¹⁷. tujuhbelas

8.9K 1.3K 57
                                    

Deg

Jantung Shareen terasa mencelos ke bawah melihat seorang cowok berdiri di sebelah persimpangan jalan.

Tadinya Shareen sedang mendata keperluan baru yang harus ditambahkan, merasa ada yang memperhatikan, dia menoleh ke depan pintu yang tembus pandang. Cowok itu menatapnya di tempatnya berpijak tanpa bergerak sedikit pun.

Tidak apa-apa jika dia menatap selama beberapa saat.

Dua puluh menit! Benar, sudah selama itu, dan dia masih tidak bergerak sedikit pun. Sesekali kendaraan lewat tapi cowok itu masih di sana. Akan lebih baik jika dia menghampiri langsung, yang terjadi sebaliknya, dia terus memandangi Shareen seperti seorang pembunuh yang mengawasi mangsanya.

Mungkin benar?

Jantung Shareen hampir meledak memikirkan prasangka buruk yang akan ia alami. Kafe hari ini sepi, nyaris tidak ada pengunjung, sedari tadi Shareen hanya mendata atau bersih-bersih. Tidak ada yang bisa dilakukan. Lalu, tiba-tiba kehadiran cowok itu layaknya bom atom yang menghancurkan ketenangannya. Mungkin lebih dari sekadar itu.

Melihat Haewon sudah berkemas hendak pulang, gadis itu pun melakukan hal yang sama.

Jam hampir menunjuk pukul sembilan, tidak akan masalah menutup kafe lebih dulu jika tidak ada pengunjung.

"Gue pulang duluan."

"Haewon tunggu!" Haewon mengerutkan dahi tatkala Shareen mengambil tasnya setelah memadamkan semua lampu.

"Apaan sih lo, lo masih harus nunggu jam sembilan."

"Gak apa-apa, kan gak ada pengunjung."

"Kalau Ibu tahu lo bisa dipecat!"

"Aku mohon...." Wajahnya pucat pasi, tidak bisa memikirkan apa pun selain sosok yang masih berdiri di sebelah persimpangan.

"Gue aduin Ibu ya lo." Rautnya tidak suka.

"Haewon." Shareen memegang kedua tangan gadis berkulit sawo itu. "A-ada urusan mendesak, aku harus pulang."

Haewon menghempas lengannya dengan air muka berkerut. "Jangan pegang gue juga, dong! Terserah lo mau pulang atau gak, pokoknya besok gue aduin sama Ibu." Dia hendak pergi, Shareen kembali memegang tangannya.

"Haewon sini aku anterin kamu sampai ke rumah."

"Lo mau nyogok gue gitu? Lepas! Gue bisa pulang sendiri!"

Shareen menggigit bibir bawah, mengekori Haewon yang sudah keluar. Gelap dan tidak ada siapa pun adalah pemandangan di luar. Kawasan tersebut termasuk kawasan sepi kala malam.

Tatapan tidak suka terus dilayangkan Haewon. Awalnya Shareen pikir Haewon akan ke halte, ternyata Haewon dijemput!

Darah hampir keluar dari mata Shareen. Dengan cepat gadis itu mengambil sepedanya dan mengendarainya secepat mungkin menuju keramaian.

Sejatinya, keberuntungan itu tidak pernah ada.

Rantai sepeda Shareen putus. Tepat di jalan gelap tanpa adanya lampu jalanan. Dada gadis itu dipenuhi genangan air mendengar derap kaki di belakangnya. Tidak ada siapa pun di sana yang bisa menolongnya. Kedua kaki Shareen melemas.

Tidak. Ini salah. Tidak seharusnya Shareen takut. Dia bukanlah sosok yang harus ditakuti. Mereka masih sama-sama manusia. Shareen tidak harus takut padanya. Dia hanya perlu mengumpulkan keberanian. Semua akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia hanya perlu menghadapinya, seperti biasanya.

Dia terus mengulang kata-kata tersebut di situasi yang sudah gawat, walau rasanya mustahil karena sudah begitu takut, tapi berhasil, hatinya sedikit lebih lapang dari sebelumnya.

Psychopatic Guy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang