"Benar kata orang-orang, bahwa seseorang itu akan lebih berati ketika dia sudah pergi. "
***
Reina membuka pintu utama rumah. Langkahnya langsung terhenti saat ayahnya tiba-tiba muncul dari balik pintu dan langsung melayangkan tamparan keras ke wajahnya. Reina langsung memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan keras yang baru saja ia dapatkan dari tangan lebar ayahnya itu.
“Dari mana kamu?!” Pekik Dave penuh amarah. Dave adalah ayahnya Reina. Laki-laki itu terkenal kasar dan tidak akan segan-segan main tangan pada anaknya sendiri. “Dari mana kamu?! Jawab!” Pekiknya lagi dengan suara yang lebih lantang.
Reina tertunduk, tidak berani menatap wajah murka ayahnya. “Da-dari sekolah, Pa-“
“Bohong! ”
Jantung Reina sekaan mau meledak saking terkejutnya. Tubuhnya gemetar seketika setelah mendengar suara bentakan Dave.
“Jawab jujur, kamu ngapain hah?! Mau coba jadi anak liar kamu?!" Pria paruh baya itu mengetuk jam tangannya beberapa kali. "Liat jam berapa sekarang? Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang! Pasti kamu kelayapan gak jelas kan?!”
Reina menggeleng cepat-cepat. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya sudah bersiap untuk tumpah. “Enggak pa, Reina-“ Belum sempat menuntaskan ucapannya, Dave kembali menampar wajah gadis itu di tempat yang sama.
“Gak usah bohong! Mau jadi perempuan gak bener kamu?! Sama siapa kamu tadi?! Papa liat sendiri kamu di anter sama seseorang. Siapa dia?!”
“Pa, dengerin Rei dulu...“
“Dasar perempuan liar!” Bentakan Dave lagi-lagi membuat Reina terbungkam. Ini bukan Ayahnya. Dave yang ia kenal dulu tidak pernah sekasar ini.
“Enggak, Pa. Tadi Rei gak ketemu satupun kendaraan yang lewat, Pa. Handphone Reina juga lowbat."
“Alah mas, palingan alasan dia aja tuh.” sahut wanita bermata tajam yang baru saja turun dari lantai atas. Seperti biasa, wanita yang di ketahui bernama Lisa dan merupakan ibu tiri Reina itu selalu saja memanas-manasi keadaan.
“Rei gak bohong, Ma. Rei berani sumpah.” lirih Reina menyanggah.
Lisa menatap Reina sinis. “Alah! Kamu itu hebat banget akting ya? Masih kecil udah belajar bohong!”
Tatapan Dave semakin tajam. “Kamu memang benar-benar sudah keterlaluan, Reina!”
“Pa! Papa bisa gak si ngertiin perasaannya Reina?!” Teriak Reina dengan suara parau. Wajahnya kini basah bersimbah air mata. “Papa berubah. Papa bukan lagi sosok ayah yang Reina kenal. Papa gak pernah mau denger penjelasannya Reina. Kenapa Pa?! Kenapa?!"
“Diam kamu!” Potong Dave cepat. “Jadi anak jangan kurang ajar! Berani kamu bentak-bentak Papa?!”
Cewek itu terkekeh miris. “Makasih buat sikap kasar Papa ke aku. Semua itu udah cukup buktiin bahwa Reina gak berati apa-apa lagi buat Papa.” setelah mengusap kasar air mata di wajahnya dengan punggung tangan, Reina berlalu berlari pergi memasuki kamar.
***
Sudah cukup lama Devan, Fero, dan juga Gino menunggu, namun dokter yang menangani Intan belum juga keluar. Hal itu menambah kekhawatiran dalam diri Devan dan juga kedua kakaknya. Mereka masih menanti kabar baik, berharap agar orang di dalam sana selamat dan bisa kembali bersama mereka lagi.
Fero mengusap wajah gusar. Pikirannya benar-benar kalut saat ini. “Mama kenapa lama banget ya di dalem?”
“Kita berdoa aja semoga mama gak kenapa-napa.” Gino berusaha tenang. Meski itu hanyalah upaya untuk menutupi rasa takut yang terus membayangi pikirannya sedari tadi. Sedangkan Devan, laki-laki itu sama seperti Gino. Berusaha tetap tenang, walau pikirannya sedang kalut.
Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruang rawat dengan raut wajah lelah. Devan dapat merasakan ada bulir air yang coba ia tahan. Melihat itu semua, entah mengapa perasaan Devan menjadi tidak enak. Ia takut akan sesuatu hal yang tidak diharapkan keluar dari mulut Dokter tersebut.
"Gimana dok? gimana keadaan mama saya?” suara Gino terdengar gemetar.
“Kecelakaan yang di alami korban mengakibatkan cedera serius di bagian otaknya. Terdapat pendarahan yang mengakibatkan sel-sel di dalam otak korban, gagal berkoordinasi dengan organ tubuh lainnya. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah ini. Namun sayang, Tuhan berkata lain." Dokter itu menghela napas berat. Dapat tertangkap jelas ada rasa penyesalan yang begitu mendalam dari setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya. "Maaf, Ibu kalian tidak bisa di selamatkan. Saya turut berduka.”

KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO (Selesai)✓
Novela JuvenilSemenjak kematian Eren, semua berubah 180 derajat. Devan, ketua geng Black Tiger yang terkenal akan kekuasaannya merajai jalan, telah berubah menjadi sosok yang kasar dan ditakuti oleh semua orang. Ya, semua itu karena Devan merasa hidupnya sudah ha...