Ketukan di pintu menyadarkan Langgam dari lamunan setelah membaca lanjutan novel Dalam Romansa Abu-abu milik S. Tika. Bahkan dia sendiri baru ngeh pernah mempertanyakan dan mengungkapkan tipe perempuan yang menjadi idamannya, yang justru berbanding lurus dengan postur Swastika.
Astaga! Secara tidak langsung, alam bawah sadarnya sudah tertarik dengan wanita itu sejak lama. Sejak kapan? Sejak kapan semuanya bermula?
"Mas Langgam, ada Mbak Laras. Katanya sudah buat janji dengan Mas Langgam." Suara salah seorang pekerjanya kembali menyadarkan Langgam.
"O, ya. Suruh masuk ke sini saja."
Beberapa hari lalu, Laras menghubungi dan meminta bertemu di bengkel furnitur untuk membicarakan pesanan perempuan itu.
"Selamat sore, Bapak Langgam. Maaf mengganggu waktunya." Laras muncul dengan senyum semringah.
"Selamat sore, Ibu Laras." Langgam terhenyak saat Laras muncul tidak sendirian. Di belakangnya, wanita yang akhir-akhir ini seperti membangkitkan ketidaksadaran yang tertidur cukup lama, kembali muncul di hadapannya.
"Jangan kaget gitu, Mas. Kayak baru ketemu aja, sih." Laras menahan tawa melihat ekspresi kaget yang cukup jelas di wajah Langgam.
"Enggak kaget. Cuma agak ... terhenyak aja." Langgam membela diri.
"Apa bedanya? Intinya sama, 'kan?" Laras masih tidak mau berhenti untuk memojokkan Langgam.
"Jangan mulai ngajak berantem." Langgam mengirim tatapan galak.
Swastika yang melihat perdebatan kecil di antara dua teman lamanya hanya bisa terkekeh. Mereka masih tak ubahnya seperti dulu. Mereka bertiga, lebih tepatnya, memang sangat suka saling menjaili dan berdebat untuk masalah sepele.
"Sudah, sudah. Jangan berantem di sini. Malu, ih." Swastika melerai. "Aku boleh duduk, Lang?"
"O, boleh, boleh. Silakan duduk, Wa. Gara-gara ibu satu anak ini, aku malah mengabaikan tamu baik hati."
"Heh? Emang aku tamu yang bagaimana?" Laras mendelik galak.
"Tamu yang ngeselin."
"Aku, tuh, ngangenin tau!" Laras menyusul duduk di samping Swastika. "Terakhir aku ke sini, kayaknya belum sepenuh sekarang, ya, Mas?"
"Rezeki mas-mas baik. Pelanggan makin bertambah. Stok bahan dan model pun harus nambah pula. O, ya. Mau minum apa?" Sebagai pemilik yang baik hati, tentu Langgam harus menjamu pelanggan khususnya.
"Yang dingin-dingin boleh, Mas." Laras menyahut pertama.
"Aku--"
"Milkshake mau?" Langgam menyerobot untuk menawarkan sesuatu yang dulu sangat disuka Suwa.
"Milkshake?" Suwa menatap bingung Langgam. Dari sekian banyak jenis minuman, kenapa milkshake yang ditawarkan?
"Milkshake bubble gum." Langgam memperjelas.
"Milk ... o." Suwa langsung terkekeh. Ya, ampun! Dirinya bahkan sudah lupa pernah mengidolakan varian milkshake yang satu itu. "Ada memangnya?"
"Ada, dong. Di samping bengkel, kan, ada kedai khusus minuman."
Laras menyimpan senyum melihat bagaimana interaksi Swastika dan Langgam. Sampai hari ini, sejujurnya, Laras sangat ingin ada takdir baik di antara dua teman lama itu. Sejak Swastika mengakui bahwa wanita itu menyimpan nama Langgam untuk waktu yang lama, Laras sangat berharap bahwa suatu waktu nanti Langgam sadar bahwa ada wanita baik yang mengharapkannya. Namun, Swastika keburu berkenalan dengan Rama yang berhasil menggeser nama Langgam dari takhta tertinggi ruang hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Lama
RomancePada akhirnya, setiap kebetulan hanyalah serangkaian takdir dari Tuhan untuk setiap anak manusia. Langgam mendapat kiriman surat undangan, sebuah novel, dan selembar amplop dari teman lamanya. Dalam amplop tersebut, Langgam dikejutkan oleh sebuah k...