Pitu

183 20 0
                                    

Deandra mengendarai dengan pelan sepeda motor milik Dipta di tengah sawah. Sambil menikmati sepoi-sepoi angin jalanan yang menerpa wajah nya dan tentu saja sorotan cahaya di sore hari yang indah. Langit nampak terang di bulan Nopember, yang biasanya di timpa hujan tetapi sekarang sedang cerah.

Ia sampai di sebuah rumah megah berlantai dua, tepat di rumah milik orang tua Dipta. Dia segera masuk ke dalam rumah setelah bertemu dengan salah satu penjaga rumah. Rumah yang lumayan besar, tapi sangat di sayangkan jika siang jarang ada orang karena mobilitas keluarga yang sangat tinggi. Ibu dari seorang Dipta ialah anggota DPRD sedangkan bapaknya ialah seorang pengusaha yang jarang ada di rumah. Bahkan tiga tahun dekat dengan Dipta ia tak pernah melihat bapak nya. Ia hanya melihat wajah ayah Dipta di foto yang terpajang jelas di rumah yang di warna crem ini.

"Deandra kamu tidur di kamarnya Dipta ya, soalnya Mas Mas nya Dipta pada balik semua."

Gadis itu mengangguk dan menarik tali tas yang di sandangnya, "om Hasan nggak balik ya Tante?"

Yang di panggil Tante itu menggeleng, "papa nya Dipta lagi di Brunei,"

Deandra mengangguk dan berjalan menuju lantai dua tepat dimana kamar Dipta berada. Ia membuka pelan pintu kamar yang tertutup. Semprotan pengharum ruangan membuat gadis itu mencebikkan bibir karena kaget. Tetapi setelahnya ia menarik napas kuat karena mencium aroma yang ia suka, lavender.

Kamar khas laki-laki yang di dominasi warna monokrom kesukaan Dipta. Di letakkannya tas yang ia sandang tadi di atas ranjang. Sekarang ia berjalan ke arah meja belajar karena menemukan sesuatu di sana. Sebuah foto dalam pigura putih membuat gadis itu tersenyum manis. Ia tak menyangka bahwa foto nya dua tahun yang lalu di abadikan di kamar ini. Foto dengan latar belakang lampion kota Solo di tahun baru Cina. Tiap tahun setiap mendekati tahun baru Cina pasti jalanan kota Solo akan di penuhi dengan hiasan lampion yang di dominasi warna merah. Karena banyak warga di Solo yang masih keturunan Cina. Tiap tahun juga lampion menjadi tempat favorit mereka berdua, lebih-lebih Dipta yang amat suka cahaya yang keluar dari lampion. Mereka bisa berjam-jam hanya untuk melihat lampion dengan berbicara bersama di pinggir jalan.

Jarinya mengelus pelan pigura itu, foto selfi sepasang kekasih yang sedang menunjukan giginya. Di balik pigura itu ada sebuah tulisan tangan khas Dipta,

Surakarta, 2 Januari 20**
Double D, Dipta Dea <3

Senyum nya semakin tertarik ke atas lalu ia menemukan sebuah sticky note yang menempel di meja belajar. Dahinya mengernyit melihat tulisan itu,

Dear Deandra yang sekarang aku yakin ada di kamarku. Aku mau kasih sesuatu buat kamu, ambil kunci lemari di kotak pensil ku ya lalu buka lemari ku yang paling kiri, segera setelah kamu baca ini sayang.

Dipta 

Tak ayal setelah ia membaca kertas itu segera ia mencari kunci yang di maksud. Walaupun ia ragu dan sungkan karena membuka lemari milik laki-laki. Tetapi karena sang pemilik langsung yang menyuruhnya membukanya ia nurut saja. Semerbak wangi parfum Jo Malone membuat dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia baru sadar betapa kaya nya Dipta dan ia merasa bagai upik abu. Matanya terkagum-kagum melihat deretan baju yang di gantung Dipta. Ada PDU Paskibra tingkat provinsi, almamater OSIS, beberapa jas, batik, hoodie serta beberapa kemeja yang ia yakin harganya tidak under one hundred rupiah's,  apalah daya baju yang ia kenakan hasil  hunting diskon 70%. Tetapi ia menemukan sebuah paperbag berwarna putih yang di talinya terdapat sebuah kartu lagi-lagi bertuliskan  untuk Deandra.

Ia segera menutup lemari dan mengembalikan kuncinya setelah mengambil paperbag. Gadis itu mendudukkan dirinya di atas kasur yang rapi walaupun tak berpenghuni, di bukanya paperbag tadi dan menemukan sebuah kertas serta kotak sebuah jam yang ia yakin sekali itu merk Chanel!

GambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang