Alinea Kesembilan Belas

750 88 25
                                    

"Kenapa? Kok, senyum-senyum begitu?" Swastika merasa aneh karena melihat Langgam yang tiba-tiba senyum-senyum tidak jelas.

"Aku keinget kamu yang pernah adu otot sama si Dimas."

Swastika mengernyit. Wanita itu mencoba menggali memori. Ya, satu dua hal yang terjadi membuatnya kerap melupakan sesuatu dari masa lalu. Makanya, agar tidak keburu pikun, Swastika mengabadikan dalam bentuk buku.

"Ah, itu?" Kekehannya muncul. Bahkan jika diingat kembali, apa yang terjadi membuat Swastika selalu tertawa. Betapa tak kenal takut dirinya dulu. "Dia ingin merusak Laras. Tentu saja aku enggak bisa tinggal diam. Enak saja mau main-main sama sahabatku. Omong-omong, kabarnya bagaimana? Apa yang terjadi setelah di-DO?"

"Dari kabar yang beredar, entah ini hanya gosip atau kenyataan, ternyata ada korban kebejatan Dimas yang sampai hamil."

"Serius? Gila memang itu cowok. Keputusan sekolah men-DO dia sudah benar."

Langgam mendapati kegeraman di wajah Swastika. Sangat menggemaskan. Ah, iya. Wanita di sampingnya selalu menggemaskan dalam ekspresi apa pun.

"Dulu kupikir cowok-cowok macam Dimas cuma ada di film-film. Tahunya, di kehidupan nyata juga ada."

"Kehidupan itu enggak cuma berisi warna putih. Ada hitam, merah, kuning. Bahkan yang abu-abu pun banyak."

"Abu-abu?"

"Enggak jelas."

"Oalah. Kupikir apa."

"Mau lihat apa dulu, nih? Pameran atau pagelaran?" Langgam menawarkan ke mana langkah mereka selanjutnya.

"Pameran dulu kayaknya okeh. Barangkali aku nemu sesuatu yang unik di sana."

"Oke, kita ke sana."

Keduanya kembali berjalan beriringan.

"Dulu juga kita begini, ya, Lang?" Swastika takjub melihat dekor sepanjang koridor kelas yang melaksanakan pameran. Setiap kelas memiliki tema dekorasi yang berbeda, tetapi sama-sama menakjubkan.

Ada yang menggunakan kain-kain batik untuk pintu masuk area pameran. Ada yang menggunakan kain-kain brukat dan tile bermutiara untuk memberi kesan lux. Ada yang menyematkan rangkaian bunga di pintu masuk. Swastika jadi teringat hiasan di pelaminannya kemarin. Beberapa dekorasi di sini mungkin terinspirasi dari dekorasi-dekorasi pelaminan dalam versi minim bajet.

Satu dua kali mereka berhenti untuk melihat-lihat hasil seni rupa yang dipamerkan. Beragam bahan yang digunakan para murid untuk menciptakan karya seni yang bukan saja indah, tetapi minim pengeluaran. Swastika mengabadikan beberapa dalam foto yang menurutnya sangat aestetik.

Tatapan wanita itu berhenti di jam beker yang terbuat dari kardus. Lucu dan unik. Mungkin akan cocok untuk diletakkan di rak dindingnya nanti. Apakah benda itu dijual, ya?

Swastika menghampiri salah satu gadis yang menjaga stand. "Dek, apa karya-karya di sini juga boleh dibeli?"

"O, boleh, Mbak. Jika ada yang menarik minat, karya-karya ini boleh dibeli."

Tatapan Swastika langsung berbinar. "Mbak mau ambil yang ini, ya. Boleh?"

"Jam dari kardus ini?" Gadis itu menegaskan.

Swastika mengangguk.

"Boleh, tapi tunggu sebentar, ya, Mbak. Saya tanya harga ke pembuatnya dulu."

"Baik."

Gadis tadi bergegas masuk ke salah satu ruang kelas yang tidak jauh dari stand pameran mereka.

"Ada yang mau beli jam kardus kamu. Mau kasih berapa?"

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang