Rolikur

175 18 8
                                    

Malam hari di angkringan milik kakung, Faishal duduk menepi di ujung dan menyesap susu jahenya. Duduk sendirian sambil memandang ramai pengunjung angkringan milik sang kakung. Tepat di tepi jalan ia melihat seseorang yang tengah ia tunggu sedang memarkirkan Kawasaki ninja 250 berwarna hitam. Lalu datanglah seorang laki-laki yang duduk di depannya.

Di tatapnya laki-laki yang usianya tak jauh berbeda dengan dirinya. Namun dari penampilan laki-laki di depannya ini penuh dengan wibawa serta ketenangan. Serta wajah yang sangat sulit ia akui jujur bahwa laki-laki ini memiliki pahatan sempurna karena yang tanpan hanya dirinya saja.

"Jauh banget nggak Bang dari Kartasura ke Sukoharjo pinggiran gini?" Tanyanya saat sang laki-laki sudah duduk dan memesan kopi hitam.

Laki-laki itu menggeleng, "lumayan," lalu melirik-lirik sekitar dan jatuh pada rumah milik kakung Narto yang gelap di bagian ruang tamunya, "Deandra nggak keluar kan?"

Faishal menggeleng, "nggak mungkin kalau masih ada aku di sini, dia masih marah. Makanya aku ajak Abang ke sini,"

"Kamu mainnya deket kandang banget, aku yang harus berkelana. Balik jam berapa nanti aku," laki-laki itu menggelengkan kepalanya tak paham,

"Ye dikira aku nggak tau po kalau diem diem Abang ke sini kalau Deandra nggak ada,"

Namun tak ayal laki-laki tadi mengangguk dan tersenyum, "iya, gimana yang kemarin? Dia udah nggak papa kan?"

"Udah lebih baik tapi aku minta sama kakung Uti buat lihatin terus. Tapi kalau di pikir yo betul katane Deandra, sedekat dekat nya dia nggak bisa sama rasanya kalau di dampingi orang tuanya."

"Aku juga bakal gitu, tapi setelah bertahun-tahun dia lagi ngerasa hari ini?"

"Mungkin nggak, dia baru berani bilang aja ke kita. Tapi begini lebih baik daripada dia ikut di rumah dinas ayah. Ayah sama bunda ku mobilitas tinggi, pasti Deandra kesepian di rumah."

Tak ayal laki-laki di depan Faishal menganggukkan kepalanya, "aku sebenarnya nggak pingin ngulur waktu tapi aku kasihan sama Deandra. Dia pasti sudah terlanjur dalam sama Dipta,"

"Justru kalau abang nunggu Deandra lulus itu sama aja biarin Dipta nemenin Deandra. Dia kemarin juga berontak pingin daftar Kowad,"

"Jangan sampai dia daftar ya Cal, aku nggak bisa biarin dia ngerasain hal yang sama kaya kita. Dia mungkin saja kuat mental tapi fisik nya masih ringkih," memanggil Faishal dengan sebutan Ical,

Faishal tersenyum kecut mendengarnya, "aku juga nggak bakal setuju, apalagi kemarin dia baru kambuh lagi."

Lalu hening setelahnya. Laki-laki di depan Faishal itu hanya diam dan menghela napasnya. Hampir tiga belas tahun ia menunggu Deandra dan ia selalu memantau gadis itu dari jarak sedekat yang ia bisa.

"Kamu belum bosan Bang?" Tanya Faishal memecahkan keheningan di antara mereka. Padahal suasana angkringan sedang ramai dengan live musik oleh para pengunjung.

"Nggak akan pernah bosan," lalu mengeluarkan sebuah tas ia bawa, "dia masih minta ini kan?"

"Loh? Kamu beli ini Bang? Aku aja yang kakaknya mikir puluhan kali buat beli kok, daripada tak beliin kamera mending tak beliin sepeda motor buat dia." Sanggah Faishal saat laki-laki tadi menyodorkan kamera Sony A6400 yang Deandra inginkan beberapa bulan ini.

"Aku tau, tapi bagi kami yang punya hobi nggak akan kerasa mahal. Yang penting kita bisa nikmati kesukaan kami, lagipula kalau udah suka semua pasti di trabas juga." Lalu tangannya membuka kardus dan mengeluarkan isinya, "ini punyaku, baru beli juga beberapa minggu yang lalu. Tapi berhubung aku jarang ada waktu buat hunting foto, jadi buat Deandra aja. Semoga nanti bisa balik lagi jadi barang kita bersama."

GambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang