Alinea Kedelapan Belas

786 92 25
                                    

(Swastika's PoV)
*
*
*

Dalam Bingkai Kenangan 9
Hujan baru saja berhenti saat aku keluar dari ruangan Mading. Udara mendadak sejuk setelah sejak pagi bersiram terik. Aku tidak langsung pulang karena harus mengecek taman-taman mini. Musim hujan yang masih berlangsung membuat beberapa tanaman harus mendapat perawatan ekstra, salah satunya mawar. Sepanjang minggu ini, banyak daun mawar yang menguning tiba-tiba. Bukan karena tua atau pohon mawar mati. Ini disebabkan oleh jamur yang mudah muncul dalam kondisi lembap. Ingin disemprot fungisida pun percuma karena besok mungkin akan kembali diguyur hujan. Sementara perawatan hanya dengan membuang daun-daun yang kuning dan membakarnya agar spora jamur tidak menyebar ke mawar lain.

Langkahku terhenti di depan ruang kelas X-4 karena mendengar suara tangisan. Benar juga. Kenapa masih ada orang? Harusnya pintu sudah terkunci usai Arum dan yang lain piket.

Aku bergegas masuk dan menemukan Laras menelungkup di meja kami. Waduh! Kenapa anak ini? Kok, nangis? Tidak biasanya Laras menangis di sekolah. Seumur-umur berteman dengan gadis ini, aku baru melihatnya mewek macam orang baru diputusin cowok.

"Kenapa kamu, Ras?" Aku menghampirinya, duduk di bangku sebelah kanan Laras.

"Wa, Dimas mau kurang ajar sama aku, Wa." Laras menegakkan kepala. Wajahnya basah karena air mata yang kuyakin sudah mengalir cukup lama.

"Mau kurang ajar bagaimana?"

Dimas adalah anak Basket. Laras jadian dengan Dimas beberapa bulan lalu karena cowok itu dengan beraninya menembak Laras di hadapan banyak orang saat mereka ekskul di hari yang sama--Laras ekskul Pramuka dan Dimas latihan Basket. Entah berawal dari mana si Dimas ini tiba-tiba nembak Laras. Laras sendiri bingung kenapa Dimas menyatakan perasaan kepadanya padahal belum mengenal begitu dekat. Namun, ya, yang namanya Laras. Ada cowok ganteng yang suka dia, ya, tidak mungkin ditolak begitu saja.

Bukannya menjawab, Laras mengeluarkan ponsel. "Dengerin ini."

Begonya si Laras. Mauan aja lu jadiin selingkuhan, Bro. Dasar goblok!

Suara tawa dari beberapa cowok terdengar.

Cewek polos kayak dia mana ngerti yang mana bajingan dan mana yang tulus.

Lagi suara tawa menimpali kalimat yang entah milik siapa itu.

Tunggu sampai gue berhasil merampas mahkotanya dia baru gue putusin.

Kembali suara tawa membahana.

Sialan! Dasar bangke! Cowok murahan!

"Kamu dapat rekaman itu dari siapa?"

"Aku rekam sendiri. Tadi aku enggak sengaja ke gudang belakang buat ambil beberapa tongkat pramuka. Eh, enggak sengaja denger ini. Aku takut kenapa-kenapa jadi aku rekam." Tangis Laras sudah menjadi isak. Bahunya sampai berguncang. Gadis itu jelas terpukul sekaligus menyesal.

"Kirim rekamannya ke aku juga buat jaga-jaga."

Laras mengangguk. Aku merogoh ponsel dan menghidupkan bluetooth agar Laras bisa mengirim rekaman itu. Besok akan kuberikan kepada pelatih Basket dan wali kelas agar mereka bisa memberi peringatan kepada si cowok cabul. Ah, tidak. Langsung kuberikan kepada Wakasek rasanya lebih oke.

Berhubung mereka sudah membuat gara-gara dengan Laras, aku tidak bisa diam begitu saja.

Usai Laras mengirim rekaman, aku beranjak membawanya untuk menemui bajingan tengik itu. Enak saja dia mengatai Laras goblok. Mereka jauh lebih goblok dari Laras.

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang