ini ikut ga bos?" Tanya Davi membuat Rafka mendongak sambil meminum es jeruk yang baru datang. Rafka menatap Davi dalam, mengode agar Davi melanjutkan apa yang ingin dia bicarakan "anak-anak Draco nantangin lagi"

"Hm" Rafka berdehem pertanda iya. Anak-anak Draco memang selalu mengajak anak-anak Ataxaria untuk adu balap, adu jotos, adu mulut walaupun mereka selalu kalah. Rafka tidak perlu takut dengan mereka, karena mereka bukan apa-apa dibandingkan dirinya.

                                                 🐻🐻

Mengucek mata, Alva menoleh ke kasur dimana Rafka menyemprotkan parfum ke jaket bertuliskan 'Ataxaria' kebanggaannya "kamu mau kemana malem-malem Af?" Rafka menghela nafas, dia sudah membuat gerakan sepelan mungkin agar Alva tidak terbangun, tapi hasilnya percuma, Alva tetap bangun dan mulai merecoki dengan banyak pertanyaan. Seperti biasa, Alva cerewet, bawel, dan menyebalkan.

"Balapan" jawab Rafka malas.

"Jangan, aku takut kamu kenapa-kenapa" cegah Alva.

"Gak usah takut, gue udah biasa"

"Tapi--"

"GAK USAH NGATUR-NGATUR GUE! GUE GAK SUKA" Teriak Rafka mengambil vas bunga dan melemparkannya ke arah Alva. Tidak, kali ini tepat sasaran dan tidak meleset, keberuntungan tidak memihak Alva, lemparan Rafka mengenai kepala cewek itu, darah segar merembes turun melewati dahi Alva pelan.

"Af-ka--" lirih Alva tidak percaya. Hanya karena melarang Rafka untuk balapan, vas bunga melayang ke kepalanya. Hari ini Alva belum mati, mungkin kalau Rafka melakukan lebih seperti membunuhnya, ah semoga saja itu tidak terjadi, kapan Rafka akan bersikap lembut padanya?

Tanpa rasa bersalah, Rafka melengos pergi "nangis aja, gue gak peduli" ketusnya lalu menghilang dengan bunyi motor yang pelan-pelan semakin menghilang.Disepanjang jalan, Rafka mengumpat kesal. Lagi-lagi dia melukai Alva. Jika cewek menyebalkan itu diam dan menurut, Rafka pastikan dia akan baik-baik saja. Rafka tidak bersalah disini, menurutnya itu memang pantas untuk Alva dapatkan.

Sampai di tempat yang dituju, Rafka melepaskan helm full face miliknya. Cowok itu merogoh kantong celana, mulai mengeluarkan rokok dan pemantik.

"Widih!! Cepet juga datengnya bos" Davi dan juga anak-anak Ataxaria yang lain memberikan ketua mereka semangat yang Rafka balas dengan deheman singkat.

"Alva ga dibawa bos?" Kali ini Zeka yang berbicara. Rafka tidak menjawab, dia lebih memilih mengalihkan topik.

"Lo kenapa ikut?" Setahu Rafka Zeka itu anak mami, yah walaupun lumayan jago bertarung. Ibu Zeka itu selalu mencari anak semata wayangnya dan juga tidak memperbolehkan Zeka keluar malem lebih dari jam 9. Posesif memang.

"Hehe.. Zeka bohong sama mommy bos! Pinter kan"

"Ajaran gue tuh" cerocos Davi bangga. Rafka hanya menganggukkan kepala paham.Sirkuit balap kali ini mulai ramai, penonton mulai memadati area. Rafka dan para riders mulai memasuki lintasan "hai Raf, makin ganteng aja lo sekarang" ujar Darren mulai basa-basi "udah siap gue kalahin hari ini?"

"Masih aja dingin ya, dingin atau sok dingin? Sampai bikin Caramel pergi?"

Deg

Jantung Rafka rasanya melemah. Caramel, nama cewek itu, masa lalu kelam bersama Caramel adalah sesuatu yang membuat Rafka sedingin dan seberingas sekarang. Dulu, Rafka cowok hangat dan humoris, tapi sebelum kejadian itu, semuanya baik-baik saja "gak usah bawa-bawa cewek itu, dia mati bukan karena gue" Darren tertawa.

"Sama kayak gue kehilangan Caramel, lo juga bakalan kehilangan orang yang lo sayang, gak sekarang tapi nanti"

"Bacot"

"Ready to win ?" Seorang wanita berpakaian kurang bahan dengan warna terang membawa salah satu kain.

"Satu..."

"Dua..."

"Tiga..."

Dihitungan ketiga, bunyi nyaring motor yang bersahutan mengejar garis finish, Darren memimpin, dibalik kaca helm berwarna hitam itu Darren tertawa penuh kemenangan, tapi tawa itu berubah menjadi kekesalan karena Rafka dengan cepat menyalip.

"Gimana rasanya dibikin bahagia karena udah mau menang tapi malah dibikin kalah?" Tanya Davi memanas-manasi, tapi bicara dengan Zeka.

"Rasanya pait Vi, kayak hidup lo" Rafka dan Verga terkekeh saja, tanpa menatap Darren Rafka tahu kalau cowok itu kesal dan sangat marah sekarang.

"Cape kalah mulu dari gue? Makanya berhenti! sampai kapanpun lo gak bakalan menang lawan Rafka Algibran Putrajaya" ujar Rafka lalu memakai helm.

"Diem lo! Gue pasti bisa kalahin lo, liat aja nanti"

"Gak usah mimpi"

"Buat kalian ambil aja hadiahnya, gue gak perlu" ujar Rafka lalu pergi.

Sampai dirumah, Rafka masuk ke kamar. Pemandangan yang sudah biasa baginya kala melihat sang istri tertidur di sofa. Ada yang berbeda dari wajah yang selalu tersenyum itu, dahinya di plester dan sepertinya dia menangis karena mata cewek itu juga memerah. "Cengeng" Rafka naik ke kasur lalu mulai memejamkan mata. Tidak ada sedikitpun dalam hatinya iba untuk menanyakan apa Alva baik-baik saja, atau rasa kasihan yang manusiawi.

Ataxaria [ completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang