Alinea Ekstra 1: Mana Enak Bagi-Bagi

350 41 8
                                    

Hai, semua!
Aixora kembali dengan sedikit cerita tentang Mas Langgam dan Mbak Suwa. Enggak banyak, sih. Cuma mau up satu bab aja. Barangkali ada yang merindukan mereka. Doakan segala rencana mereka lancar, ya. Terima kasih sudah mengikuti kisah mereka sebelumnya. Love you all🥰

***

Ponsel di atas meja bergetar. Satu chat masuk lewat WA. Dari nomor seorang pria yang dalam hitungan minggu akan menggenapi separuh dirinya yang pernah tak lengkap. Senyum tak ayal mengembang setiap kali membaca untai demi untai pesan yang mampir lewat jaringan pribadi.

Masih di Lovely?

Jemarinya bergerak cepat mengirim balasan.

Hu um. Baru dapet laporan dari Putri kalau bahan-bahan mulai menipis. Aku lagi data apa aja yang perlu dibeli.

Aku ke sana. Enggak bawa kendaraan sendiri, 'kan?

Enggak. Si Coopy lagi dibawa Abah ke bengkel. Biasalah. Ada yang ngadat. Tadi pun niatnya mau chat kamu untuk minta jemput.

Bagus. Coppy-mu tahu kapan waktunya enggak jadi penghalang di antara sepasang kekasih.

Enggak usah gombal, Lang.
Enggak cocok kamu ngegombal.

Loh, iya, 'kan? Sejak tanggal nikah kita ditentukan, mau ketemu aja susahnya minta ampun. Segala kamu urus ini dan itulah. Aku yang harus begini dan begitulah. Waktu ketemuan malah jadi kepotong.

Swastika tak bisa menahan tawa. Terkadang, lelaki yang sedang mengajaknya ber-chatting ria itu memunculkan jiwa kekanakan yang justru menggemaskan. Persis ABG baru jatuh cinta. Ehm ... ya, sebetulnya bagi Langgam, apa yang telah terjadi merupakan pengalaman pertama. Baru dengan Swastika-lah dirinya menjalin hubungan serius. Lebih tepat sih, memang menunggu hanya dengan Swastika.

Biar surprise.
Biar manglingi kalau kata para tetua.

Ya, tetep aja.
Kan, bikin kangen.

Heleh.

Ya, sudah.
Aku jalan ke sana sekarang.

Kutunggu.


Balasan tak sampai. Swastika menyimpan kembali ponsel di samping kotak kacamata. Jemarinya kembali bergerak menggoreskan bolpoin di permukaan kertas; mendata beragam kebutuhan toko yang harus dipenuhi segera. Menjelang Natal, pesanan kue basah maupun kering hampir datang setiap hari dengan jumlah yang fantastis. Setiap hari pula dirinya masuk toko untuk membantu membuat adonan kendati bagian tersebut sudah di-handle tiga orang. Swastika berencana menambah armada di dapur agar mereka tak kewalahan menangani pesanan, terutama bila hari-hari besar tiba.

Denting lonceng yang terpasang di pintu masuk mengalihkan tatapan Swastika dari deretan data dalam buku. Senyumnya menyambut kedatangan pria yang selalu suka memadukan kemeja lengan panjang yang sebagiannya digulung hingga siku dengan celana dari bahan wolfis kualitas terbaik. Kali ini, kemeja lelaki itu berwarna merah marun, sedangkan celananya berwarna hitam. Rapi, sopan, dan membuatnya lebih berkarisma.

Dia tak datang dengan tangan kosong. Swastika bisa menghidu aroma makanan berkuah yang sangat dikenalinya. Memenuhi sudut-sudut Lovely sehingga memaksa cacing-cacing di perutnya bangkit kembali. Padahal tiga jam lalu dirinya baru makan satu porsi sate ayam dengan setengah lontong. Dibelikan Putri karena tahu sang bos akan berlama-lama di sana.

Swastika merapatkan punggung ke bahu kursi. Kedua tangan tersilang di perut, sedangkan wajahnya mengeluarkan ekspresi tersinggung yang dibuat-buat saat pria itu mengempas duduk di kursi seberang sembari meletakkan kantong kresek hitam di samping buku.

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang