(Swastika's PoV)
*
*
*Dalam Bingkai Kenangan 11
Sebagian seragamku basah saat sampai di sekolah. Coba saja Amanda tidak kelamaan di dalam kamar mandi, aku bisa datang lima belas menit lebih awal sehingga terhindar dari guyuran gerimis. Untung baru gerimis. Kalau sampai langsung hujan deras, aku bisa kuyup pas sampai di sekolah.Senangnya, aku jadi tidak perlu menyiram anak-anak taman. Mereka sudah mendapat kesejukan alami dari langit. Rintik yang membasuh setiap mahkota mawar yang sedang mekar menjadi moodbooster pagi ini. Ya, tak apalah sedikit basah. Keangin-angin sedikit nanti kering sendiri.
Setelah melepas sepatu dan meletakkannya di rak khusus alas kaki yang kami letakkan di pojok depan dekat pintu masuk, aku bergegas ke bangku; meletakkan tas dan mengeluarkan buku paket Biologi untuk mengulang beberapa materi yang tadi pagi tidak sempat terbaca. Mumpung cuaca mendukung untuk mood lebih bagus dan aku tidak punya bahan bacaan hari ini, jadilah aku bercengkerama dengan buku pelajaran. Tidak lupa menyumpal telinga dengan earphone lalu memutar lagu untuk menemaniku memahami Ekologi dan Lingkungan Hidup.
Lima halaman berlalu. Kutengok jendela di sisi kanan. Hujan di luar sana menderas. Masa penghabisan, begitu sering aku menyebut hujan yang turun pada hari-hari di bulan Maret.
Anak-anak X-4 mulai berdatangan. Beberapa orang juga tampak sepertiku. Seragam mereka basah di beberapa bagian. Ya, hujan hari ini cukup datang mendadak. Aku yang biasanya bisa menduga hujan akan datang atau tidak saja sampai terjebak gerimis.
Aku kembali melanjutkan bacaan untuk menunggu bel berbunyi. Sesekali, bibirku tanpa sadar mengikuti lirik demi lirik yang mengalun di telinga. Lirih saja agar tidak mengganggu teman yang juga sedang mendalami materi untuk ulangan.
Tidak seperti kalau menghadapi ulangan Fisika, Kimia, Matematika, atau Ekonomi. Saat menghadapi ulangan Biologi, anak-anak X-4 cenderung lebih santai. Barisan kursi baru benar-benar penuh lima menit sebelum bel masuk. Beda cerita kalau yang diujikan empat mata pelajaran di atas. Mereka akan datang lebih pagi, grasak-grusuk mencocokkan jawaban dari soal latihan sebelumnya, dan sibuk menggeretku atau Langgam atau Arum untuk memberikan sedikit bocoran model soal macam apa yang kira-kira akan keluar.
Ya, mana kami tahu, 'kan? Yang jelas model soal tidak akan jauh-jauh dari bab yang sudah dibahas.
***
"Jam kosong, woi! Guru-guru lagi pada rapat untuk persiapan Ujian Nasional kelas XII!" Wawan datang membawa kabar sebelum bel istirahat berakhir. Masih lima menit lagi, sih.
"Serius? Demi apa? Jangan ngibul kau!" Laras sudah bersiap untuk melemparinya tisu kalau-kalau hanya berita bohong yang dibawa Wawan.
"Percayalah sama Abang Ganteng ini, Neng Laras." Wawan menaikturunkan alis.
"Astaga! Ya Tuhan! Kalau kamu yang mukanya begitu dibilang ganteng, terus jeleknya yang segimana?"
Wawan langsung cemberut. "Kalau ngomong, tuh, saring kali, Non."
"Kopi kali, ah, disaring." Laras mencebik.
"Serius enggak, nih, Wan? Tampangmu, kan, pembohong ulung." Kali ini, Bella yang meragukan. "Wa, pinjem earphone."
"Telingamu congekan enggak?" Aku memasang wajah waspada.
"Amit-amit, ih, Wa! Enggak ada dalam sejarah keluarga kami yang congekan."
Aku terbahak. "Ya, kali, pas generasimu ada."
"Amit-amit."
Kuserahkan earphone ke Bella. Kasihan kalau tidak dikasih. Dia bisa tercenung tanpa alasan karena tidak tahu mau melakukan apa untuk menghabiskan jam kosong ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Lama
RomancePada akhirnya, setiap kebetulan hanyalah serangkaian takdir dari Tuhan untuk setiap anak manusia. Langgam mendapat kiriman surat undangan, sebuah novel, dan selembar amplop dari teman lamanya. Dalam amplop tersebut, Langgam dikejutkan oleh sebuah k...