23.😊

4.8K 202 10
                                    

Aldo melihat keadaan Mia yang masih memejamkan matanya, dari semalam.

Persalinan nya lancar, bayi nya laki-laki. Devin menatap lekat bayi Mia dari kejauhan, karena saat ini belum bisa dilihat secara langsung karena keadaannya masih dalam pantauan dokter.

"Selamat datang didunia." gumam Devin.

_________

Iren menyuapi Mia, Mia harus dirawat inap minimal tiga hari, penjagaan nya sangat teratur, Devin menamani Mia setiap waktu, benar kata Mia saat itu, ia haru menjadi seorang pasien jika suami dokter nya ini agar selalu ada disisinya.

"Sesuap lagi ya." bujuk Iren, ia sudah seperti seorang Ibu, Mia menolak makan dari pagi, ini pun ia makan karena paksaan dan disuapi Iren. Mia menolak Devin yang menyuapinya.

"Enggak. Gue mau lihat anak gue." ucap Mia.

"Anak lo belum bisa dilihat lagi, tadi pagi kan udah lo kasih susu, dia masih dalam pantauan dokter. Takutnya anak lo kena efek dari ketuban lo yang pecah duluan." jelas Iren panjang lebar. Mia mengangguk paham, ah, tak terasa ia menjadi seorang ibu juga.

Devin datang membawa seseorang bersama nya.

"Maaf ya Mi, Cici baru dateng. Cici gak tahu kalau kamu udah lahiran." Cici menghampiri Mia, Iren bergeser membiarkan Cici untuk duduk disamping Mia.

"Gak papa kok, Cici dateng sekarang aja Mia seneng." ucap Mia, ia tersenyum lembut.

"Maaf ya." lagi-lagi Cici meminta maaf, entah maaf untuk apa, Mia sendiri tidak tahu, namun Mia dapat melihat wajah bersalah Cici padanya. Cici mengelus lembut kepala Mia.

"Pasti sakit ya Mi." ucap Cici sendu.

"Enggak, lagian aku kan dibius." ucap Mia ia menampilkan giginya.

"Tapi tetep aja, kamu itu udah berjuang, Cici jadi pengen cepet-cepet lihat ponakan Cici." ucap Cici antusias.

Devin hanya diam melihat interaksi keduanya, Cici sangat baik pada Mia, bahkan Devin sempat berpikir bahwa sodara kandung Cici bukan dia melainkan Mia.

Cici mengajak Devin keluar, ia menarik tangan Devin.

"Cici ingetin sama lo, kalau sampe Mia tahu yang sebenernya, abis lo." ucap Cici penuh penekanan. "Jangan anggap Cici sodara lo lagi." lanjutnya, Devin hanya mengangguk.

Cici menarik tangan Devin lagi. "Ganti cincin lo goblok, kalau Mia curiga gimana, gue gak mau Mia tersakiti terus." ucap Cici. Devin baru sadar ia belum mengganti cincin pertunangan nya dengan cincin pernikahannya.

"Thank udah ngingetin." ucap Devin.

"Sekali lagi lo lupa, gue potong tuh jari." ancam Cici, ia segera masuk kembali takut Mia semakin curiga, ia merasa bersalah karena menutupi semuanya dari Mia, namun jika Mia tahu Cici belum siap, kalau harus melihat Mia menangis lagi dan lagi.

Cici terus merutuki bajingan bodoh itu, kenapa harus adik nya yang menjadi bajingan, jadi ia lebih leluasa untuk membalas rasa sakit Mia.

Sebajingan apapun Devin, Cici tetap menyayanginya.

"Maaf ya lama, Cici abis minjem duit." ucap Cici sekenanya. Mia hanya mengangguk saja.

"Oh ya, nama kamu siapa?" tanya Cici pada Iren.

"Iren." singkat Iren. Cici tak ingin melanjutkan pertanyaannya, karena ia keburu takut dengan wajah datar Iren.

"Makasih udah nemenin Mia." ucap Cici.

"Lagian bukan hanya saya, teman yang lain juga ikut nemenin Mia, cuman mereka ada kelas dikampus." ucap Iren, ia berusaha ramah.

Cici hanya ber 'oh' saja.

"Mia kamu mau ngasih nama anak kamu apa?" tanya Cici.

Mia diam untuk sesaat ia juga pusing akan meminta nama anak nya dari Devin atau dari Aldo.

"Belum kepikiran Ci." ucap Mia, setelag lama diam.

"Gak usah mikirin orang lain, dia anak kamu, dan kamu berhak atas anak kamu Mi." seakan tahu isi kepala Mia, Cici dengan enteng mengatakan hal itu.

"Iya Ci." ucap Mia.

Devin masuk dengan raut wajah yang sama tidak bisa ditebak.

"Muka lo minta di rajut apa gimana?" ucap Cici mendelik tak suka. "Datar amat, gak serem gue lihat nya, malah jijik." lanjutnya.

Devin membuang napas nya berat, melawan Cici nya tak akan menang sampe kapan pun juga.

Cici melirik jam tangannya.

"Mi, maaf ya Cici harus pulang, banyak kerjaan yang belum dikerjain. Kalau ada apa-apa hubungin Cici ya." ucap Cici lembut.

"Dan lo, kalau ada apa-apa sama Mia, langsung hubungin gue. Dan jangan sampe kemana-mana, lo pergi dari sini, gue bakal bikin lo pergi dari dunia ini. Paham lo." gertak Cici pada Devin, dan lagi-lagi Devin hanya busa mengangguk.

"Yaudah, bye, Ren, Mi, Cici duluan." Cici keluar.

Setelah kepergian Cici hanya hening, Iren sibuk dengan ponsel nya begitupun Devin. Mia hanys melamun dan melihat kearah jendela, pikiran jauh menerawang masa depan anak nya nanti.

"Mi."

Mia terperanjat saat Iren memanggilnya.

"Sorry. Mm..gue mau keluar dulu ya, mau beli makanan." ucap Iren.

"Iya gak papa, lo juga makan sana." ucap Mia.

Iren segera pergi, kini tinggalah dirinya dan Devin.

Devin menghampiri Mia, ia mengelus punggung tangan Mia. Lalu mengecupnya sebentar.

"Maaf, kemarin telat." ucap Devin, Mia masih melihat kearah jendela luar.

"Mi, aku bener-bener, gak ta..."

"Gak papa, udah terbiasa kok aku maafin kamu, lagian aku juga gak berharap kamu bakal ada kemarin." ucap Mia dengan wajah dingin, ia bahkan enggan untuk menatap Devin.

"Kamu lihat aku Mi, jangan hindarin aku." ucap Devin memelas.

"Aku gak pernah berniat ngehindarin kamu." ucap Mia.

"Yaudah lihat aku kalau aku ngomong." ucap Devin.

Devin langsung menatap Devin dengan kedua mata merah nya, ia sangat membenci lelaki dihadapannya, karena ia mencintainya.

"Lo tahu kemarin gue sempat putus asa, rasa sakit, gue lihat darah banyak yang keluar, gue pikir gue bakal mat..hikss..ti." ucap Mia, lagi-lagi air mata sialan itu keluar tanpa diinginkan.

"Maaf Mi." Devin mengelus punggung Mia yang bergetar karena menahan tangisan nya yang pilu.

"Gak usah minta maaf terus, kata itu udah bosen gue denger Vin. Lo kalau mau ngurus pasien lo bisa pergi sekarang, lo kan dokter, pasti sibuk banget." ucap Mia, entah itu tulus atau mungkin menyindir Devin. Mia tahu kalau bukan pasien biasa yang selalu ditangani Devin, melainkan orang ketiga dari hubungannya.

Disini entah Mia yang orang ketiga, atau cewek sialan itu yang jadi orang ketiga dihubungnnya.

"Kamu mau nama bayi nya apa Mi?" tanya Devin mengalihkan percakapan tadi.

"Belum aku pikirkan." ucap Mia acuh.

"Boleh aku yang ngasih nama buat dia Mi?" tanya Devin lagi.

"Terserah." singkat Mia cuek.

"Abian." ucap Devin, Mia diam sejenak memikirkan nama yang baru saja Devin ucapkan apa akan cocok dengan anak nya.

"Setuju enggak?" tanya Devin, Mia hanya mengguk. "Kamu istirahat oke, jangan banyak pikiran." Devin mengecup kening Mia.

'Bajingan nomer one, padahal yang bikin gue stress tuh elu, anjing!' batin Mia ia berdecih pelan, jika ia sembuh ia berjanji tidak akan lemah lagi, ia akan bangkit menjadi seorang ibu dan Mia kuat seperti dulu lagi. Ah, sial rasa nga Mia ingin mencekik nya sekarang juga.

Sesungguhnya perempuan
Adalah ras terkuat
Sekali dia bangkit
Hancur sudah dunia mu.

_Mia_

Married By Accident [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang