Bagian 37- Jadian

670 77 8
                                    

Hello vrennn

Siapin mental ya, karena part kali ini bener2 bikin baper🤭

Happy reading😘

"karena orang yang mencintai dalam diam, adalah orang yang mencintai paling dalam"

***

Reina berdiri di trotoar jalan, memeluk dirinya sendiri sambil terisak kencang. Hujan yang mengguyur tubuhnya, sama sekali tidak mmebuat gadis itu pergi dari tempat ia berada sekarang. Bagi Reina, derasnya air hujan adalah pertanda bahwa semesta turut bersedih dengan apa yang ia alami saat ini.

“Gue benci!!!” Teriak Reina parau, tangis gadis itu semakin kencang bersama dengan suara riuh air hujan. “Gue benci sama hidup gue!”

“Tuhan...” Lirihnya pelan. “Beri aku garis takdir yang bahagia, bukan yang kejam seperti ini..” Reina memejamkan mata, membiarkan air matanya mengalir deras bersama setiap tetesan air hujan yang mengalir, membasahi wajahnya. “Aku Cuma ingin bahagia, apa itu salah?”

“Sama sekali gak salah.”

Reina refleks berbalik badan, saat mendengar suara seseorang yang menyapu lembut telinganya. Ia sontak terkesiap, saat mendapati kehadiran Devan yang sudah melepas jaket, dan melindungi kepalanya agar tidak terkena hujan.

Tangan Devan perlahan terangkat, membelai lembut pipi gadis di hadapannya. “Lo berhak bahagia, Rei.” Tanpa diduga, Devan langsung menarik pinggang Reina, memeluk gadis di hadapannya itu dengan sangat erat. “Apapun itu, kita semua berhak bahagia.”

Tubuh Reina mematung. Napasnya tercekat. Apa yang Devan lakukan barusan, berhasil membuat jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik, bahkan mampu mematikan sel-sel sarafnya dalam sekejap. Tanpa sadar, bibir yang bergetar kaku itu, mulai tertarik membentuk lengkungan. Dan tangan yang tadinya tak dapat di gerakan itu, perlahan terangkat, membalas erat pelukan yang Devan berikan.

“Lo benar.” Balas Reina akhirnya

Entah mengapa, Devan merasa dadanya berdebar kencang. Perasaanya seolah bercampur aduk. Ada apa dengan dirinya saat ini? mengapa rasanya begitu aneh? Perasaan ini, perasaan yang sama sekali belum pernah ia rasakan. Dan terlebih, mengapa rasanya berat, untuk melepaskan pelukannya dari tubuh Reina? Apa jangan-jangan.... dirinya jatuh cinta lagi?


***


Sudah cukup lama Reina mencari buku untuk refrensi makalah yang akan ia buat diperpustakaan, namun buku yang ia inginkan tak kunjung ketemu. Namun bukan Reina, jika harus menyerah dengan begitu mudah, ia harus menemukan buku tersebut sampai dapat. Namun tiba-tiba saja, seseorang didekatnya tak sengaja terjatuh mengenai lemari buku, hingga membuat buku-buku diatas lemari tersebut berjatuhan dan hampir saja mengenai Reina, jika seseorang tidak dengan cepat melindungi gadis itu dengan tubuhnya.

Orang itu adalah Devan. Demi melindungi Reina, punggung laki-laki itu harus terkena jatuhan buku-buku tebal dari lemari atas perpustakaan. Tentu saja itu sakit, karena tidak satu atau dua buku yang mengenai punggung Devan, tetapi lebih dari itu.

“Lo gak apa-apa?” Tanya Devan pada Reina yang kini mulai mengangkat pandangan untuk menatap sisumber suara.

“Devan?” Pandangan keduanya lantas bertemu. Namun tak lama, karena setelahnya Reina segera memutuskan kontak mata dengan Devan. Entah mengapa saat melihat Devan, selalu membuatnya tiba-tiba menjadi salah tingkah. Ya, Reina begitu lemah hanya untuk menatap mata Devan yang begitu indah.

Devan beralih menatap seorang laki-laki dibelakangnya, yang masih duduk membereskan buku-buku yang berserakan dilantai. Orang itulah yang tadinya terjatuh dan tak sengaja menyenggol lemari buku tersebut.

“Kalau jalan itu jangan Cuma pakek kaki, tu mata lo dipakek.” Desis Devan penuh penekanan hingga membuat laki-laki itu bergetar ketakutan.

“Maafin gue.” Laki-laki itu menunduk takut, tak berani menatap wajah Devan.

“Udah.. dia kan gak sengaja.” Sela Reina melerai.

Devan kembali beralih menatap wajah Reina.

“Tapi lo, baik-baik aja kan?”

“E-iya..” Balas Reina gugup. “Makasih.” Ucapnya dan berlari pergi begitu saja meninggalkan Devan tanpa sepatah kata lagi.

Ya, semenjak kejadian hari itu, Reina terus berusaha menghindari Devan. Bahkan saat Devan kekelas untuk menemuinya pun, Reina menyuruh Icha untuk berbohong bahwa dirinya tak ada didalam kelas. Entah mengapa, bila mengingat kembali saat-saat dimana ia berpelukan dengan Devan, rasanya benar-benar begitu memalukan. Reina sudah berusaha untuk bersikap biasa saja, tetapi tetap saja rasa canggung itu selalu datang menyelimutinya.

Namun lagi-lagi ia gagal menghindari Devan, buktinya saja sekarang saat ia tengah berada dilapangan basket. Laki-laki itu kembali datang menyelamatinya dari lemparan bola basket yang hampir saja mengenai wajahnya jika Devan tidak dengan cepat mengambil bola basket tersebut.

“Hampir aja.” Hela Devan, kemudian berbalik untuk menatap wajah Reina. “Lo bisa hati-hati gak si? kalau gak bisa main basket, gak usah sok-sokan main basket.” Desisnya membuat Reina mendelik.

Kemudian, laki-laki itu berlalu pergi begitu saja.

Dan tidak hanya itu, saat Reina hampir jatuh dari kursi waktu membersihkan kaca ruang osis pun, laki-laki ini selalu ada untuk menyelamatinya. Reina jadi takut, sebenarnya ini Devan atau bukan. Kenapa laki-laki itu bisa selalu ada saat ia hampir terluka?

“Akhh!”

Kursi yang Reina naiki goyang hingga membuat ia terjatuh, dan tubuhnya hampir terhempas lantai jika saja seseorang yang bernama Devano itu tidak dengan cepat menangkap tubuhnya.

Reina membuka matanya dan pandangannya kembali bertemu dengan manik hitam milik Devan. Tubuh gadis itu membeku, dan ia terpaku pada wajah tampan milik seorang laki-laki dihadapannya. Namun suara Devan yang terdengar memanggil namanya, berhasil menyadarkannya kembali.

“Rei..”

“Reina!”

“Eh-iya.” Reina sedikit tersentak, kemudian menjauhkan tubuhnya dari tubuh Devan.

“Sedikit aja lo gak bisa hati-hati ya?” Heran Devan tak habis pikir mengapa gadis dihadapannya ini begitu ceroboh. “Terhitung udah tiga kali, lo hampir terluka hari ini.”

“Dan terhitung tiga kali juga, lo nyelamatin gue hari ini.” Timpal Reina. Keningnya berkerut dalam, menatap bingung Devan dihadapannya. “Kok lo bisa ada terus si, bahkan saat gue gak minta pertolongan sekalipun. Atau jangan-jangan.. lo ngikutin gue terus ya, dari tadi?”

“Kebetulan kali.” Balas Devan acuh.

“Kebetulan?” Reina menaikkan salah satu alisnya. “Kok bisa, tiga kali kebetulan diwaktu yang sangat tepat?”

“Ya, mana gue tahu.” Devan mengedikkan bahunya.

“Terserah deh.” Reina tak mau ambil pusing soal itu, ia memilih untuk kembali membersihkan ruangan osis tersebut.

“Lo sendiri yang bersiin? Kemana teman-teman lo yang lain?”

“Sebenarnya gue gak ada jadwal piket ruangan osis si. Pagi tadi juga udah dibersiin sama yang piket, cuma menurut gue masih kurang bersih aja. Makanya gue berinisiatif buat bersihin ruang osis, biar waktu rapat kita bisa nyaman.” Jawabnya.

Mendengar itu, Devan melongo tak percaya. Bisa-bisanya ada gadis yang cantik, baik, dan rajin seperti Reina.

“Gue bantuin ya.” Ujar Devan, namun gadis itu membalasnya dengan gelengan.

“Gak usah, gue bisa sendiri. Bel masuk mau bunyi, lo belum makan kan? cepetan sana ke kantin.” Suruh Reina dengan sedikit mendorong tubuh Devan. Tapi perlu diingat, Devan itu orangnya keras kepala. Sekalipun kita berlutut dan memohon, Ia akan tetap kekeh pada kemauannya.

“Gak. Gue disini aja, bantuin lo.”

Reina menghela napas, dan beralih pada kotak bekalnya yang ia letakkan diatas meja. Kemudian, ia mengambil kotak bekal tersebut dan kembali lagi menghampiri Devan. “Nih, kalau mau bantuin gue, lo harus makan dulu.”

“Apa ni?” Tanya Devan.

“Ketoprak.” Jawab Reina membuat Devan membulatkan matanya.

“Serius itu ketoprak?” Tanya Devan memastikan.

“Iya, Kenapa? lo gak suka ya?”

“E-enggak kok.” Devan menggeleng ragu. “Gue suka.” Ia segera mengambil kotak bekal tersebut dari tangan Reina. Jujur saja, Devan itu sebenarnya sangat tidak suka sama makanan yang berbumbu kacang, apalagi ketoprak.

Reina tersenyum. “Tumben, lo gak nolak. Apalagi kan, orang kaya kayak lo gak mungkin seneng makanan yang begituan.”

“Emang gak seneng. Tapi bakal gue coba.”

“Lah, kenapa?” Bingung Reina.

“Karena gue, akan selalu menghargai pemberian orang yang gue sayang.”

DEVANO (Selesai)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang