"Ketika diri sudah tak pantas. Mengapa hati ingin menetap?"
***
Reina tengah terduduk di depan meja belajar. Menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong sambil menggerak-gerakan penanya, membentuk coretan abstrak di atas kertas. Alih-alih mengerjakan tugas kimia, ia justru memikirkan ucapan Intan sewaktu dalam perjalanan kerumah."Tante sekali lagi minta maaf ya sama sikap Devan yang sudah keterlaluan sama kamu." Intan melirik Reina sebentar, kembali memfokuskan dirinya pada jalanan di depan.
Reina menggeleng. "Devan gak salah, tante. Malah Devan yang udah nolongin aku. Kalau seandainya aja Devan gak nolongin, pasti dia gak akan berakhir dikantor polisi."
"Rei, Devan itu sebenarnya anak yang baik. Tapi—" Intan menjedah kalimatnya. Mengusap jejak air mata yang mulai menetes di pipinya dengan ibu jari. "Tapi karena tante. Devan jadi seperti itu. Bukan hanya itu, Devan juga sering mendapat perlakuan yang tidak baik dari ayahnya. Dan tante, malah membuat anak itu semakin membenci keluarganya."
Hati Reina berdenyut mendengar perkataan Intan. Benarkah di balik sikapnya yang menyebalkan, Devan memiliki rasa sakit yang tidak diketahui oleh semua orang?
"Tante gak pernah ada waktu buat Devan. Disaat anak itu membutuhkan tante, tante gak ada disamping dia. Tante memang jahat, Rei. Sekarang, Devan malah membenci tante. Devan menjadi seperti ini, itu semua karena tante." Air mata Intan kembali menetes. "Coba saja, tante lebih perhatian dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Devan, pasti anak itu tidak akan menjadi seperti ini."
Reina turut prihatin. Dia mengusap pelan punggung Intan. "Ini semua bukan salah, tante. Semua yang udah terjadi biarkanlah berlalu. Sekarang, kita sama-sama berdoa agar Devan bisa balik lagi kayak dulu."
Intan mengangguk, tersenyum setelahnya.
"Apa ya, masalah Devan sama papanya?" gumamnya. Tiba-tiba, suara notifikasi yang masuk membuyarkan lamunan gadis itu. Ia langsung menyalakan handphone untuk melihat siapa yang mengirimkannya pesan.
08xxx
Ini gue, Devan.
Maaf atas sikap gue yang tadi.Setelah membaca pesan itu, Reina segera menutup handphonenya. Termangu ditempat dengan pandangan yang lurus ke depan.
***
Devan mengernyit, saat mendapati sebuah tote bag hitam di atas mejanya. Karena penasaran, ia membuka tote bag itu untuk melihat isi di dalamnya. Disana, terdapat sebuah jaket kulit bewarna coklat dan juga selembar kertas yang bertuliskan,Maaf gue baru balikin jaket lo.
Oh iya, makasih udah selamatin gue kemarin😊Sudut bibir Devan tertarik membentuk senyum. Melihat itu, Kai dan Hito langsung mengernyit kebingungan.
"Dari siapa, Van?" Kai berjinjit saat Devan menaikan kertas itu ke atas.
Devan melirik Kai, menyunggingkan senyum sekilas. "Mau tahu aja lo, dasar kepo!"
"Tuh denger, dasar kemal lo! Alias, KEPO MAKSIMAL!" ledek Hito ikut-ikutan.
Dia mendengus. "Bangke! Pasti ada yang aneh-aneh kan didalem nya? Makanya lo gak mau kasih tahu ke kita-kita," tuduh Kai membuat Devan melotot.
"Sembarangan! Gue blacklist dari Black Tiger baru tahu rasa lo."
"Baperan banget si, Van. Gue cuma bercanda kalik." Kai mencibir.
![](https://img.wattpad.com/cover/271818696-288-k404298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO (Selesai)✓
Roman pour AdolescentsSemenjak kematian Eren, semua berubah 180 derajat. Devan, ketua geng Black Tiger yang terkenal akan kekuasaannya merajai jalan, telah berubah menjadi sosok yang kasar dan ditakuti oleh semua orang. Ya, semua itu karena Devan merasa hidupnya sudah ha...