Bahkan Langgam saat ini merasa sangat konyol jika mengingat hari itu. Betapa rasa cemburu yang tidak dia sadari sudah membuat satu anak manusia kebingungan dengan sikapnya. Kelucuan dunia abu-abu memang seperti itu, 'kan? Ada saja suatu hal yang membuat tidak nyaman yang tanpa disadari mengubah perangai dan membuat bingung orang-orang sekitar.
Langgam kembali menyimpan novel Dalam Romansa Abu-abu ke dalam laci meja kerja. Diraihnya ponsel di atas tumpukan map untuk menghubungi seseorang. Seseorang yang pada masa lalu sudah dibuat bingung oleh sikap kekanakannya. Jika wanita itu tidak ada kesibukan sore ini dan stay di rumah, Langgam akan mengantar pesanan sekaligus membantu memasangkan.
"Halo, Lang?" Suara yang masih sama seperti dulu. Penuh keceriaan, tidak peduli banyaknya masalah yang datang.
"Sore ini ada di rumah, Wa? Raknya udah jadi."
"Serius? Wah, cepet juga ternyata. Aku ada di rumah, kok."
"Oke, aku ke sana jam empatan, ya."
"Siap. Datang sendiri atau dibantu karyawan?"
"Ada satu karyawan nanti yang bantu."
"Oke. Aku tunggu, ya, Lang."
"Siap, Bu Suwa."
"Baik, Bapak Langgam. Siap ditunggu."
Langgam terkekeh singkat atas balasan Swastika. Bahkan saat merasa marah kala itu, sejujurnya Langgam tersiksa sendiri karena tidak berinteraksi dengannya. Agenda menjaili gadis itu pun terhenti selama beberapa waktu. Hari-harinya di sekolah terasa sedikit hambar karena tidak berbincang banyak dengan Swastika.
Terkadang, kenangan bisa selucu itu, ya.
***
Swastika bergegas membuka pintu saat terdengar derum motor di depan pagar. Sesuai janji, Langgam datang sekitar pukul empat sore lebih sepuluh menit. Mereka datang menggunakan kendaraan berbeda. Satu motor dengan bak terbuka berisi tumpukan rak dinding yang siap pasang, dikendarai oleh, mungkin, karyawan Langgam. Sementara pria itu datang dengan motor matic.
Swastika membuka kedua daun pintu agar mereka leluasa membawa masuk rak dinding ke kamar baca yang ada di lantai atas.
"Sepi, Wa. Yang lain ke mana?" Langgam menghampiri Swastika yang berdiri di undakan tertinggi teras.
"Mama lagi ikut Amanda ke rumahnya di kota sebelah. Mau ada acara di sana."
"Abah?"
"Masih di luar kota ngurusin bisnisnya sama Si Bungsu."
Langgam mengangguk-angguk.
"Mas Langgam, ini mau dibawa ke mana?" Pak Risman yang kali ini dibawa Langgam untuk membantu, mulai menurunkan bilah-bilah rak.
"Bawa masuk saja, Pak. Mari saya tunjukkan kamarnya." Swastika menyilakan lalu melangkah lebih dulu untuk memandu mereka.
Pak Risman dan Langgam membawa kardus-kardus berisi rak dinding satu per satu ke kamar baca Swastika di lantai atas. Saat masuk, Langgam terpukau dengan ruangan yang berisi tumpukan buku di salah satu sisi. Meski tidak ada jendela yang mengarah keluar, tetapi genting ruangan ini terbuat dari kaca tembus pandang jernih. Langgam membayangkan Swastika begitu asyik menghabiskan waktu malam hari sambil membaca buku. Jika langit cerah, akan sangat menakjubkan duduk menikmati malam di sini.
Setelah semua kardus dan peralatan berada di ruangan tersebut, Langgam mengambil alih untuk menyusun sesuai desain pesanan Swastika. Pak Risman tidak ikut membantu karena harus membantu Pak Wahyu menyelesaikan pesanan lain. Sebelum Pak Risman pulang, tidak lupa Swastika membawakan bingkisan sebagai ganti jatah kopi kepada karyawan Langgam yang telah membawakan rak-rak tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Lama
RomancePada akhirnya, setiap kebetulan hanyalah serangkaian takdir dari Tuhan untuk setiap anak manusia. Langgam mendapat kiriman surat undangan, sebuah novel, dan selembar amplop dari teman lamanya. Dalam amplop tersebut, Langgam dikejutkan oleh sebuah k...