¹⁶. enambelas

9.1K 1.3K 15
                                    

Sunghoon melempar jatuh ranselnya ke lantai kamar lalu membanting tubuhnya ke atas kasur. Kosong, pandangannya tertuju pada langit-langit kamar yang temaram. Selama bermenit-menit dalam kesendiriannya dia terdiam. Hanya ada deru napasnya yang terdengar.

Memilih duduk, dia meraih segelas air di nakas, meneguknya kandas. Memejamkan mata dengan kepala yang bersandar pada kasur. Dia mulai merasakan sesak teramat hebat. Menunduk, dia menekan kuat dadanya yang akan mengeluarkan sesuatu.

Dia sudah berusaha menahan tapi akhirnya dia terbatuk-batuk mengeluarkan air dan darah yang menyembur dari mulutnya, mengotori seragam yang dia kenakan hingga kasurnya. Dia berusaha meraih ransel, mengeluarkan botol kecil berisi pil. Dia hendak membuka tutup botol tersebut tapi darah kembali menyembur.

Dia meremat botol itu kuat-kuat lalu melemparnya ke arah dinding sampai pecah dan seluruh isinya berceceran di lantai. Kembali meraih ranselnya, mengeluarkan 2 botol yang sama kemudian melemparnya lagi, hingga seisi kamar dipenuhi oleh pil berserakan.

Teriakannya berdesing di kamar yang hanya dihuni oleh dirinya itu.

Ponselnya berdering, menampilkan nama yang paling tidak dia inginkan saat ini.

Dokter

Dengan cepat dia menerima sebelum amarahnya semakin meningkat.

"Kenapa semalem kamu gak dateng—"

"Sibuk!"

"Sunghoon, dengar, hari ini kamu harus dateng, dan pilnya harus teratur—"

Dia langsung menonaktifkan ponselnya kemudian melemparnya ke sofa. Cowok itu kembali terbatuk-batuk sambil memukul dadanya sekuat mungkin.

Penuh amarah, dia melempar gelas di atas nakas ke dinding, kamarnya kini terlihat berantakan.

"Dengan atau adanya obat, gue tetep mati!"

Setelah berteriak, tatapan kosongnya berubah menjadi gelap, rahangnya mengeras.

Dia bangkit berdiri, menghampiri satu pintu di kamarnya yang dia gunakan untuk menyimpan barang-barang berharganya. Tak beberapa lama dia keluar dengan aura yang lebih menyeramkan dari sebelumnya.

Dia menyeringai, mengganti pakaiannya dengan kasual.

Malam ini, dia akan menuntaskan kesenangannya, lagi.

°°°

Shareen terkejut mendapati papanya pulang sore hari ini. Tidak biasanya papanya itu pulang tanpa memberi kabar, apalagi sudah sore. Tapi, Shareen tidak mempermasalahkannya. Dia segera mempersiapkan makanan dan menyajikannya.

"Pa, makan dulu."

Sang papa yang sedang menonton di ruang tamu mematikan televisi lalu menghampiri puterinya di meja makan.

Shareen menyendokkan nasi ke piring dan memberikan lauk-pauk yang dia masak. Sang papa makan dengan senyap. Tidak ada percakapan di antara mereka. Shareen menanyakan tentang pekerjaan papanya yang dijawab dengan tenang. Ruang tamu kembali hening saat Shareen selesai menceritakan sekolahnya. Walau, Shareen tidak memberitahu kejadian yang dia alami beberapa hari belakangan.

Shareen membasahi bibir mencari topik pembicaraan lain.

Ah, iya. Dia ingat satu hal. Shareen memang sudah memberitahu lewat pesan, tapi tidak ada salahnya membahasnya sekarang.

"Soal Ayden, Papa gak mau dateng ke sekolah?"

"Anak itu?" Helaan napasnya terdengar. "Kamu sampein ke dia, Papa gak mau punya anak nakal macem dia."

"Pa, Sha mohon, maafin Ayden. Ayden cuma belum tahu apa yang dia lakuin. Kalau Papa ngomong, mungkin dia mau pulang."

"Biarin ajalah, Sha. Papa males sama dia. Kalau butuh paling dia pulang."

Shareen tidak bisa mengubah keputusan papanya saat sang papa sudah berdiri dan pergi ke kamarnya.

Dia merunduk memainkan sendok, rasanya hati Shareen semakin berantakan. Seperti potongan puzzle yang hilang, dia tidak dapat menemukannya.

Membersihkan sisa makanan dan mencuci piring-piring, Shareen kembali teringat dengan cowok yang terus merebut pikirannya selama dua hari itu. Siapa lagi jika bukan Sunghoon.

Dia membuka pintu kulkas, mengeluarkan makanan yang dia simpan di freezer. Itu sisa makanan yang disiapkan oleh cowok itu. Tampaknya sudah tidak bisa dimakan. Dia segera mencucinya.

Setelah membereskan semuanya, dia memeriksa kamar papanya. Ternyata pria paruh baya yang paling dia sayangi itu sudah terlelap. Shareen masuk untuk memandangi wajah papanya itu. Ada rasa lega tersendiri ketika memperhatikan wajah itu, seperti mendapat kekuatan yang menopang Shareen.

"Sha pergi kerja dulu, ya, Pa." Dia menarik selimut sampai ke atas dada papa sambil tersenyum.

Dia pun memutuskan ke kamarnya untuk berganti pakaian. Tidak butuh waktu lama dia sudah rapi dengan seragam kerjanya. Menuruni tangga dan keluar dari rumah.

Terlihat Hani sedang bermanja ria dengan Eunchae di rumah sebelah.

"Kak Sha titip Hani sama Eunchae, ya."

"Siap, Kak."

Shareen tersenyum lalu menaiki sepeda yang sudah dia perbaiki. Tempat kerjanya lumayan dekat dari rumah. Tetap saja jika berjalan kaki atau menaiki sepeda akan terasa jauh. Walau begitu Shareen lebih senang menempuhnya menggunakan sepeda.

Senyum di wajahnya mengendur melihat rute jalan di depannya. Dia berhenti dengan menurunkan kedua kaki.

Rute itu ... terdapat lorong gelap, di mana dia melihat kejadian malam itu.

Gadis itu segera memutar balik, mencari jalan lain meski jarak tempuhnya lebih jauh.

Sesampai di depan kafe tempatnya bekerja, dia memarkirkan sepedanya. Terlihat 3 anak perempuan SMP yang tidak jauh dari Shareen tengah berdiri membelakanginya.

Dengan penasaran Shareen mendekat. "Yura ngapain?"

"Ah, Kak Sha!" pekik Yura—anak bosnya—yang terkejut dengan kehadirannya. Dua temannya terlihat menyembunyikan sesuatu di balik tubuhnya. "Enggak ada apa-apa, Kak. Iya kan, teman-teman?"

"U'um, gak ada apa-apa, Kak." Mereka tersenyum lebar.

"Kok berdiri di sini? Gak masuk?"

"Iya, ini mau masuk, Kak Sha duluan aja, hehe."

"Yura jangan suka main di luar. Lagi musim hujan, kalau Yura sakit, Mama bisa lebih cemas lagi."

"Iya. Sebentar lagi Yura masuk, kok."

"Kalau gitu kakak duluan." Shareen berjalan masuk, meninggalkan ketiga anak SMP itu yang menghembuskan napas lega.

Shareen segera mengurus pekerjaannya. Di kafe itu ada 6 pegawai dengan shift yang berbeda, Shareen bekerja dari pukul enam petang sampai sembilan malam. Jika sedang ramai, bisa sampai pukul sebelas. Dia satu shift dengan Haewon. Mereka tidak dekat. Berbicara pun jarang. Haewon kerap mengadu domba Shareen pada bos, dia terlihat tidak senang kepada Shareen tanpa alasan yang jelas.

Begitulah kehidupan Shareen. Sederhana. Namun, sepertinya kacau. Ada banyak hal yang membuatnya gundah ataupun frustasi. Ada banyak kejadian yang tidak dia mengerti. Dia bisa menganggap dirinya orang paling menyedihkan di dunia. Karena dibanding kebahagiaan, hanya ada tanda tanya dan kehampaan. Tapi Shareen tidak melakukannya. Shareen tetap bertahan dengan senyum di wajahnya. Kedua kakinya yang sulit untuk melangkah, dia jadikan alasan agar tetap kuat.

°°°

Psychopatic Guy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang