Ditengah dingin dan heningnya malam gadis itu terus berjalan tanpa arahnya yang pasti. Air mata itu tak pernah berhenti mengalir membasahi wajah mungilnya.
Dia ingin menangis sekencang-kencangnya, berteriak mengeluarkan semua yang dirasakannya namun bahkan dia tak bisa melakukannya. Dia hanya menangis dalam diam ditemani rasa yang begitu sesak dirasakannya.
"...Dia adalah anak pembawa sial yang bisa menghancurkan hidup banyak orang!"
"Nenekmu meninggal karena dia! karena memilihnya pamanmu juga ikut meninggal!! Dia adalah anak pembawa sial! Anak yang tak seharusnya ada diantara keluarga kita! Mengapa kau bahkan tidak memilih untuk mati saja! Dengan begitu semua orang akan tenang."
Tangan mungil itu beralih meremas kuat rambut blondenya ketika kalimat-kalimat menyakitkan itu terus saja berputar bak kaset rusak di kepalanya.
"Hiks... Kumohon berhentilah." Lirihnya dengan suaranya yang bergetar hebat.
Dia tak tau tetapi apakah dengan dia menghilang pergi untuk selama-lamanya dari dunia yang begitu kejam ini, apakah dengan begitu semuanya akan baik-baik saja? Apakah bibinya akan merasa tenang dan baik-baik saja, setelahnya?
Lagipula apalagi yang harus dipertahankannya saat dia tidak lagi mempunyai siapapun disisinya. Keluarga yang begitu berarti untuknya itu bahkan tak menginginkan kehadirannya.
Justru begitu membencinya. Dia ingin mengakhiri rasa sakit ini. Menahannya? Tidak lagi. Dia benar-benar tak punya kekuatan lagi. Dia begitu lelah.
Dengan langkah kaki yang lemah dan tubuh yang begitu lemas itu Lisa terus berjalan dengan kini memiliki tujuan yang pasti.
Tak lama, kini dia berdiri tegak dipembatas jembatan itu. Air mata itu, semakin meluruh membasahi wajah mungilnya. Dia tak lagi bisa berpikir jernih saat ini.
Merasakan angin yang berhembus itu, dia perlahan memejamkan matanya. Pikirannya, berputar tentang semua yang dilaluinya selama ini. Semuanya, semuanya tak ada yang terlewati.
Sampai dimana kini air matanya semakin tak terkendali ketika dia mengingat mereka. Keluarga Choi dan Nam. Namun beberapa saat, akhirnya. Akhirnya, dia melakukannya.
...............
Pukul 07:45 KST
Hari itu adalah akhir pekan. Di meja makan dikediaman Choi itu seluruh keluarga telah berkumpul seperti biasanya untuk sarapan pagi mereka. Seperti rencananya, Hyunbin telah mengatakan itu kepada mereka. Dan tentu mereka menyetujuinya.
Sedari tadi, gelak tawa itu terbangun disana dengan hangatnya namun tidak dengan wanita paruh baya itu yang hanya diam tak seperti biasanya. Gadis bermata kucing yang menyadari ada yang berbeda dengan ibunya dia lantas bertanya.
"Eomma, wae? Gwenchana?"
Karenanya perhatian mereka langsung teralihkan kearah Yejin. Mereka semakin bingung ketika Yejin justru tak mendengar apa yang dikatakan Jennie karena lamunannya.
"Yejin-ah." Hyunbin mengusap lembut tangan istrinya. Sejak malam tadi istrinya memang berperilaku aneh saat mereka akan beristirahat.
"Ah, wae?" Wanita itu tersadar menatap penuh tanya kepada suaminya dan anak-anaknya yang saat ini menatapnya.
"Ada apa, hm? Gwenchana?" Lembut Hyunbin.
Yejin terdiam sejenak mendengarnya. Dia tak tau tapi sejak malam tadi dia merasa begitu tak tenang. Perasaan yang begitu aneh dirasakannya sehingga dia tak tau ada apa dengan dirinya. Dia merasa begitu takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Of Lisa ✓ [COMPLETE]
FanfictionLisa, anak bungsu dari pengusaha terkaya dikorea harus terpisahkan dari keluarganya saat masih bayi, karena diculik oleh beberapa orang misterius dalam perjalanan pulang dari rumah sakit menuju mansion bersama kedua orang tuanya. #Jisoo #Jennie #Ros...