43. Belukar

202 24 8
                                    

Satu bogeman mentah hampir mendarat kasar di wajah Arya. Namun gerak refleks prajurit baret merah itu tak perlu di ragukan lagi. Di penghujung malam yang panjang bagi Adipati, emosinya meluap-luap untuk di salurkan pada laki-laki yang akan menggantikan posisinya seumur hidup. Sudut sepi lingkungan Grup 3 Kopassus tak membuat dia gentar untuk menghajar salah satu penghuni markas elite itu.

Mendapati Arya yang sedang berada di tempat asalnya tanpa pikir panjang Adipati langsung menghampiri.

Siapa sangka Arya meladeninya dengan senang hati.

"Asu kowe Mas! Aku yang udah lama sama Deandra kenapa kalah sama kamu yang modal perjodohan bajingan!" Napas Dipta memburu dengan melayangkan tinju ke wajah datar Arya yang terlihat tenang.

"Lepasin dia buat aku! Dia punyaku, cuma aku yang boleh sama Deandra!" Kini kakinya yang melayang ke perut Arya dan mengenai sedikit pinggang laki-laki itu.

Pukulan-pukulan Dipta terus melayang tanpa arah karena di landasi dengan emosi yang meluap. Napasnya terengah-engah dan akhirnya mengerang keras saat kepalanya makin berat.

Arya yang melihat itu hanya membuang napasnya pelan lalu duduk berjarak dengan Adipati. Dia perlu banyak bicara dengan laki-laki yang ada di depan matanya itu.

"Apa tujuan kamu sebenarnya ngelakuin ini? Berguna nggak buat kamu?"

Dipta mendengus mendengar pertanyaan bodoh Arya.

"Konyol." Pungkas Arya yang membuat Dipta kembali meradang.

"Konyol apane su!" Balasnya masih emosi dan membuat Arya kembali menggelengkan kepala.

"Kalau kamu kaya gini supaya Deandra balik ke kamu, nggak guna. Aku nggak bisa lepasin dia ke kamu yang gegabah kaya gini, yang pikirannya pendek, nggak mikir ke depan. Apa pantas dia dapat orang kaya gitu?"

"Maksud mu aku gak pantes buat Deandra?"

"Ya. Kecuali Deandra sendiri yang milih kamu tanpa paksaan aku bakal lepasin dia. Dia berhak milih, tapi kamu harus berkaca. Kamu sebatas cinta atau obsesi? Bukannya cinta itu bahagia ketika lihat dia bahagia?"

"Itu namanya munafik! Ya dia bahagia tapi aku nelangsa!"

"Itu juga namanya egois. Dan jawaban ku tentang Deandra, nggak. Aku nggak bisa biarin dia lagi. Kamu jangan coba dekati dia karena dia punyaku. Kita sama sama egois, aku tahu dan aku mengaku."

"Kowe sopo Mas? Apa hak mu larang aku! Apapun pilihan Deandra nanti aku pastikan aku yang menang. Selagi dia belum sah di mata Tuhan, kenapa aku diam! Jangan halangi aku."

Arya berdiri dari duduknya dan melangkah pergi, "siapa kamu? Pergi, di sini bukan tempatmu."

.

Pagi hari di kediaman orang tua Deandra. Rumah dinas itu nampak hidup dengan datangnya kedua anak mereka, Wildan yang sedang sandar di Armabar dan Deandra yang masih di tahan kedua orangtuanya.

Namun mari kita lihat Deandra yang kini di duduk kan berhadapan dengan Arya serta Egi sebagai hakim pagi ini. Seorang Pati di lingkungan Mabesad itu mengulurkan sebuah map pada keduanya.

"Ren, masih mau main-main sama Dipta? Kasihan anak itu kalau harus melakukan hal yang sia-sia."

"Sia-sia gimana yah?" Tanya gadis itu yang membuat Egi mengerutkan dahinya.

"Sia-sia karena ayah nggak bisa kasih restu ke Dipta. Ren, Mas Arya udah nunggu kamu dari kamu masih kecil sampai sekarang. Dan dia juga sudah minta kamu jauh sebelum Dipta. Lalu Dipta harus di apakan? Kalau jawaban ayah sudah jelas Mas Arya. Nggak boleh ayah terima laki-laki lain selain Mas Arya kan? Dan kamu harus tau Ndhuk, Dipta itu beda dari kamu."

GambuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang