Alinea Kedua

2.3K 197 12
                                    

(Swastika's PoV)
*
*
*


Dalam Bingkai Kenangan 1
Gara-gara Amanda mandi terlalu lama, pagi ini aku harus datang terlambat. Mana hari pertama MOS pula. Ya Gusti, apa kata para kakak kelas saat tahu ada anak baru yang sudah datang terlambat di pembukaan MOS?

Sepanjang jalan aku merutuk. Tidak peduli kalau Amanda sedang mengoceh. Paling-paling membicarakan kehebohan sinetron dengan banyak drama menguras air mata yang selalu tayang pukul tujuh setiap malam.

Kami menitipkan sepeda di penitipan khusus yang tidak jauh dari sekolah dan menyerahkan kuncinya ke gadis itu. Sementara Amanda berjalan santai, aku sudah berlarian mendahului. Untuk ukuran Amanda, pukul enam pagi masih terlalu pagi untuk sampai ke sekolah, tetapi tidak denganku. Peraturan MOS SMA itu mengharuskan para anak baru untuk datang pukul setengah enam dan aku baru sampai di depan gerbang pukul enam lebih tujuh menit.

Luar biasa, bukan?

Tatapan-tatapan galak tiga kakak OSIS sudah siap menghajarku--satu cowok dan dua cewek.

"Tahu aturannya untuk datang jam berapa, 'kan?"

Aku mengangguk. "Tahu, Kak."

"Terus, kenapa baru datang jam enam lewat?" Seorang kakak OSIS cowok dengan name tag Agam Dwi Saputra menatap paling galak.

Kuberi tahu atau tidak alasan yang sesungguhnya? Pengalaman, nih. Mau alasan semasuk akal apa pun, mereka tidak akan menolerir kesalahan dan ujungnya tetap dihukum.

Aku hanya menyeringai sambil menggaruk kepala berkepang tujuh belas. Usai gelaran MOS ini, pasti rambutku jadi kribo karena selama tiga hari harus dikepang sejumlah tanggal lahir.

"Kamu dari gugus mana?" Kakak OSIS ber-name tag Marisa Laila Harun kembali bertanya.

"Gugus Biru, Kak."

Tatapan Kak Marisa jatuh ke plang nama dari kardus yang memuat nama seorang aktris Bollywood. Silva Shetty, aktris berbibir seksi yang pandai menari itu memang aktris favoritku.

"Okeh. Kamu bisa masuk ke gugus sekarang, tetapi pulang sekolah nanti jangan langsung pulang. Kamu tunggu di lapangan basket untuk hukumanmu."

Aku mengangguk atas perintah Kak Marisa lalu beranjak.

"Yang cowok terlambat tadi juga dari Gugus Biru, 'kan?" Suara Kak Marisa masih terdengar saat aku sudah beberapa meter dari gerbang.

"Iya. Si siapa itu? Akhsay Kumar, ya. Cocok sekali. Apa mereka mau kita suruh memperagakan adegan film Dadhkan?"

Kedua kakak OSIS perempuan saling terkekeh karena usul Kak Agam.

O, jadi aku tidak sendiri saat nanti menjalani hukuman. Baiklah. Tidak masalah, Suwa. Ada teman senasib sepenanggungan.

***

Kesialan masih terus berlanjut. Saat sampai di kelas pun, aku tidak bisa langsung masuk. Tiga kakak OSIS yang mengawas Gugus Biru sudah siap untuk mengulitiku dengan tantangan lain.

Aku sempat menengok ke arah Laras. Dia melambai sambil tersenyum penuh kemenangan. Karena apa? Bangku di sebelahnya masih kosong. Dia menepuk-nepuk bangku tersebut, tanda bahwa sudah menyiapkan khusus untukku.

Teman yang baik. Begitulah dia kalau sudah terikat denganku.

"Sebagai hukuman ...."

Aku terkesiap, kembali fokus untuk mendengarkan kalimat Kak ... Ratna.

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang