Hai, hai!
Emaknya Langgam mau kasih satu bonus chapter lagi buat kalian yang setia banget ngikutin kisah mereka. Semoga suka, ya 🥰***
Pelaminan telah berdiri. Megah dengan lampu-lampu hias berbentuk teratai di kanan dan kiri jalan setapak menuju kursi pengantin. Buket bunga segar terpasang di beberapa sudut, termasuk menghiasi jalan setapak dengan karpet merah terbentang. Panggung kecil untuk acara hiburan telah siap. Sound system pun telah dicek berkali-kali meski yang diundang hanyalah kelompok musik dari sekolah lama sang pengantin.
Satu meja dengan enam kursi saling menghadap sebuah meja telah pula dilapisi kain berbahan silk berwarna putih tulang. Kurang dari tiga jam, halaman rumah tersebut akan digaungkan oleh doa-doa tamu undangan atas terikatnya janji suci pernikahan dua anak manusia. Sepasang cucu Adam dan Hawa yang telah melewati kisah bersama dan berbeda untuk beberapa masa. Sepasang cucu Adam dan Hawa yang pertama kali dipertemukan takdir lewat keterlambatan pada hari pertama menjalani masa orientasi siswa belasan tahun lalu. Awal yang ternyata berujung pada serangkaian kisah hingga berakhir duduk di pelaminan beberapa saat lagi.
Walau akad belum berkumandang, kesakralannya telah mengental ke seantero lokasi hajat. Menelusup masuk hingga ke langit-langit ruangan yang dipenuhi harum sedap malam. Sebuah kamar pengantin yang telah ditata ulang dan diwangikan sedemikian rupa agar teman hidupnya terlelap nyenyak nanti malam.
Beberapa anggota keluarga maupun karib kerabat terlihat hilir mudik, mengecek setiap bagian yang barangkali masih membutuhkan tambahan ini dan itu. Bentangan prasmanan menguarkan beragam aroma sedap yang siap dinikmati para tamu. Terhitung enam ratus undangan yang telah disebar, baik untuk sejawat dari mempelai wanita maupun pria.
Di dalam kamar pengantin, Swastika masih berkutat dengan riasan. Kedua tangan telah berhena sejak semalam. Bukan hena putih seperti kebanyakan teman atau kerabatnya pakai ketika mereka menikah. Entah kenapa, Swastika lebih menyukai hena hitam atau merah tua. Kesepuluh jari tangannya pun berwarna serupa. Tanpa kutek maupun kuku palsu. Semua yang tersemat di dalam diri Swastika, terbilang, sederhana. Namun, kesederhanaan yang disepakati mereka justru menambah keanggunan wanita berparas ayu dan bertubuh mungil itu.
Dua wanita yang sejak tadi menemaninya justru sibuk menyusut air mata. Setelah hari-hari melelahkan, akhirnya mereka akan segera menyaksikan separuh jiwa sahabatnya tergenapi dalam ikatan yang direstui Tuhan maupun negara. Setelah luka-luka yang merajam, akhirnya mereka menemukan binar bahagia di mata bulat wanita berpipi chubby itu.
"Kalian enggak bahagia aku menikah?" Swastika melirik keduanya dengan senyum menggoda.
"Ngawur!" Gumpalan tisu melayang ke wanita di depan cermin rias. "Aku sama Bella menangis saking bahagianya lihat kamu pakai kebaya dan siger, Wa."
"Lebih bahagia lagi karena yang bakalan jadi suamimu adalah pria yang bertahun-tahun kamu cintai diam-diam." Bella mengeluarkan ingus yang sejak tadi mengganggu karena tangis yang tak kunjung reda. "Syukurlah kebegoan Langgam enggak bertahan lama."
Swastika menahan tawa. "Begitulah romantisnya Tuhan. Sekalinya romantis, bikin yang dijatuhi keromantisan itu serasa berada di antara alam khayal atau nyata."
Laras memperhatikan baik-baik kamar pengantin sahabatnya. Kamar yang sering pula dia tiduri setiap menginap di rumah Mama. Tidak banyak berubah. Hanya saja, bingkai foto berisi Rama dan Swastika sudah tak terlihat di meja kerja--yang sekarang digunakan menjadi meja rias.
"Fotomu dan Rama disimpan?"
"Hu um." Swastika mengimbuhi dengan anggukan lembut. "Enggak mungkin aku taruh di atas meja terus, Ras. Aku menghargai Langgam, selain ya aku juga mencintainya. Enggak mungkin aku membiarkan fotoku dengan lelaki lain terlihat sementara malam nanti lelaki yang menjadi suamiku akan tidur di kamar ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Lama
RomancePada akhirnya, setiap kebetulan hanyalah serangkaian takdir dari Tuhan untuk setiap anak manusia. Langgam mendapat kiriman surat undangan, sebuah novel, dan selembar amplop dari teman lamanya. Dalam amplop tersebut, Langgam dikejutkan oleh sebuah k...