Sepuluh

200 20 0
                                    

R A D I P T A

Asli jika dia bukan pacarku maka aku sudah meledak-ledak sejak tadi. Niatku pulang ke Solo karena ingin bertemu dengan Deandra tetapi dia malah membuatku kesal saja. Jika di tanya hal mana yang seharusnya tak ku percaya dari seorang wanita? Jawaban dariku ialah jangan berikan dia motor lebih dari satu minggu. Maka kendaraan itu sudah tak berupa lagi.

Lihat saja sekarang motorku yang halus, tanpan nan rupawan sekarang sudah berubah sangat. Aku yakin pasti oli mesin sudah menjadi hitam pekat seperti ban motor. Stang yang agak oleng membuat ku takut serta beberapa bercak-bercak lumpur di sana sini. Sungguh aku sangat sayang padamu Ra!

"Jangan helm bogo deh, aku nggak suka. Jangan Cargloss juga, aneh bentuknya. Yang kaya helm Honda ada nggak Dip?"

Aku hanya diam setelah dia menyebutkan apa yang ia mau. Padahal aku sudah memilihkan helm yang bagus untuk dia. Tapi lagi-lagi aku hanya pasrah dan ingin melihat dia bahagia, baiklah aku di buat bucin akut pada gadis satu ini.

"Ini?"

"Yang warnanya jangan ijo,"

"Nggak mau kembaran sama aku yo?"

"Boleh deh,"

Pintar sekali dia ini, jadi makin makin sabar aku ini. Dan dia pintar karena helm ini lebih mahal dari helm bogo dan cargloss yang ku perlihatkan tadi.

"Dip aku masih ada kelas nih jam setengah satu, nanti anterin aku dulu ya?"

Aku hanya mengangguk dan kembali memasukkan dompet ke dalam tas yang ku tenteng. Tidak papa Dip lagipula waktu untuk menunggu Deandra bisa di gunakan untuk mengganti oli dan mencuci Supri.

Selepas mengantarkan Deandra ke UNS aku memutar ke arah Kenthingan. Kalian pikir aku akan ke RSJ?! Aku belum segila itu sampai harus ke RSJ, di sana ada bengkel milik kawan ku.

Bengkel lumayan ramai dan masih ada dua motor lagi yang antre. Tetapi karena aku sudah membuat janji sejak Deandra masih rewel memilih helm maka aku tak harus antre lagi.

"Hitam banget Dip! Deandra pandai banget ngurus motor hahahaha." Suara Langga membuat ku menghembuskan napas.

Benar saja oli mesin berwarna hitam mulai mengalir saat di buka. Ini baru satu tahun di bawa Deandra jika lebih dari satu tahun dan tidak di ingatkan akan jadi apa?

"Ngga, Cahyo nggak pernah mampir ke sini?" Aku ingin bertanya dan menghantam kepala Cahyo karena tak memberi tahu bagaimana merawat sepeda motor pada Deandra.

"Ndhek Minggu wingi bar rene karo Iwank. Eh Dip," Panggilnya setelah itu tanpa mengalihkan mata dari oli yang masih mengalir.
[Minggu kemarin habis ke sini sama Iwank]

"Ngopo?"

"Bukanne aku meh manasi kowe yo. Tapi udah beberapa kali aku lihat Deandra jalan bareng sama cowok,"

Aku mengingat ingat memang semenjak kuliah Deandra sudah menceritakan beberapa teman laki-laki nya. Salah satu yang sering di ceritakan itu Jordan dan aku juga sudah berusaha kenalan dengan Jordan walaupun masih sebatas lewat ponsel selama di Magelang.

"Jordan?"

"Dudu, kalau Jordan aku lumayan tahu lah. Tapi kayaknya dia bukan satu jurusan sama Deandra, orang nya agak gimana gitu."

***

"Dip habis Wisjur kemaren hp mu nge lag nggak? Pasti banyak pesan masuk tuh," pecahnya sesaat setelah kami duduk di karpet rumah milik kakungnya,

"Iya sih, makanya aku pakai ponsel Mama dulu waktu itu."

Pikiran ku masih mengganjal tentang laki-laki yang di bicarakan Langga tadi. Tapi aku belum berani bertanya karena aku menunggu dia untuk cerita sendiri.

GambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang