(Swastika's PoV)
*
*
*
Dalam Bingkai Kenangan 15
Laras tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang menghafal dialog. Wajahnya terlihat gemas campur excited. Kenapa dia? Apa menang lotre?"Aku dapat pesan."
"Dari?"
"Pandu."
"Hah?"
"Tadi aku ketemu di parkiran sama dia. Terus, dia minta tolong untuk sampein ini ke kamu. Katanya, jam istirahat pertama nanti dia tunggu kamu di taman belakang. Ada yang mau dia omongin."
Aku memperdalam kernyitan. Kalau memang Pandu ingin bicara denganku, kenapa tidak langsung menghubungi lewat SMS? Kan, dia sudah simpan nomorku.
"Kenapa dia enggak langsung SMS aku?"
"Mana kutahu. Yang penting aku udah sampein pesannya." Laras meletakkan tas buru-buru. "Dah, ah! Mau ke kantin dulu. Laper." Laras bergegas kembali keluar, meninggalkan aku yang masih bingung.
Pandu menunggu di taman belakang? Untuk apa?
"Biasa kali, Wa. Orang kalau mau menyatakan perasaan, kan, cari tempat yang romantis dan bagus. Taman belakang sekolah kita, contohnya." Wawan menyahut dari pojok kelas.
Aku mencebik atas kalimat Wawan. Entahlah apa yang mau dilakukan si Ketos Populer itu, tapi aku tidak mau ambil pusing karena sudah terlalu pusing untuk menghafal dialog yang seharusnya saling balas dengan Langgam, tetapi cowok itu masih dingin kepadaku.
***
Seperti yang dipesankan Laras, aku melangkah ke taman belakang begitu bel istirahat pertama berbunyi. Meski aku tidak punya perasaan sama sekali ke cowok itu, tetap saja rasa deg-degan untuk memenuhi undangan ini menghampiri dada. Biar bagaimanapun, aku seorang gadis yang punya rasa baper saat ada cowok yang dengan terang-terangan menunjukkan rasa suka. Namun, baperku, ya, sekadar baper terharu sekaligus bingung. Aneh saja rasanya disukai dua cowok paling ganteng di sekolah ini padahal aku bukan siapa-siapa. Cewek populer bukan. Cewek cerdas seantero sekolah juga bukan.
Aku yang aneh atau para cowok ini yang aneh, sih?
Pandu sudah duduk di satu-satunya bangku panjang yang tersedia saat aku memasuki taman belakang. Tubuh tegapnya memang memesona, bahkan jika dilihat dari belakang sekalipun. Kayaknya, aku yang bermasalah, deh, karena tidak bisa menyukai Pandu atau Kak Agam.
"Ndu?"
Dia menoleh saat aku memanggil. Senyum shinning-shimmering-splendid Pandu merekah. Padahal sudah setampan itu, tetapi kenapa bisa aku tak menyukainya?
"Duduk sini, Wa." Pandu menepuk-nepuk sisi kosong di sebelah kanan.
Aku menurut karena memang hanya sisi itu yang bisa diduduki. Ya, masa duduk di bawah? Kan, tidak mungkin.
"Pemandangan di sini bagus, ya, Wa?" Tatapan Pandu lurus ke depan.
"Hu um." Aku mengangguk mengiyakan.
Tentu saja bagus. Anak-anak Berkebun dan Mang Salim bekerja sama untuk merawat taman ini agar enak dijadikan tempat nongkrong. Hm ... ya, tempat pacaran kalau yang sudah punya pacar. Namun, kayaknya jarang, sih, kami lihat murid-murid pacaran di sini. Iyalah. Mana mau mereka digelandang ke ruang BK karena ketahuan berduaan di sini, 'kan?
Terus, kamu dan Pandu lagi ngapain, Wa?
"Kenapa kamu suka merawat tanaman, Wa?"
Kayaknya, aku diminta kemari bukan untuk menjelaskan tentang ini, deh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Lama
RomancePada akhirnya, setiap kebetulan hanyalah serangkaian takdir dari Tuhan untuk setiap anak manusia. Langgam mendapat kiriman surat undangan, sebuah novel, dan selembar amplop dari teman lamanya. Dalam amplop tersebut, Langgam dikejutkan oleh sebuah k...