⁰⁴. empat

14.2K 1.9K 167
                                    

"Ada pembuangan limbah strawberry di kelas?"

Shareen terbatuk-batuk, segera mengambil botol minum di sebelah ranselnya. Setelah meneguk setengah, dia memukul-mukul dadanya.

"Jangan sembarangan deh, Won."

Jungwon membenarkan kacamatanya yang melorot sambil terkekeh kecil. Dia meletakkan ranselnya ke dalam laci. "Abis strawberrynya berserakan di meja."

Shareen pun tersadar perbuatannya yang mengotori meja sebangkunya. "Ah, sori." Dia segera membersihkannya. Efek panik, tungkai-tungkai strawberry berserakan di sana.

Setelah membuang tisu ke tong sampah, Shareen kembali ke tempat duduknya.

"Won, aku boleh tanya sesuatu?"

"Tanya aja."

"Ini soal hidup dan mati."

"Tentang apa?"

Shareen sedikit ragu, apalagi suasana kelas begitu ricuh, rasa panik serta khawatir dalam hatinya berlipat ganda. Sejak semalam dia tidak berhenti memikirkannya.

"Kalau ada pembunuh yang ngancem kamu, respons kamu gimana?"

"Pembunuh?"

Shareen mengangguk serius.

Belum sempat dijawab, bel masuk lebih dulu berbunyi. Shareen kembali merasakan degub jantungnya yang tidak karuan.

Untuk sekarang, dia harus menetralkan rasa paniknya.

°°°

Suara dribel bola berdesing di lapangan basket indoor. Pekikan para gadis terdengar di sepenjuru lapangan tatkala Sunghoon memasukkan bola ke dalam ring. Kapan lagi bisa meneriaki nama cowok itu selain di dalam pertandingan basket melawan sekolah lain?

Biasanya para gadis menahan pekikan saat Sunghoon bermain basket, kali ini mereka berteriak sekencang mungkin. Dikarenakan keramaian yang ada di sekitar membuat mereka berani dan tidak takut.

Setelah pertandingan dimenangkan oleh sekolah mereka, Sunghoon berjalan ke pinggir lapangan, mengambil sebotol air dan handuk. Dia meneguk setengah lalu sisanya dia basuh ke wajahnya sendiri. Dia duduk di tribun, meneguk air mineral lagi sambil menyeka keringatnya dengan handuk.

"Kenapa sih, lo nyuruh gue ikutan?" Heeseung ikut duduk dari jarak tiga meter, melakukan hal yang sama dengan yang Sunghoon lakukan barusan, berakhir mengibas-ngibas jersey depannya merasa kegerahan.

"Gue juga ogah. Suruhan bokap." Sunghoon menyandarkan punggungnya lalu memejamkan mata. Sangat jijik baginya menuruti perintah keluarganya. Namun, dia tidak punya pilihan lain.

Sunghoon adalah putra bungsu dari sebuah keluarga yang memiliki perusahaan eksportir. Pihak yang menjual atau memperdagangkan barang dari dalam negeri ke luar negeri.

Karena Sunghoon kerap menimbulkan masalah di sekolah, dia dibenci seluruh keluarganya. Hal itu tidak membuatnya keberatan. Disuruh menjadi murid taat peraturan yang membuatnya keberatan. Dia sangat benci orang-orang menyuruhnya seenaknya, apalagi itu Papanya sendiri.

Sunghoon berdecih. Dia melepas jersey yang terpasang di tubuhnya dan melempar ke lantai menyisakan kaos putih yang dia kenakan. Dia sangat kesal sekarang. Gadis-gadis yang mengintipnya membuat mood-nya semakin hancur. Dia ingin menghancurkan mereka semua.

Seorang cowok berdiri tak jauh darinya, dia bangkit berdiri, tanpa aba-aba menghajarnya habis-habisan, melampiaskan kemarahannya lewat hajaran itu. Rahangnya mengeras, urat-urat tangannya menonjol kala membogem cowok tidak berdosa itu.

Psychopatic Guy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang