Alinea Ketiga Puluh Tiga

794 100 7
                                    

Ponsel di meja Swastika berdenting. Satu chat masuk dari Laras.

LarasIsma
Hangout, yuk!

Anda
Ke mana?
Berdua aja?
Kanisya?

LarasIsma
Kanisya lagi dibawa adeknya Mas Anan. Lagi dipinjem tuh anak. Mumpung enggak ada dia, yuk hangout.

Anda
Berdua aja?

LarasIsma
Ajak Bella, yuk.
Dia masih di sini.

Anda
Tumben lama di sini.

LarasIsma
Entar kita tanyain.

Anda
Yaudah, gih.
Tanyain orangnya.

Balasan dari Laras terhenti beberapa menit. Sambil menunggu, Swastika mengecek hasil antologi anak-anak Mading. Ada tiga antologi yang sudah terkumpul untuk semester ini dan akan segera diterbitkan dalam bentuk buku. Khusus untuk antologi, Swastika akan memegang bagian editing. Selain memang ada honor lebih yang akan diberikan pihak sekolah, Swastika pun ingin memberi tahu lebih detail letak kekeliruan-kekeliruan yang dibuat anak-anak Mading dalam naskah antologi tersebut ketika memegang kendali revisi nanti.

Ponselnya kembali berdenting. Satu chat lagi masuk dari Laras.

LarasIsma
Bella okeh.

Anda
Kapan?

LarasIsma
Sore ini mau?
Ke kedai kopinya Bayu, yuk!

Anda
Boleh
Ketemuan di sana?
Kamu jemputlah

LarasIsma
Kebiasaan 😑
Ujungnya pasti saya yang nyetir

Anda
Harus!

LarasIsma
Sebel! 😑

Anda
Tapi ngangenin

LarasIsma
Iya 😭

Anda
Wakakakak

Senyum mengukir di bibir Swastika. Meski sudah berteman dengan Laras bertahun-tahun, tidak pernah dirinya merasa bosan dengan perempuan itu. Meski jarang chatting karena kesibukan masing-masing, sekalinya saling berbalas pesan, mereka akan sibuk mencandai satu sama lain. Rasanya, hidup agak kurang lengkap kalau belum menjaili Laras. Bahkan saking tidak ingin berpisahnya, Laras mati-matian belajar untuk bisa masuk ke universitas pilihan Swastika yang cukup bergengsi kala itu. Meski berbeda jurusan, akhirnya perjuangan Laras tidak sia-sia. Suka duka mereka jalani di bawah atap indekos yang sama untuk menggapai impian masing-masing.

Untuk Laras sendiri, Swastika bukan sekadar sahabat. Saat mereka kuliah di luar kota dan jauh dari orang tua, Laras menganggap Swastika adalah ibu pengganti. Wanita itu yang selalu menyiapkan makanan sehat dan enak selama mereka merantau. Meski, ya, uang lauk dan nasi tetap harus patungan. Bukan saja tukang masak yang andal, Swastika adalah manusia yang selalu bisa membangkitkan semangatnya kala tumpukan tugas mulai melemahkan tekad.

"Kamu mati-matian masuk ke sini, ya, jangan lantas nyerah begitu ajalah, Ras. Tugas itu bukan untuk diratapi, tapi dikerjakan. Dicari solusinya, ditinjau materinya, bukan diliatin doang. Nontonin drama Korea aja bisa sampai begadang, masa ngerjain sepuluh soal aja udah KO?"

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang