Alinea Ekstra 3: Radarku Menemukanmu

198 42 14
                                    

Hai, hai!
Emak Author balik lagi dengan kebaikannya. *disambit 🤣
Mau up satu bagian lagi dari extra part Teman Lama, ya.
Hm ... mungkin bakalan up satu atau dua lagi buat spoiler ke kalian. Semoga masih betah dengan cerita mereka, ya. Enggak banyak sih untuk ekstra part. Cuma kena 19 bab. Lengkapnya bakalan ada di versi cetak. Kemungkinan besar saat cetak nanti bakalan dibagi dua bukunya biar enggak ketebelan. So, barangkali yang pengen peluk buku fisik Langgam dan Suwa bisa mulai nabung karena harganya pasti agak mahal 😆
Soal kapan terbitnya sih tergantung jodoh emak author-nya, ya 🤣🤣
Cuslah baca dulu aja yang ada, ya 🥰

***

Semakin malam, tamu undangan makin ramai. Rata-rata yang datang adalah teman lama, baik dari angkatan saat SD, SMP, SMA, sampai kuliah. Lagu-lagu romantis bertema pernikahan tak berhenti disenandungkan Ingga dan Adit. Kadang solo, lebih sering berpasangan. Diiringi oleh keyboard Pak Elang, mereka tak bosan menghibur di hari pernikahan adik manis yang selama masa sekolah selalu membantu kelompok suara pelajar untuk ikut kompetisi padahal bukan anggota tetap.

Genggaman Langgam menguat saat satu per satu pria yang pernah menyukai istrinya datang memenuhi undangan. Seolah-olah mengingatkan agar Swastika tidak terpikat mereka. Sementara Swastika hanya menahan tawa melihat tingkah suaminya.

Agam dan Pandu. Datang bersama dengan istri dan anak masing-masing. Bahkan istri Agam sedang mengandung anak kedua mereka.

"Selamat berbahagia ya, Wa. Kakak senang akhirnya kalian menikah."

Swastika merasakan binar tulus dari lelaki manis itu. Tidak banyak yang berubah. Hanya sedikit lebih tambun dari terakhir kali mereka bertemu saat perpisahan kelas XII angkatan Agam.

"Terima kasih sudah mau datang, Kak. Satu keluarga pula yang datang."

"Kalau nanti suamimu macem-macem, kasih tahu Kak Agam, Wa. Biar Kak Agam kasih pelajaran ke dia."

Swastika tertawa.

"Tenang. Langsung lapor ke Pak Polisi Agam Dwi Saputra nanti. Jangan sungkan untuk menikmati hidangan yang kami sajikan ya, Kak. Makan yang banyak, Cah Ganteng." Diusapnya lembut bocah berusia lima tahun dalam gandengan Agam.

"Makasih, Tante." Bocah itu menyeringai, menampakkan geligi yang serinya patah satu. Mungkin sudah waktu bagi gigi susu berganti gigi dewasa.

Beberapa saat setelah mereka berlalu, muncullah Pandu yang menggendong anak perempuan berusia tiga tahunan.

"Selamat berbahagia, Tante Suwa." Pria itu melambai-lambaikan tangan si bocah ke arah pengantin.

"Terima kasih, Cah Ayu." Diusapnya kembali pipi gembil bocah perempuan dalam gendongan Pandu. Mengingatkan dengan pipinya sendiri.

"Selamat ya, Lang, Wa. Akhirnya, setelah sekian lama lulus dari SMA, kudapat juga undangan dari kalian. Kupikir, kalian bakalan berakhir dengan orang yang berbeda meski sangsi, sih, mengingat seberapa sensi tatapan Langgam setiap aku deketin kamu dulu, Wa. Jelas-jelas dia udah suka kamu sejak saat itu."

Swastika melirik suaminya yang cuma cengar-cengir bego. "Butuh disadarkan dengan beragam kejadian sampai akhirnya dia sadar apa yang harus dia perbuat, Ndu. Gara-gara kamu dan Kak Agam, aku selalu jadi korban ngambeknya dia saat itu."

"Sudah dibikin ngambek pun dia masih enggak langsung sadar, 'kan? Kebangetan enggak pekanya perasaan suamimu tuh, Wa."

"Dia memang aneh, tapi itu yang bikin aku tertarik bertahun-tahun dengan pria ini." Swastika menggenggam tangan Langgam. Merematnya pelan.

Teman LamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang