“Kecewa rasanya, saat apa yang kita inginkan, bertolak belakang dengan apa yang kita dapatkan.”
•
•
•“Woy berhenti!”
Fero terus berlari mengejar pria berpakaian serba hitam itu. Tak lama, dia berhenti tepat di gang sempit yang gelap dan sepi. Pria itu perlahan mengangkat kepalanya yang menunduk tertutup topi. Seulas senyum terukir di bibirnya.
“Alex? Ngapain lo disini?”
Alex memandang Fero sinis. “Gak penting buat lo tahu.”
“Penting buat gue tahu. Gue masih bagian dari Vagos kalau lo lupa, dan gue berhak tanya soal itu. Apalagi dengan keberadaan lo yang mencurigakan. Mau apa lo kesini?"
Alex meludah dan menatap Fero nyalang. “Bagian Vagos lo bilang? Bagian vagos yang udah rela bunuh ketuanya sendiri? Itu yang lo bilang bagian dari Vagos?!” desisnya mengintimidasi.
Fero bungkam, sementara Alex kembali melanjutkan. “Kenapa? Nyadar kalau lo salah?” Alex tertawa sinis sambil berjalan mendekati Fero dan menepuk bahunya pelan. “Lo gak pantes berada di Vagos. PENGKHIANAT!” Setelah mengatakan itu, Alex berlalu pergi meninggalkan Fero.
Fero mengepalkan kedua tangan sampai buku-buku tangannya memutih. Memejamkan matanya, berupaya menahan cairan yang sudah menggenang di pelupuk mata. Hati Fero berdenyut ngilu, napasnya tercekat, pria itu membuang napasnya kasar, dan kembali membawa langkahnya pergi menuju ke lokasi balap.
Fero menghentikan langkah saat sudah berada dekat dari tempat Devan dan teman-temannya berada. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya. Ada perasaan bahagia saat dimana matanya menangkap senyum dari wajah adiknya itu. Walau sebenarnya Fero tahu, di balik senyum itu, tersimpan banyak luka yang tidak semua orang tahu.
Suara tawa terdengar dari Devan dan teman-temannya. Sampai ketika, candaan itu berubah menjadi obrolan serius.
“Sayang lo bilang? Dia gak mungkin jadi pembunuh, Yan, kalau dia sayang sama gue. Dia udah bunuh Rigal. Satu-satunya kunci harapan gue buat cari tahu dan dapetin siapa yang udah ngebunuh Eren!”
Mata Fero memanas. Dadanya bergemuruh. Sakit? Tentu saja. Siapa yang tidak sakit setelah mendengar ucapan menyakitkan itu keluar dari mulut orang yang paling dia sayang. Tapi Fero tidak marah pada Devan, justru dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjadi kakak yang baik buat Devan.
“Maafin gue, Van.” Lagi-lagi hanya itu yang mampu Fero ucapkan tanpa berani mengungkapkannya langsung kepada Devan.
Selama ini, Fero terus bertanya-tanya pada diirnya sendiri, masih pantaskah ia hidup? Saat hadirnya sama sekali tak di anggap, bahkan hidupnya selalu di bayangi dan di hantui dengan rasa penyesalan.Fero memejamkan matanya. Lagi-lagi ia harus kembali menahan air mata sialan ini agar tidak keluar. Bagaimanapun kondisinya, ia tidak boleh menangis. Ia tak mau dunia tertawa atas penderitaan yang dia rasa. Terlalu kejam bila penjahat yang masih berkeliaraan itu sampai melihatnya seperti ini. Ya, penjahat yang harus ia musnahkan karena telah merenggut semua yang ia miliki.
“Devan!”
Devan dan keenam inti Black Tiger tersebut terkejut melihat kehadiran Fero.
“Pulang. Udah malem,” perintanya dengan suara berat. “Jangan sampai Gino tahu lo ada disini.” Setelah mengatakan itu, Fero kembali berbalik dan melangkah pergi. Namun langkahnya terhenti, saat mendengar ucapan Devan yang lagi-lagi menjelma menjadi belati tajam menyakitkan.
“Gak usah peduliin gue. Gue gak akan pernah bisa jadi Devan yang dulu. Devan yang dulu udah mati! Berhenti berharap, karena semua itu sia-sia.”
Fero memejamkan mata dan membuang napas kasar. “Gue tahu,” balas Fero tanpa berbalik menatap Devan dan kembali membawa langkahnya pergi. Tapi gue gak akan nyerah, gue akan berusaha buat lo terima gue lagi di kehidupan lo, Van, batinnya berucap.
***
Reina menghela napas pelan. Ia memejamkan matanya, menikmati angin malam yang berhembus cukup kencang menusuk tubuhnya. Gadis itu mendongak, menatap langit-langit malam itu. Saat ini, ia tengah duduk di kursi yang berada di halaman belakang rumah. Sejak tadi, pikirannya terus terbayang-bayang akan Devan. Ingatannya kembali dibawa pada ucapan Devan waktu itu. Tepatnya, saat Devan mengajaknya ke danau untuk melakukan misi menjadi cowok romantis. Laki-laki itu pernah berkata tentang sahabatnya yang meninggal, tepat di depan matanya sendiri.
“Dua tahun yang lalu, sahabat terbaik gue meninggal, tepat di depan mata gue sendiri.”
“Siapa?”
Semakin dipikirkan, semua itu semakin membuatnya penasaran. Rasanya ia ingin mencari tahu semua tentang Devan. Bagi Reina, Devan itu cowok misterius yang penuh dengan teka-teki. Banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya. Siapa laki-laki itu? Berapa banyak luka yang sudah ia terima? Apa yang terjadi pada keluarganya? Dan apa juga yang terjadi pada temannya? Semua nya begitu membuat Reina bingung.
Ada satu hal lagi yang ingin Reina cari tahu, Mungkinkah Devan mengenal kakaknya?
“Devan, siapa lo sebenarnya? Mungkinkah lo kenal sama kakak gue?” Reina mengusap wajahnya gusar. Pikirannya amat kacau, terlalu banyak hal yang membuatnya lelah. Demi apapun, Reina ingin semuanya cepat berakhir. Ia ingin segera tahu siapa dalang di balik kematian kakaknya itu.
Ting!
Suara notifikasi membuat Reina cepat-cepat membuka ponsel. Bola matanya membesar saat tahu yang mengirim pesan padanya itu adalah Devan.
Devan
Lo ada waktu besok?Anda
Gak ada
Kenapa emangnya?Devan
Temuin gue sehabis pulang sekolah.Reina mengerutkan kening. Untuk apa Devan mengajaknya bertemu?
Anda
Buat apa?Devan
Gak usah banyak nanya
Ikutin aja perintah gue.
Reina mendengus pelan. Dasar Devan! Selalu saja bersikap semaunya. “Nih anak ngeselin banget!” Tapi walau begitu, Reina tetap menuruti kemauan Devan tersebut.
Gadis itu membuang napas. Berbicara pada orang menyebalkan seperti Devan memang benar-benar harus ekstra sabar dan kuat mental ya? Reina jadi bingung hati cowok itu terbuat dari apa. Batu kah? Besi kah? Sama sekali gak ada lembut-lembutnya. Dasar nyebelin!
***
Haii kesayangan authorr
Jangan lupa buat vote dan komen ya 🥰Dah... Bubayyy
Sampai bertemu dipart selanjutnya...
Sayonnara Minna^^(◍•ᴗ•◍)✧*。
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO (Selesai)✓
Teen FictionSemenjak kematian Eren, semua berubah 180 derajat. Devan, ketua geng Black Tiger yang terkenal akan kekuasaannya merajai jalan, telah berubah menjadi sosok yang kasar dan ditakuti oleh semua orang. Ya, semua itu karena Devan merasa hidupnya sudah ha...