¹⁹. sembilanbelas

8.8K 1.4K 134
                                    

Jangan lupa vote sebelum membaca guys 💛



"Sini!"

Bibir Shareen terbuka setengah saat Sunghoon berdiri menjulang di hadapannya, menghalangi langkahnya, bermaksud meminta tumpukan buku yang ada di pelukannya.

Saat ini kelas Shareen sedang ada kunjungan ke perpustakaan, tiba-tiba Sunghoon datang dengan menunjukkan batang hidungnya di depan semua orang.

Ah, soal kejadian di taman, itu sudah berlalu tiga jam lalu dengan Sunghoon yang mengantarnya ke kelas. Cowok itu masih belum mengatakan apa pun tentang itu. Entah Shareen memang salah bicara atau dia tidak terima dikritik, semoga itu tidak berdampak buruk pada Shareen. Daripada itu, Shareen sudah memikirkan baik-baik bahwa dia harus bersikap tenang untuk menghadapi cowok semacam Sunghoon.

"Untuk apa? Aku bisa sendiri, kok."

Tanpa persetujuan Sunghoon mengambil buku itu dan mengangkatnya ke meja dekat jendela yang sepi dan senyap. Ralat, perpustakaan memang langsung sepi begitu dia menampakkan rupanya. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara sepatah kata pun, termasuk bisik-bisik. Semua orang memilih diam dan menyingkir sebelum perkara datang.

"Aku harus ngumpul sama yang lain."

"Buat apa?" Dia mengangkat alisnya. "Mereka juga gak pengen lo deket-deket. Ya, kan?"

Tatapan itu, ya... dia tahu apa yang di alami Shareen. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi setelah menyodorkan tumpukan buku yang menjadi referensi Shareen.

"Silakan duduk." Ditepuknya kursi di sebelahnya. Baru saja Shareen hendak duduk, dia mencegat lengan Shareen. Dia kini menunjuk kursi di depannya. "Di situ aja."

Shareen tidak ambil pusing dan duduk di tempat yang diperintah Sunghoon.

"Deket sama gue artinya lo ikut kena kutukan."

Shareen menoleh sekilas saat mengatur buku-bukunya.

"Kenapa, tanya coba."

"Kenapa?" Shareen mengikuti tiap hal yang diinginkan Sunghoon.

"Waktu lo berurusan sama gue, jelas semua orang gak pengen berhubungan lagi sama lo. Karena gak akan ada yang mau dikenal sama gue. Semua orang pengecut. Lo juga tahu itu."

"Emangnya kenapa mereka gak mau dikenal?" Pertanyaan itu keluar refleks dari bibir Shareen, sedetik kemudian dia paham, tentu saja karena Sunghoon yang terkenal psikopat. "Tapi aku heran."

"Heran?"

Shareen mengangguk, sesekali menoleh pada Sunghoon. "Orang-orang takut sama kamu, di sisi lain mereka juga suka. Aku sering denger pujian mereka ke kamu. Walau nyeremin, kamu itu pinter, dan sebagainya."

"Lo tutup telinga setelah denger pujian? 5 persen. Cuma 5 persen pujian yang lo denger. Selebihnya, cacian dan makian."

Shareen menatap Sunghoon lebih lama.

"Lagian gue gak mau lo deket orang-orang munafik. Lo juga mikirin hal yang sama, iya gak?"

Ucapan itu tidak sepenuhnya salah. Shareen memang tidak terlalu nyaman menjalin hubungan dengan orang-orang. Dia lebih suka berteman dengan satu atau dua orang. Bukan berarti dia benci semua orang, dia hanya ingin menjaga hubungan baik tanpa ada pertengkaran. Dan hidup tenangnya itu sudah berakhir saat dia meneriaki Sunghoon di aula beberapa hari silam. Bahkan, kini dia terlihat dekat dengan cowok itu. Siapa pula yang mau menjaga hubungan baik dengannya?

Yang perlu ditanyakan ... dari mana Sunghoon tahu isi pikirannya itu?

Diam selama beberapa saat, Shareen sudah fokus pada buku-bukunya.

Sunghoon yang sedari tadi hanya memperhatikan Shareen berdecak sebal. Dia menarik buku Shareen agar perhatiannya teralih.

"Soal malem kemarin dan tangan lo..." Dia memperhatikan pergelangan Shareen. Gadis itu lebih dulu menyembunyikan lengannya.

"Ada yang bilang masa lalu itu seperti bunga yang udah layu. Kalau udah layu, kenapa dipikirin? Mending tanam bunga baru. Aku gak terlalu suka bahas yang udah lampau." Gadis itu mengedikkan bahu.

Sunghoon berdengus lucu, tatapannya tak pernah lepas dari wajah Shareen yang sangat manis menurutnya.

"Baru semalem lo natap gue pake tatapan lo yang super takut, seolah-olah gue monster paling nyeremin yang ada di dunia, sampe-sampe lo ninggalin sepeda lo." Cowok itu tertawa kecil. "Tapi tadi pagi lo udah nasehatin gue, dan sekarang bilang hal kayak gitu dengan tenang. Baru kali ini gue gak ngerti sama seseorang."

Ringisan keluar dari bibir Shareen. "Aku juga gak tahu. Mungkin karena aku udah ngeliat kamu ngebunuh seseorang, jadinya aku mikir 'yah dia ngebunuh orang segampang itu, gak susah kalau dia mau bunuh aku juga', kapan pun kamu mau, bisa bunuh aku, jadi menurut aku percuma mikirin itu terus, rasanya cape. Tapi bukan berarti aku gak takut, rasa takut di hati aku gak bisa ditutupin pake liang besi sekali pun."

"Menurut gue, bukan karna lo ngeliat aksi gue atau karena lo takut, emang lo nya aja yang bawel dari awal. Kalau enggak, lo gak bakal bicara sebanyak ini."

Shareen merapatkan bibirnya, dia menghindari tatapan Sunghoon yang pasti terasa tajam. Cowok itu memang selalu menatapnya begitu, suatu waktu bisa berubah menjadi seringaian mengerikan.

"Jadi lo gak akan minta lepas lagi dari gue?"

"Emangnya kalau aku minta bakal dikabulin? Yang ada kamu nyakitin aku lagi, terus malah lupa diri sendiri." Dia tak sadar tengah menyindir seorang pembunuh.

Sunghoon mangut-mangut. "Iya, sih. Gue gak akan biarin lo pergi gitu aja. Selain gak ada yang gratis di dunia, lo udah narik perhatian gue." Lengannya yang sedari tadi bersarang di dalam saku celana dia keluarkan untuk dia ketuk di meja. Menyadarkan Shareen dari lamunan singkat.

"Lo tahu, gue gak pernah biarin target gue hidup lebih dari 3 hari. Sedangkan lo, udah seminggu. Lo masih hidup." Dia bangkit berdiri membuat Shareen mendongak menatapnya. "Diri!"

Mendengar nada perintah yang terasa mengintimidasi itu, Shareen berdiri. Air muka dan aura cowok itu kembali menyeramkan. Bila sudah seperti itu, rasa takut di hati Shareen kembali meledak.

"Walau gue udah janji gak bakal jadiin lo mainan yang ujungnya bakal gue bunuh, tetep aja gue harus kasih satu bayaran mahal." Perlahan dia berpindah mendekati Shareen.

"Sesuai yang lo bilang tadi pagi, psikis gue emang rusak, makanya gue butuh obat."

Sunghoon mengikis jarak sedikit demi sedikit seperti yang dia lakukan pertama kali. Shareen tidak bisa mundur karena rak buku tepat di belakangnya, dia mulai berkeringat, meremat kepalan tangan sampai buku-buku jarinya memutih.

"Jung Shareen. Lo masih mau hidup, gak?"

Shareen dengan wajah pucat dan ketakutan meneguk saliva susah payah begitu Sunghoon menyetarakan tinggi badannya dengan wajahnya.

"Jadi cewek gue sekarang juga."

Pernyataan barusan membuat wajah Shareen memerah, kebingungan memenuhi benaknya. Di sisi lain, dia sadar tidak akan pernah bisa menolak apalagi lepas dari cowok itu.

°°°


Jangan lupa vote dan dukungannya 💛

Jangan lupa vote dan dukungannya 💛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Psychopatic Guy✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang