Bagian 8- Momen tersial

994 115 2
                                    

“Bermula dari canda, berakhir jadi
cinta.”



Gerbang sekolah sudah di tutup rapat dua puluh menit yang lalu. Reina yang baru saja turun dari angkot berlari tergesa  menuju gerbang.

"Pak, please bukain gerbangnya dong, pak," bujuk Reina dengan wajah melas. Namun yang ia dapatkan hanyalah ceramah panjang.

“Kamu ini tidak disiplin sekali. Kamu pikir ini sekolah nenek moyang kamu? Lihat jam berapa sekarang? Sudah lewat dua puluh menit kamu terlambat. Saya tidak akan buka gerbangnya.”

“Ayolah, pak, sekali ini aja. Kasih saya kesempatan.”

“Saya bilang tidak ya tidak! Atau kamu mau saya laporin ke guru bk kalau masih maksa-mak—" Belum selesai satpam itu bicara, suara dingin lebih dulu menginterupsinya.

“Buka gerbangnya.”

Reina berbalik. Bola matanya membulat sempurna saat mendapati kehadiran Devan yang menatapnya dengan raut datar.

Satpam tersebut mengangguk, segera membukakan gerbang untuk Devan dikuti oleh Reina di belakangnya. Namun langkah gadis itu terhenti saat satpam tua itu menghalangi jalannya.

“Loh, kenapa pak?”

“Kamu gak boleh masuk!” 

“Kok saya gak boleh masuk si, pak? Kan dia datangnya lebih terlambat dari saya. Kalau gini namanya gak adil dong pak!”

“Kamu itu siapa ngelarang-larang saya? Asal kamu tahu, dia itu anak dari pemilik sekolah ini,” jelasnya membuat Reina terkejut.

Apa? Jadi oang tua Devan pemilik sekolah ini? Yang benar saja!

Keributan itu menghentikan langkah Devan. Dengan malas, ia menatap keduanya bergantian.

“Biarin dia masuk."

Bola mata Reina lagi-lagi membulat. Benarkah ini Devan? Ia tidak bermimpi kan? Kesambet apa cowok itu mendadak baik seperti ini? Atau jangan-jangan salah minum obat kali tuh anak.

“Tapi kan—"

“Biarin dia masuk," titah Devan lagi penuh penekanan yang praktis membuat satpam itu langsung menuruti kehendaknya.

Reina masih geming di tempat, menatap Devan tidak percaya. “Lo beneran Devan kan?”

Sebelah alis Devan terangkat. “Maksud lo?”

“Lo sakit? Kesambet apa lo jadi baik kayak gini?”

Devan mengepalkan kedua tangan, berusaha meredam emosinya yang mulai tersulut. Niat baiknya jadi urung setelah mendengar kalimat menyebalkan yang keluar dari mulut cewek itu.

“Gue ralat. Larang dia masuk!” perintah Devan membuat Reina gelabakan.

“Eh, Van, Van! Gue minta maaf... Please kasih gue masuk ya? Sekali ini aja. Gue janji deh bakal lakuin apapun kemauan lo.”

“Oke. Apapun kan?”

“I-iya... tapi cuma satu hari!”

DEVANO (Selesai)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang