39. Tersesat

371 67 0
                                    

°°°°°°°°°°°°°°°°°

Doyoung dan Fiona dengan ragu melangkahkan kaki mereka ke arah kiri, tanpa tau arah mana yang seharusnya mereka ambil.

Tangan Fiona menggenggam erat tangan Doyoung, begitu juga sebaliknya.

Mereka takut akan terjadi sesuatu nantinya.

"HP gue mati lagi. Gabisa hubungin temen-temen." kata Fiona menunjukkan HPnya pada Doyoung.

"Apalagi gue, gabawa HP." sahut Doyoung.

"Akh..."

"Fiona, lo gapapa?" tanya Doyoung panik saat Fiona menginjak sesuatu yang licin diantara dedaunan.

Untung saja Fiona tidak terjatuh.

Doyoung mengarahkan senter ke arah kaki Fiona.

"Ini kan-

"Darah. Kenapa bisa ada darah disini?"

Doyoung dan Fiona saling pandang, kemudian melihat ke sekitar mereka.

Benar saja, mereka hanya bisa melihat kegelapan di depan mereka, serta pepohonan besar yang tidak mereka lihat pada rute sebelumnya.

Sangat mustahil kalau panitia kampus menggunakannya sebagai rute jurit malam.

Tangan mereka berkeringat dingin, menyadari kalau saat ini mereka telah salah arah.

"TOLONG.....!" teriak Fiona dengan sekuat tenaga, walapun sangat terdengar lemah.

Doyoung menatap gadis itu.

"Kenapa liat gue?" tanya Fiona pada Doyoung.

"TOLONG.....!" teriak Doyoung pada akhirnya.

"TOLONG....!" teriak mereka berdua, dengan tangan yang masih terpaut satu sama lain.

"Gimana nih? Kita harus kemana?" kata Fiona dengan wajah ketakutan.

"Fiona, jujur aja gue saat ini juga panik. Tapi kayaknya kita harus tenangin diri dulu, biar bisa berfikir jernih." sahut Doyoung menepuk bahu Fiona, berusaha menenangkannya.

Walau dalam hati Doyoung dirinya juga panik, ketakutan, dan khawatir. Tetapi untuk saat ini, hanya diri mereka sendirilah yang bisa membantu.

"Ssstttt. Denger deh. Kayak suara peluit gak sih?"

Fiona menaruh telunjuk di bibirnya sambil memejamkan matanya.

Doyoung ikut memejamkan mata, dan berusaha mencari arah sumber suara.

"Dari selatan." katanya kemudian.

"Kok selatan? Gue dengernya dari barat." sahut Fiona yakin.

"Selatan Fiona. Sumpah."

"Barat, Doyoung. Sumpah."

Mereka sama-sama menghela nafas. Disaat seperti ini harusnya mereka bekerja sama, bukannya saling berpendapat yang berbeda.

"Yaudah. Kita ke barat dulu, kalau masih ga ketemu temen-temen yang lain, kita ke selatan." kata Doyoung pada akhirnya.

Fiona mengangguk dan mengaitkan lengannya pada lengan kiri Doyoung.

Angin malam membuat mereka berdua merasa kedinginan.
Untuk saat ini, hanya untuk saat ini, biarlah mereka bergantung satu sama lain.

Doyoung berjalan perlahan sambil mengarahkan cahaya senter ke arah barat.

"Doyoung, semoga aja gue gak salah denger." kata Fiona berbisik.

"Kalau salah, masih ada pilihan gue kok Fiona. Aman." sahut Doyoung yang juga masih berusaha menenangkan diri sendiri.

Fiona merasakan kehangatan saat tubuh mereka mulai berdekatan.
Gadis itu mempererat pelukannya pada lengan Doyoung.

Bulan purnama kini tampak jelas di langit tanpa terhalang oleh pohon, saat mereka berada di antara rerumputan.

Fiona menatap bulan purnama dan mengagumi keindahannya.

Namun, tiba-tiba saja telinganya berdengung hebat dan membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

Fiona melepaskan tangannya dari Doyoung, kemudian ia menutup telinga dengan kedua tangannya.

"Fiona lo gak papa?" tanya Doyoung panik saat melihat gadis itu terduduk sambil menutupi kedua telinganya.

Fiona menggelengkan kepalanya. Suara dengungan itu masih saja terdengar jelas di telinganya.

"Fiona- " Doyoung melepaskan kedua tangan Fiona dari telinganya dan memeluk gadis cantik itu.

Fiona menggeleng-gelengkan kepalanya dalam dekapan Doyoung.

"Gapapa Fiona. Ntar pasti ilang kok. Gue gak tau harus ngapain." kata Doyoung dengan suara setengah menangis.

Fiona memejamkan matanya dan merasa kalau dengungan itu memaksanya untuk mengingat sesuatu, yang jauh tersimpan di dalam hati dan pikiran Fiona.

Doyoung mendengar Fiona setengah terisak, seperti berjuang menahan rasa sakit.

Ia takut, kalau terjadi sesuatu pada Fiona. Karena untuk saat ini, dirinya lah yang bertanggung jawab terhadap gadis itu.

"Gapapa Fiona. Tahan ya. Jangan nangis ya. Gak papa. Pasti gak papa. Percaya sama gue."

Doyoung memeluk Fiona dengan erat sambil berlinang air mata.

THE ISLAND •NCT•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang