Bagian 36-Alasan membenci

682 76 1
                                    

Happy Reading (~‾▿‾)~

"kita tak pernah tahu, kapan cinta itu pernah tumbuh. Dan kita tidak pernah tahu, kapan saatnya cinta itu berakhir."

***

Fero kecil melangkah perlahan mendekati pintu gudang yang sudah tertutup rapat. Tangannya lantas terangkat, memasukan kunci dan memutar knop pintu. Ia kembali melangkah perlahan memasuki gudang itu, dan netranya menangkap sosok pria kecil bertubuh mungil, yang sedang menangis tersedu dengan memeluk erat kedua kakinya.

Adek..” Fero berjongkok mendekati pria kecil yang bernama Devan itu. Ia lalu mengusap puncak kepala Devan penuh sayang. “Adek jangan nangis, abang ada disini.” Fero berusaha menenangkan Devan yang masih menangis sesenggukan.

A-abang... De-devan takut bang..” Isak Devan ketakutan sembari memeluk erat tubuh Fero. “De-devan sendirian...”

Tanpa sadar, air mata Fero mulai menetes membasahi pipi. Entah mengapa, sakit sekali melihat adiknya ketakutan seperti ini. “Devan jangan takut. Abang ada disini nemenin Devan. Gak ada yang boleh nyakitin Devan. Devan aman kalau sama abang.” Ujar Fero pelan.

“Bang....” Devan melepaskan pelukannya, dan beralih menatap Fero lekat. “Kasih tahu Devan bang. Kasih tahu Devan bagaimana caranya ngedapetin kasih sayang papa. Devan capek bang di marahin papa terus. Devan juga mau di perlakukan papa dengan baik, kayak papa perlakukan abang sama bang Gino.”

Hati Fero berdenyut. Sakit sekali mendengar adiknya berkata seperti itu. Dengan umur sekecil ini, Devan telah mampu membuat Fero merasa tersakiti. Tersakiti akan semua hal yang membuat Devan menderita.

“Dek, kamu tenang aja ya? meski papa gak pernah berbuat baik sama adek. Abang akan selalu berusaha kasih yang terbaik untuk adek.” Fero tersenyum tipis. Tangannya memegang erat kedua pundak Devan. “Dek, abang gak akan pernah ninggalin adek. Sekalipun dunia berusaha buat misahin kita. Abang akan selalu ada buat adek. Abang yang akan jagain adek. Abang yang akan buat adek bahagia. Apapun itu, asalkan adek bahagia, itu udah cukup buat abang.”

Perlahan, senyum Devan mengembang. Ia memeluk erat tubuh Fero, menyalurkan kasih sayangnya disana. “Makasih bang. makasih karena udah terlahir menjadi abangnya Devan. Devan sayang banget sama abang.”

Fero balas memeluk tubuh mungil Devan erat. “Abang juga sayang sama Devan. Selamanya.”

***


Fero memejamkan matanya. Entah mengapa, kenangan masa kecilnya bersama Devan terus saja berputar-putar di otaknya. Ia kemudian mengambil sebuah bingkai foto dari atas nakas dan menatapnya lamat-lamat. Itulah ada foto diirnya yang sedang mendukung Devan di pundaknya. Foto masa kecil yang terlihat sangat bahagia seperti tak pernah ada beban di kedua pundak mereka.

Seulas senyum tipis tertera di wajah tampan Fero. Ia merasa rindu dengan suasana dulu. Suasana dimana dirinya dan Devan sangat begitu dekat. Tidak hanya itu, Fero juga rindu dengan tawa dan senyuman manis yang Devan berikan untuknya. Ia merindukan itu semua. Ia rindu adiknya yang dulu. Yang selalu merasa bahagia bila bersamanya.

“Kesempatan lo udah habis. Semenjak lo jadi seorang pembunuh yang buat gue kehilangan segalanya!”

“Dendam gue, sampai sekarang itu gak terbalas karena lo! lo udah buat hancur semuanya! Dan lo tega ninggalin gue bertahun-tahun di saat gue lagi butuh seseorang buat bersandar!”

DEVANO (Selesai)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang