Shareen memeluk tubuhnya dengan ransel yang dia sampirkan di depan dada. Gadis itu duduk di sofa yang berada di sebuah kamar bernuansa abu-abu. Harum yang sudah ia kenal sejak kemarin malam terlalu jelas di indra penciumannya. Seolah-seolah mengikat sekujur tubuhnya.
Dia melirik sekilas arloji yang berada di tangan kanannya, pukul enam kurang. Gurat cemas menggambarkan suasana hatinya. Jujur, dia sangat takut. Hampir dua jam berada di tempat itu, perasaan takutnya bertambah gundah dan gelisah. Belum lagi, selama dua jam itu dia melihat cowok itu sedang menyayat sesuatu yang tidak diketahui Shareen.
Dia mengambil ponselnya, siapa yang bisa dia hubungi? Dia tak punya siapa pun selain Papanya. Tapi, jika papanya tahu ... tidak, Shareen tidak akan mengadu pada papanya. Jungwon? Mereka tidak sedekat itu. Giselle? Mereka beda kota sekarang. Namun, Shareen baru sadar daya ponselnya sudah habis. Ponselnya tidak menyala.
Pintu terbuka, menampilkan seorang cowok bertubuh tinggi berkulit putih yang mengenakan hoodie membawa nampan.
"Makan! Lo pasti laper." Dia meletakkan nampan itu di sebelah Shareen.
Apa ini? Apa Shareen sedang diculik? Mengapa dia tidak membiarkan Shareen pulang saja?
"Nunggu apa lagi? Makan!"
Tidak mau membuat sang psikopat bertambah marah, Shareen meletakkan nampan makanan tersebut ke atas pangkuannya, menyendokkan satu suapan nasi ke dalam mulutnya dengan susah payah. Tubuhnya bergetar. Dia ingin pulang, tapi bagaimana caranya?
Setelah kejadian tadi sore, di mana Shareen seperti menantangnya dengan mengatakan 'dasar kejam, tidak punya hati, dan semacamnya', Shareen benar-benar dibawa masuk ke dalam rumahnya yang tidak ada siapa pun. Bahkan dibawa masuk ke kamarnya. Sampai sekarang, Shareen duduk di sofa kamarnya tanpa bisa berkutik.
"Aku harus gimana," gumamnya kecil seraya menggigit bibir bawah.
Ketika bergerak sedikit, Shareen menyadari Sunghoon terus memandangnya. Cowok itu tengah duduk di meja belajarnya dengan menaikkan satu kakinya ke meja.
"Apanya harus gimana? Lo tinggal di sini seterusnya."
"M-maksudnya?!"
"Lo sendiri yang ngatain gue gak punya akal. Ya udah, gue emang gak punya akal." Dia mengedikkan bahunya.
Tubuh Shareen membeku di tempat, jantungnya berdegup keras. Dia meletakkan nampan tadi ke atas sofa lalu menghampiri Sunghoon.
Sunghoon menaikkan satu alis saat Shareen berjalan ke arahnya.
Ternyata yang dilakukan Shareen adalah menyatukan kedua tangannya di depan Sunghoon, memohon. "Aku mohon lepasin aku, jangan ungkit masalah ini lagi. Aku bakal lakuin apa pun yang kamu mau."
Cowok itu menyunggingkan senyum miring. "Lo tahu semua ini gak murah."
"Apa pun itu, asal aku bisa pulang." Matanya berkaca-kaca, tersirat sorot lelah di wajahnya.
Sunghoon mendengus lucu. "Gitu? Gue boleh minta hal yang gue suka?"
"Setelah itu lupain semuanya, aku juga bakal lupain semua yang aku tahu dan aku lihat, yang paling penting jangan ungkit masalah ini lagi."
"Oke, lepas pakaian lo."
Shareen mengerutkan dahi. "Apa?"
Sunghoon merubah posisinya menjadi duduk sembari menyilangkan kedua tangan. "Lo bilang gue boleh minta apa pun, lepas pakaian lo, di depan gue, sekarang."
Seluruh tubuh Shareen bergetar, dia memundurkan kakinya selangkah demi selangkah. Makhluk jenis apa yang ada di hadapannya sekarang?
"Kamu pikir ini bercandaan?" cicit Shareen, tidak menyangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopatic Guy✓
FanfictionPark Sunghoon, cowok berandalan yang tidak pernah membiarkan siapa pun mendekatinya. Cowok berhati es yang paling badass di sekolahnya. Sunghoon tidak sungkan memukul siapa pun yang menentangnya. ✓Merokok ✓Clubbing ✓Tawuran Orang-orang mungkin meng...