⁰⁵. lima

14.2K 2K 259
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~

Gadis berambut panjang itu baru keluar dari ruangan guru. Dipanggil karena pihak sekolah mendengar pengakuannya di ruang indoor, bahwa dirinya adalah kakak dari Ayden. Shareen mendengar setiap ulah yang pernah Ayden lakukan di sekolah, termasuk uang sekolah yang tidak pernah dibayar sejak semester satu.

Shareen terkejut. Dia yakin, Papanya tidak lupa mengirim uang ke rekening adiknya itu.

Dia menyusuri koridor, diisi murid-murid yang terus menatapnya. Ada yang takjub, sinis, ada juga yang merasa kasihan seolah-olah tanggal kematiannya sudah tertulis di keningnya.

Tidak ingin berlama-lama, dia bergegas pergi ke kelasnya.

Namun, tatapan dingin langsung dia terima setiba menginjakkan kaki di dalam. Shareen merasa tidak nyaman, buru-buru duduk di kursi.

"Kenapa mereka liatin aku terus?"

Jungwon juga memandang sekeliling kelas. "Kamu ngelakuin kesalahan, ya?"

"E-enggak?"

"Liat buku kamu."

Dengan cepat Shareen memeriksa buku-bukunya yang sebelumnya dipinjam oleh mereka.

"Kok? Kenapa dicoret semua?" Catatannya berakhir mengerikan, ada halaman yang dipenuhi tinta spidol.

"Kazuha, kenapa buku aku dicoret?"

"Oh, nggak sengaja," jawabnya terlalu anteng.

"Nggak sengaja? Kalau pinjem seharusnya dibalikin yang bener."

"Apa?" Kazuha berdiri dan mendekat sambil mengangkat dagunya tinggi. "Lo berani sama gue?"

"Kenapa harus takut? Kamu yang pinjem jadi kamu yang bertanggung jawab."

Kazuha menarik kerah seragam Shareen, jika saja Pak Guru tidak lebih dulu datang ke kelas, Shareen tidak akan selamat.

"Kumpulkan buku tugas kalian."

Rasa-rasanya mata Shareen memanas. Semua buku tugasnya sudah berakhir naas. Teman sekelasnya yang memang hanya baik saat meminta contekan kini bersikap acuh padanya entah karena apa.

"Kita laporin aja, gimana?" usul Jungwon.

"Nggak usah." Dengan muram Shareen berjalan ke depan kelas, siap menerima hukuman.

°°°

"Anjir, ngapain sih lo?" Heeseung terkejut. Dia tertidur beberapa menit lalu dengan meletakkan kepalanya di atas meja. Saat membuka mata, wajah seseorang tersuguh di hadapannya. Dia menegakkan tubuh, begitu juga Sunghoon yang berdecak dan melempar bola basket ke wajahnya. Heeseung sigap menangkap lalu mengelus dadanya. "Sialan."

"Dua jam lalu gue bilang apa?" Alis Sunghoon menukik tajam.

Sang lawan bicara memutar otaknya, mengingat kejadian dua jam lalu. "Ah, lo nyuruh gue liatin koridor luar? Tapi, ngapain? Gue lupa anying!" Dia menepuk keningnya sendiri.

Sunghoon menarik kerah seragam Heeseung hingga berdiri. "Gue bilang, awasin cewek yang ngatain gue di lapangan!"

Bibir Heeseung terbuka setengah, dia melepas cekalan Sunghoon kemudian membenarkan letak seragamnya. "Iya, gue inget. Tapi gue ketiduran. Santai dikit kek lo."

Sunghoon berdesis marah. Dia menendang kursi Heeseung sampai terjatuh lalu berjalan keluar kelas. Jika tidak dipanggil orangtuanya, dia tidak akan menyuruh Heeseung mengawasi gadis itu, dia pasti sudah memberinya pelajaran. Sunghoon bukan pembunuh berdarah dingin yang akan menunggu waktu.

Psychopatic Guy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang