Kata orang menerima seseorang dari masa lalu itu artinya dia juga harus menerima perjalannya. Perjalanan panjang orang itu sampai bisa bertemu dengan masa depannya. Perjalanan yang bukan hanya bahagianya saja namun juga masa kelam yang membersamai. Begitupula dengan Arya yang memperlakukan Deandra. Walaupun gadis itu masih di liputi rasa bimbang namun dia ingin batin gadis itu tenang dan tidak di selimuti tanda tanya.
Ada beberapa puzzle kehidupan Deandra yang masih rumpang. Bagian-bagian itu di sembunyikan dari orang orang di sampingnya. Maka cara melengkapi itu ialah menemui orang yang membawa setiap bagian hidupnya untuk menemukan lagi bagian yang hilang.
"Ini," Laki-laki itu menyerahkan selimut yaang telah ia buka dari plastik penutup. Lalu memakainya pada Deandra yang sudah terlihat lelah,
Perjalan malam akan mereka tempuh dari Solo menuju Bandung. Kereta malam yang mereka tumpangi sudah berjalan sejak satu jam yang lalu dan mereka masih terjaga melihat pemandangan di luar kereta yang melaju kencang.
"Di minum dulu ya," setelah itu memberikan satu cup kopi rendah kafein, kopi dengan berbagai varian rasa itu.
"Kamu pernah naik kereta?" Tanya Arya setelah gadis itu meletakkan gelas kopinya.
"Nggak pernah kalau di ingat, atau mungkin aku lupa." Dengan mengigit sisa roti O yang baru ia tahu rasa dan aromanya sangat wangi itu. Jika ia di tanya sekarang parfum apa yang ia suka, mungkin ia akan menjawab aroma dari roti O.
Arya hanya mesem lalu melepas kacamata Deandra agar gadis itu bisa segera tidur. Bantal leher yang gadis itu kenakan sudah menempel pada kursi,
"Aku capek pakai kacamata, mau lasik aja."
Arya berdecak pelan, "kan aku udah bilang minus mu masih kecil, coba rutin minum jus wortel."
"Tapi kan aku nggak suka wortel, kamu Mas malah nyuruh Mbah Uti nyekokin jus wortel tiap hari."
"Dikira lasik itu murah apa? Kalau bisa berkurang sama wortel mending di terusin dulu barang dua bulan dan rutin." Alasan sebenarnya tidak membolehkan Deandra lasik itu karena ia suka melihat Deandra yang memakai kacamata. Karena gadis itu nampak manis di balik kacamata yang bertengger di pipinya, bukan hidung karena hidungnya pesek.
Deandra mengerjabkan matanya lalu melihat keluar. Samar samar ia bisa melihat pepohonan berjajar lalu di kacanya tiba-tiba di jatuhi rinai hujan. Jika ini terjadi di waktu pagi hingga sore maka akan menjadi pemandangan yang magis. Namun malam menutup harapannya,
"Ren, setelah ketemu Gatra nanti aku harap kamu bisa sedikit damai sama masa lalu kamu ya. Jangan terbayang-bayang terus karena yang kamu pikirkan saja sudah bisa berdamai dengan keadaan."
Deandra merapatkan selimutnya lalu menatap Arya, "dari dulu aku selalu tanya gimana kondisi Gatra, tapi semua nggak ada yang mau jawab aku. Selalu aja ngalihin pembicaraan kalau aku bahas dia dan aku malah berasumsi kalau Gatra itu sudah nggak ada."
"Aku nggak tau juga kenapa orang-orang nggak mau kasih tahu kamu. Tapi aku pikir mereka nggak kasih tahu kamu karena takut kalau kamu menyalahkan diri kamu atas apa yang terjadi."
"Pastilah, toh emang karena aku kan. Kalau dia nggak ikut aku pasti dia nggak bakal kenapa-napa."
Arya menggeleng, "kamu tidur aja deh, yang penting besok kamu bakal ketemu Gatra dan tahu sendiri."
Deandra terdiam namun mulai meringkuk di kursinya. Apa yang akan datang esok hari semoga bisa memperbaiki perjalanan hidupnya yang selama ini di selimuti kabut tebal.
Seperti biasa siang itu murid-murid SD swasta terlihat bermain main di jam istirahat. Nampak mereka asik dengan dunianya sendiri. Ada yang makan dan jajan di kantin, adapula yang bermain main di halaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gambuh
Romance"Lalu apa, jangan buat aku benci diriku sendiri karena kamu pergi dari ku Ra." "Aku cuma ngerasa kalau aku nggak guna kali ini. Kamu curhat sama aku tapi aku sendiri nggak tau harus kasih saran apa ke kamu. Karena kalaupun aku kasih saran ke kamu...