Deandra membuang napasnya sesaat setelah keluar dari poli penyakit dalam. Sampai hari ini ia masih kontrol untuk memantau kesehatan nya. Karena orang di sekitarnya takut jika di biarkan saja semakin parah mengingat Deandra yang belakangan ini sering mengabaikan penyakit nya.
Di sampingnya ada Wildan yang baru saja pulang layar dan menemani adik perempuan satu satunya itu. Jika kata Arya kemarin Faishal tidak bisa di andalkan maka berbeda dengan Wildan, kakaknya yang satu ini lebih sigap menangani masalah. Namun ia harus siap dengan kesinisan abangnya satu ini. Tapi tak apa, sejak kecil Wildan lah yang selalu menjaganya dan menemaninya jika sakit. Wildan juga selalu mengerti perasaan nya, ketimbang Faishal yang selalu memaksa.
"Jadi ke kampus?" Tanya Wildan setelah melajukan mobil kuning milik Faishal ke jalanan Solo.
"Iya, jadwal sidang nya udah keluar."
Perjuangannya dan Arya mengerjakan skripsi akhirnya berbuah manis. Setelah beberapa kali bimbingan dan sedikit revisi semua nya selesai. Dosen pembimbing sudah memberikan paraf ACC di tumpukan skripsinya itu. Kadang ia sendiri heran, jika orang-orang sering sambat mengerjakan skripsi tapi kenapa dirinya malah biasa saja. Jawabannya karena ia hanya mengerjakan separuh bagian skripsi nya dan separuhnya Arya yang mengerjakan. Bahkan PPT untuk presentasi pun Arya yang membuat, ia hanya perlu menggaris bawahi apa saja yang menjadi fokusnya. Yah walaupun di warnai dengan drama ia sakit lalu di bantu mengerjakan oleh Arya tapi tidak apa, setidaknya ia sudah tidak menjadi donatur kampus.
"Kalau malam kamu tidur sendiri atau sama Mbah Uti?"
"Sendiri, tapi kalau bangun Mbah Uti udah ada di samping ku."
Wildan menghela napasnya, "kasihan Mbah uti kalau tidur sama kamu, kalau sakit kamu pasti ngruntuh terus tidurnya."
Wildan selalu ingat perangai adiknya saat sakit. Tidurnya selalu merintih dan membuat dirinya selalu terjaga. Karena ia tidak tega mendengar rintihan itu sepanjang malam, belum lagi suara napas yang mengi dan grok grok ketika di sertai flu. Sungguh ia juga bisa merasakan sakit jika mendampingi adiknya saat saat seperti itu.
"Kamu kalau bisa pindah kamar aja, atau ke rumah Lik Agung dulu di kamarnya Cahyo. Kamar mu itu paling depan, kalau malam buka jendela dikit aja asap rokok pasti masuk. Rame juga kalau malam berisik Ren,"
"Nggak mau, enak di situ deket jendela. Kalau siang idum."
"Kalau siang iya, kalau malam? Kamu bisa jamin apa kalau itu bukan termasuk sebab kamu sering kambuh lagi asma mu?"
"Aku di situ udah sejak dulu, kalau pun kambuh pasti juga dari dulu. Kenapa baru sekarang?"
"Kamu mikir apa sih Ren? Asap rokok bisa kerja lambat tapi mematikan, efeknya pelan pelan dan kamu udah termasuk perokok pasif walaupun cuma kena asapnya aja. Dan itu jauh lebih bahaya dari perokok aktif, kamu harusnya belajar itu juga."
Deandra terdiam mendengar penjelasan itu. Dan bodoh memang jika ia tidak tahu, bahkan ia sudah tau sejak SMP. Menyangkut kamarnya yang terletak di paling depan rumah dan langsung berbatasan dengan teras lalu pendopo tempat berkumpulnya orang di malam hari. Di malam hari itu juga tak sedikit orang yang merokok sambil latihan karawitan di sana. Itu juga tidak berlangsung sebentar, bisa sampai semalam suntuk. Asap rokok mengepul kesana kemari sampai menembus ventilasi kamar nya. Walaupun sudah terdapat filter di ventilasi, namun tak menutup kemungkinan juga.
"Mas mu kemana?" Melihat adiknya yang terdiam Wildan mengganti pembicaraan mereka,
Deandra menoleh dan hanya merenggut mendengar nya, "nggak tau, ilang lagi. Kalau ilang gini nggak boleh tanya dia kemana, yang penting nyumbang do'a."

KAMU SEDANG MEMBACA
Gambuh
Romance"Lalu apa, jangan buat aku benci diriku sendiri karena kamu pergi dari ku Ra." "Aku cuma ngerasa kalau aku nggak guna kali ini. Kamu curhat sama aku tapi aku sendiri nggak tau harus kasih saran apa ke kamu. Karena kalaupun aku kasih saran ke kamu...